"Hari ini kami melakukan pengklaiman lahan ini karena memiliki bukti otentik berupa Surat Hak Milik atau sertifikat sesuai surat keputusan Kanwil BPN Nomor: 520.1-47/PHM-P3HT/BPN-97 tanggal 26 Maret 1997 dengan nomor SHM 539-571 tahun 1997. Sedangkan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan baru keluar pada 2005," tegas Jasmir Sikumbang dan Thamrin yang merupakan kuasa hukum pemegang kuasa 33 persil Suardi Rasyid di Simpang Empat, Kamis
Menurutnya berbagai upaya telah mereka dilakukan untuk mengambil alih hak lahan itu, namun tidak kunjung ada penyelesaiannya dan iktikad baik dari perusahaan.
"Surat permohonan penyelesaian 6 Februari 2023 dan tanggal 29 Mei 2023 serta tanggal 9 Juni 2023 telah kami layangkan ke perusahaan namun mediasi dan atau penyelesaian tidak kunjung ada. Kemudian juga surat somasi beberapa bulan lalu juga tidak ditanggapi," katanya
Menyikapi itu, maka pihaknya memutuskan melakukan pengklaiman lahan berdasarkan sertifikat yang dimiliki sesuai titik lokasi yang ada dalam peta.
Ia menjelaskan pada 1997 dari pihak perusahaan Budi Haryoko meminta ke kliennya menyerahkan 33 SHM ke PT AMP dengan janji akan dibangunkan kebun yang nantinya jadi plasma.
Kemudian hingga pada tahun 2005 ketika lahan itu telah berproduksi kliennya tidak pernah mendapatkan laporan hasil produksi kelapa sawit itu.
Lalu sejak 2007 tidak juga merealisasikan kebun plasma yang dijanjikan maka pada 29 Maret 2007 kliennya kembali meminta sertifikat yang diserahkan itu.
Maka pada 4 Maret 2008 pihak perusahaan melalui Nazra Fuadi Nazar mengembalikan 33 SHM yang diterima perwakilan pemilik bernama Muhadi dan Faruk Yaman T.
"Pada 2019 kami memperoleh informasi bahwa di atas SHM terbit HGU PT PHP II pada 2005 dari kantor Badan Pertanahan Nasional," katanya.
Pihaknya juga telah melayangkan permohonan ke BPN Pasaman Barat agar dilakukan tunjuk batas dan ukur ulang namun juga tidak dilakukan.
"Kami merasa heran kenapa BPN tidak mau melakukan tunjuk batas dan ukur ulang padahal segala biaya yang ditimbulkan akan kami tanggung," ujarnya.
Untuk itu pihaknya melakukan pengklaiman lahan dengan memasang spanduk di lokasi itu. Namun sesampai di lokasi pihak kepolisian menyarankan dilakukan mediasi dengan pihak perusahaan.
Setelah berdebat panjang bersama perwakilan perusahaan yang difasilitasi oleh pihak kepolisian maka mediasi akan dilakukan secepatnya bersama Pemkab Pasaman Barat dan Polres Pasaman Barat.
"Ini yang kita minta bagaimana mencari solusinya. Selama ini pihak perusahaan abai dan menganggap sepele saja. Jika harus ke pengadilan kami siap. Kerugian yang kami derita akibat lahan itu setelah dihitung sejak 2014 sampai Oktober 2023 sekitar Rp17 miliar," tegasnya.
Bina Mitra PT. PHP Revi Muhardi mengatakan persoalan ini lama dan sudah beberapa kali dilakukan mediasi bahkan sampai ke Komnas HAM, Ombudsman dan Kanwil BPN.
"Perusahaan tidak ada masalah tentang itu. Yang jadi masalah apakah lokasi ini memang disini karena beberapa kali mediasi lahan itu di perusahaan lain yakni PT Gersindo. Di sertifikat itu di Tanjung Pangkal Lingkuang Aua sedangkan HGU kami di Maligi Kecamatan Sasak," katanya.
Menurutnya yang menentukan titik lokasinya tentu oleh instansi yang berwenang. Kemudian jika pembuktian tentu melalui pengadilan.***1***