Dubes: Dunia Akui Indonesia Perangi Ilegal Loging

id Dubes: Dunia Akui Indonesia Perangi Ilegal Loging

Brusel, (Antara) - Duta Besar RI untuk Brusel dan Uni Eropa, Arif Havas Oegroseno mengatakan penandatanganan Kesepakatan Kemitraan Sukarela dalam Penegakan Hukum, Tata Kelola serta Perdagangan Bidang Kehutanan, menunjukkan dunia mengakui upaya Indonesia dalam memerangi ilegal loging. "Persetujuan yang menjadi sejarah bagi Indonesia dan Uni Eropa (UE) ini diharapkan dapat diratifikasi tidak terlalu lama, paling nggak sebelum April 2014, ini merupakan pengakuan dunia kepada Indonesia dalam upaya memerangi ilegal loging," ujar Arif Havas Oegroseno kepada Antara London di Brusel, Selasa. Kesepakatan kemitraan sukarela dalam penegakan hukum, tata kelola serta perdagangan bidang kehutanan khususnya kayu atau Forest Law Enforcement Governance and Trade-Voluntary Partnership Agreement (FLEGT-VPA) sudah dipersiapkan sejak tujuh tahun lalu. Kesepakatan itu akhirnya ditandatangani Menteri Kehutanan RI Zulkifli Hasan, Komisioner Eropa Bidang Lingkungan Janez Potonik dan Menteri Lingkungan Hidup Lithuania Valentinas Mazuronis yang merupakan Presidensi Uni Eropa, di Markas Besar UE di Brusel, Belgia pada Senin (30/9). Sementara itu Multistakeholder Forestry Programme (MFP) KEHATI merasa lega dan bersyukur dengan ditandatanganinya FLEGT-VPA itu. "Penandatanganan FLEGT-VPA ini merupakan hasil dari rangkaian panjang negosiasi antara RI-UE sejak Januari 2007," ujar Direktur Program MFP KEHATI, Diah Raharjo kepada Antara London di Brusel, Selasa. Di tempat terpisah Direktur PT Sinarmas, Sandrawati Wibowo mengakui penandatangan kesepakatan yang sudah lama dinanti oleh kalangan pengusaha itu merupakan langkah maju dalam upaya menembus pasar Eropa. "Kami senang akhirnya kayu Indonesia bisa diakui oleh Masyarakat Ekonomi Eropa," ujar Sandrawati Wibowo. Menurut Diah Raharjo, penandatangan itu merupakan hasil sebuah proses yang memastikan kepercayaan UE terhadap perbaikan tata-kelola kehutanan dan industri kehutanan yang dilakukan melalui pembangunan sebuah Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). "Sistem yang disusun melalui kerjasama multipihak, mulai dari pemerintah, akademisi dan lembaga swadaya masyarakat ini memakan waktu cukup panjang sejak 2003 dan ditetapkan pada 2009," ujarnya. Rangkaian proses difasilitasi Yayasan KEHATI, melalui MFP, sebuah program kerjasama bilateral antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Inggris melalui UK AID. "Kami sangat bersyukur bahwa FLEGT-VPA dapat ditandatangani karena hal ini merupakan momentum untuk memperkuat upaya perbaikan tata kelola kehutanan di Indonesia," ujar Diah Raharjo. Penjaminan legalitas atas kayu dan produk kayu yang diperdagangkan dilakukan melalui instrumen SVLK, dimana masyarakat sipil merupakan satu elemen yang berperan penting sebagai pemantau independen guna menjaga akuntabilitas sistem, bersama-sama dengan elemen lembaga verifikasi independen yang melakukan audit terhadap usaha kehutanan. Sejak diberlakukan, SVLK merupakan sistem wajib yang harus diimplementasikan oleh semua pelaku usaha perkayuan. Hal ini diperkuat dengan pemberlakuan Permendag Nomor 64/2012 tentang Perdagangan Ekspor Produk Kehutanan, yang mewajibkan Dokumen V-Legal bagi semua ekspor produk kayu pada 1 Januari 2014 nanti. Selain Indonesia, ada lima negara lain yang telah menandatangani FLEGT-VPA dengan UE. Untuk saat ini Indonesia adalah satu-satunya negara mitra yang telah menandatangani FLEGT-VPA serta telah memiliki dan mengimplementasikan SVLK yang mencakup verifikasi atas sumber asal kayu, industri pengolahan, sampai dengan titik ekspor. Diah Raharjo menyampaikan Begitu VPA yang telah ditandatangani antara Indonesia dan Uni Eropa efektif dilaksanakan, semua kayu bersertifikat legal berdasarkan SVLK akan memasuki pasar Eropa dengan disertai Dokumen V-Legal yang diakui sebagai lisensi FLEGT. "Eropa merupakan benchmark bagi pasar yang lain, sehingga dengan pelaksanaan VPA diharapkan akan dapat meningkatkan akses produk kayu Indonesia di pasar Eropa, serta di pasar dunia yang lain, termasuk ke dalamnya bagi produk kayu dari usaha pengrajin dan industri kecil-menengah," ujarnya. Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI, MS Sembiring mengakui tantangan terbesarnya adalah bagaimana membantu pelaku usaha kecil dan menengah untuk dapat masuk dalam sistem ini. Data ekspor kayu Indonesia beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa saat ini sebagian besar ekspor produk kayu Indonesia berasal dari kayu rakyat, ditambah dengan porsi ekspor furnitur dan kerajinan yang didominasi sektor usaha kecil-menengah (UKM). Oleh karena itu, sejak 2011, MFP-Kehati mencurahkan perhatian yang besar untuk membantu para pelaku usaha kecil ini. Lebih lanjut Sembiring menjelaskan, selain persoalan UKM, kredibilitas SVLK harus benar-benar dijaga dengan adanya VPA. Harus ada kesadaran bersama untuk menerapkan sistem ini dengan sebaik-baiknya. Pemantauan oleh masyarakat sipil, yang menjadi bagian penting dari sistem ini mesti juga berjalan secara maksimal. (*/jno)