Padang (ANTARA) - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Padang, Sumatra Barat (Sumbar) menolak keberatan (eksepsi) dari seluruh terdakwa dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan pada Dinas Pendidikan Sumbar.
Hal itu dinyatakan langsung oleh majelis hakim yang diketuai oleh Akhmad Fazrinoor Sosilo dalam sidang pembacaan putusan sela di Padang, Selasa (22/20).
"Menyatakan keberatan (eksepsi) dari para terdakwa tidak dapat diterima," kata ketua majelis hakim dalam amar putusannya.
Selain menolak keberatan dari tujuh terdakwa, majelis hakim juga memerintahkan kepada Jaksa Penuntut (JPU) supaya melanjutkan pemeriksaan terhadap perkara yang disebut telah merugikan negara sekitar Rp5,5 miliar.
Berdasarkan putusan dari majelis hakim itu maka JPU pada Kejaksaan Tinggi Sumbar selanjutnya akan menyiapkan saksi-saksi yang diperlukan.
Para saksi itu akan dihadirkan Jaksa pada sidang selanjutnya yang akan digelar di Pengadilan Negeri Padang pada 31 Oktober.
Terdakwa dalam perkara itu berjumlah tujuh orang yakni Syafrudin (Direktur CV Inovasi Global), Erika (Direktur CV Bunga Tridara), Suherwin (Wakil Direktur CV Bunga Tridara).
Kemudian Aparatur Sipil Negara pada Dinas Pendidikan Sumbar yaitu Raymon yang menjabat sebagai Kepala Bidang Pembinaan SMK sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dan Rusli Ardion selaku Pejabat Pelaksana Teknisi Kegiatan (PPTK).
Lalu Syaiful Abrar (Guru SMK), dan Doni Rahmat Samulo selaku mantan Kepala Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) pemerintah provinsi Sumbar.
Jaksa Penuntut Umum pada Kejati Sumbar mendakwa mereka dengan dakwaan primer melanggar pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kemudian subsider melanggar pasal 3 Undang-undang 31 tahun 1999 yang sama, Juncto (Jo) pasal 18, Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Dalam dakwaan Jaksa sebelumnya menjelaskan bahwa perkara itu berawal ketika Dinas Pendidikan Sumbar melaksanakan pengadaan peralatan praktik utama untuk siswa SMK di provinsi setempat pada 2021.
Anggaran bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dengan pagu anggaran sebesar Rp18,072 miliar.
Pengadaan terbagi dalam empat paket pengadaan yakni pengadaan untuk sektor industri, kedua sektor ketahanan pangan, ketiga kemaritiman, dan terakhir untuk sektor pariwisata.
Namun dalam pelaksanaannya, ternyata proses tender tidak dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam pekerjaan itu sebenarnya sudah ada pelaksanaan tender di awal yang dilakukan oleh Kelompok Kerja (Pokja) V hingga ditentukan perusahaan pemenang.
Hanya saja hasil tender itu kemudian dibatalkan untuk diulang kembali, Pokja V malah diganti dengan Pokja VII yang ditunjuk untuk menangani proyek.
Diduga dalam proses tender itu telah terjadi "persekongkolan" atau manipulasi antara para terdakwa sehingga proyek akhirnya dimenangkan oleh perusahaan yang dipinjam oleh terdakwa Syaiful Abrar ke terdakwa lainnya.
Terdakwa Syaiful Abrar yang merupakan guru SMK meminjam perusahaan CV Inovasi Global, CV Bunga Tridara, PT Indotek Sentral Karya, dan CV Sikabaluan Jaya untuk mengikuti tender.
Akibatnya jaksa mendakwa perbuatan para terdakwa itu telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang menimbulkan kerugian negara.
Dalam proses penyidikan sebelumnya, salah satu terdakwa yakni Syafruddin telah mengembalikan uang kepada Kejaksaan sebesar Rp60 juta sebagai barang bukti.
Akibat perbuatan para terdakwa itu keuangan negara disebut telah mengalami kerugian mencapai Rp5.522.079.927.