Padang (ANTARA) - Indonesia Performace Syndicate menuangkan pembacaan ulang terhadap sejarah puncak kejayaan emas di Minangkabau hingga kerusakan lingkungan yang diakibatkannya dalam konteks kekinian dalam karya seni pertunjukan kontemporer bertajuk Legaran Svarnadvipa.
"Emas sesungguhnya sudah lekat dengan Minangkabau sejak lama. Jauh sebelum orang-orang Eropa datang ke Sumatera, perdagangan emas menurut penelusuran kami sudah terjadi antara Minangkabau dengan pedagang dari China dan India," kata sutradara pertunjukan, Wendi HS, di Padang, Rabu.
Saat orang-orang Eropa datang ke Minangkabau, emas menjadi salah satu daya tarik bagi mereka selain rempah. Ada dua jenis emas yang ada di Minangkabau yaitu emas di pegunungan dan emas di aliran sungai.
Di zaman modern, emas tetap menjadi komoditas idola bagi masyarakat Minangkabau meski tidak lagi banyak tambang seperti dulu. Namun disinyalir tambang-tambang rakyat yang jauh di pedalaman hutan dan hulu-hulu sungai masih tetap marak. Pertambangan itu menjadi salah satu penyebab kerusakan lingkungan yang mungkin juga menjadi salah satu penyebab bencana seperti yang terjadi saat ini di Minangkabau (Sumbar).
"Pembacaan-pembacaan ini kita tuangkan secara artistik dalam karya seni pertunjukan kontemporer Legaran Svarnadvipa," ujarnya.
Ia menyebut Legaran Svarnadvipa yang didukung oleh Program Dana Indonesiana Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi ini mengembangkan produk budaya Minangkabau sebagai dasar pijak dan identitas penjelajahan artistik di ranah seni pertunjukan kontemporer.
"Legaran Svarnadvipa merupakan seni pertunjukan kontemporer yang menggunakan formulasi total body performance method berbasis budaya Minangkabau. Seni pertunjukan itu menggabungkan teater, musik, tari hingga puisi yang dimainkan oleh sekitar 80 orang," katanya.
Rencananya seni pertunjukan ini akan digelar di Lapangan Cindua Mato, Batusangkar pada 22 Juni 2024. Tempat itu dipilih karena memiliki area yang cukup luas dan memiliki kaitan yang sangat erat sebagai pusat Kerajaan Pagaruyung yang menjadi salah satu rujukan riset dari Legaran Svarnadvipa.
Selain itu, karya yang akan dipentaskan itu juga menjadi sebuah upaya membangun ekosistem seni pertunjukan dengan orientasi industri di Sumbar terutama pasca-COVID-19.
Wendy menilai komitmen untuk membangun ekosistem berorientasi industri itu ada, tapi sulit diwujudkan. Saat ini, katanya, di Sumbar belum ada gedung pertunjukan yang memadai. Belum ada iven yang kontinu sebagai tempat para seniman menampilkan karya dengan bayaran yang pantas.
Production Manager Legaran Svarna Dvipa, Erwi Sasmita, menyebut Sumbar dengan latar budaya Minangkabau memiliki potensi untuk menghadirkan seni pertunjukan seperti Tari Kecak di Bali. Itu sangat bisa menarik wisatawan untuk datang ke Sumbar.
"Saat ini, salah satu yang kurang dari wisata di Sumbar adalah atraksi seperti seni pertunjukan yang kuat. Kalau komunitas-komunitas seni diberikan ruang untuk itu, pariwisata Sumbar tidak akan kalah dengan Bali," katanya.
Proses penciptaan karya seni pertunjukan Legaran Svarnadvipa tersebut dibagi menjadi beberapa rangkaian kegiatan, di antaranya riset dan penciptaan teks pertunjukan Legaran Svarnadvipa (Maret - April 2024), workshop total body performance method oleh Wendy HS (2 - 11 Mei 2024, di Studio Teater, FSP, ISI Padangpanjang, Seminar Nasional Seni Pertunjukan Kontemporer dan launching buku "Total Bady Performance Method" oleh Wendy HS (30 Mei 2024), dan Pertunjukan Kontemporer Legaran Svarna dvipa pada 22 Juni 2024 di Lapangan Cindua Mato Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Legaran Svarnadvipa membaca ulang kejayaan emas di Minangkabau