Dinas Kesehatan Lebak mendata 247 warga korban gigitan ular berbisa

id gigitan ular berbisa,ular berbisa,Kabupaten Lebak

Dinas Kesehatan Lebak mendata 247 warga korban gigitan ular berbisa

Warga Badui di pedalaman Kabupaten Lebak tengah membawa pasien gigitan ular berbisa untuk dirujuk ke RSUD Banten. ANTARA/HO-SRI

Lebak (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak mendata sebanyak 247 warga korban gigitan ular berbisa sepanjang Januari sampai awal Mei 2025 dan satu di antaranya dilaporkan meninggal dunia di RSUD Banten.

Pelaksana Harian (Plh) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Lebak Endang Komarudin di Lebak, Kamis mengatakan kasus gigitan ular berbisa di daerah itu cukup tinggi, karena kebanyakan mata pencaharian masyarakat di pedesaan pertanian kebun ladang, sehingga rawan menjadi korban gigitan binatang melata itu.

Sebagian besar warga yang menjadi korban gigitan ular berbisa dari jenis ular tanah (Ankistrodon rhodostoma) yang populasinya berkembang di semak-semak belukar rerumputan maupun tumpukan kayu dan di bawah dedaunan yang suhu kondisinya dingin.

Biasanya, ujar dia, meningkatnya kasus gigitan ular pada musim hujan karena banyak warga yang membuka ladang di hutan-hutan.

Selain itu, juga banyak ular berbisa mencari perlindungan di tempat-tempat yang terkena sinar matahari.

Bahkan, banyak ular berbisa berlindung di halaman rumah warga juga tumpukan kayu.

Mereka umumnya petani, dan membersihkan hutan tanpa menggunakan perlengkapan keselamatan, seperti sepatu karet dan sarung tangan.

"Kami terus mengoptimalkan penyuluhan agar warga waspada terhadap ular tanah karena bisa mematikan jika tidak segera ditangani tenaga medis," katanya.

Selama ini, kata dia, persediaan serum anti bisa ular (ABU) di 43 puskesmas mengalami kekosongan.

Karena itu, pemerintah daerah mengajukan permintaan 1.000 vial serum ABU ke PT Bio Farma Bandung.

"Sebab, saat ini, persediaan obat ABU yang ada hanya di RSUD Adjidarmo Rangkasbitung," katanya lagi.

Untuk penanganan kasus gigitan ular berbisa di fasilitas kesehatan atau puskesmas, menurut dia, pertama dilakukan observasi dulu oleh petugas medis dan bagaimana tingkat keparahannya.

Namun, jika dari hasil observasi itu jika kondisinya harus direkomendasikan obat ABU maka bisa dirujuk ke RSUD Adjidarmo Rangkasbitung maupun RSUD Banten.

"Kami minta warga bila korban gigitan ular berbisa agar dilarikan ke fasilitas kesehatan," katanya.

Ketua Sahabat Relawan Indonesia (SRI) Muhammad Arif Kirdiat mengatakan dirinya dari Januari sampai Mei 2025 menangani warga Badui korban gigitan ular sebanyak 28 orang dan dua orang di antaranya dilaporkan meninggal dunia.

Selama ini kasus gigitan ular tanah yang mematikan itu cukup menonjol bagi warga Badui ketika membuka lahan pertanian ladang.

Ia menekankan pentingnya penanganan medis, karena metode tradisional seperti jampi-jampi tidak terbukti efektif untuk menyembuhkan gigitan ular berbisa.

"Kami juga akan mendatangkan serum ABU dari Thailand, karena di sana adalah produsen terbesar di dunia. Sebab, ketersediaan ABU yang diproduksi PT Bio Farma Bandung relatif terbatas dan dinilai belum mencukupi kebutuhan di lapangan," katanya.

Sementara itu, Kepala Desa Kanekes, Djaro Oom menyampaikan harapannya agar Gubernur Banten Andra Soni dapat segera memenuhi kebutuhan serum ABU untuk masyarakat Badui.

"Kami berharap serum ABU dipenuhi di puskesmas setempat," ujar Djaro Oom sambil menyatakan kondisi geografis dan pola hidup masyarakat Badui yang sehari - hari di hutan tentu rawan risiko terkena gigitan ular berbisa sehingga akses terhadap layanan medis, termasuk ketersediaan ABU harus terpenuhi.