Padang (ANTARA) - Pakar Transportasi Universitas Andalas Yossyafra, ST, M. Eng, Sc, Ph. D menuturkan ada tiga sisi utama dalam operasional penyediaan angkutan umum di suatu kota, user (pengguna), operator (pengusaha) dan regulator (pemerintah).
“Regulator ini berperan sebagai pihak pengontrol antara operator dan user, mengkaji performance sistem, serta memberikan spesifikasi bagi sistem pelayanan sistem angkutan umum,” terangnya melalui Humas di ruang kerjanya pada Selasa (7/3)
Disampaikannya, ketersediaan angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang; baik itu antar kota, antar provinsi, wilayah kabupaten/kota, itu merupakan suatu kewajiban pemerintah daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009.
Lebih lanjut ia menyampaikan ketika pemerintah tidak mampu dan swasta tidak terlibat dalam memberikan layanan transportasi kepada masyarakat, maka masyarakat akan mencari jalannya sendiri-sendiri.
“Dan jalan keluar masyarakat adalah membeli kendaraan baik itu sepeda motor atau roda empat,” sambungnya yang juga merupakan Dosen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Andalas.
Yossyafra menilai kenapa mobil dan sepeda motor banyak dijalanan karena masyarakat butuh moda untuk membawa mereka dari suatu tempat ke tempat lain baik itu ke sekolah, kerja, tempat perbelanjaan maupun tempat rekreasi.
Bagaimana pemerintah dalam memberikan layanan, disampaikannya bisa saja dalam bentuk adanya jaringan trayek yang menyebar dan itu harus berdasarkan kajian sehingga berapa banyak setiap hari kendaraan di jalanan itu sudah terpetakan oleh Dinas Perhubungan sebagai penanggung jawab penyediaan pelayanan angkutan kepada masyarakat.
Masyarakat membutuhkan kepastian pelayanan angkotan umum, masyarakat umum menginginkan suatu angkutan yang nyaman, aman dan tersedia kapan saja, bahkan masyarakat bisa melihat jadwal – jadwal keberangkatannya.
“Disinilah peran pemerintah memenuhi keinginan tersebut, di sisi lain ada juga keinginan pengusaha dengan adanya profit, tentu inilah yang harus dijembatani oleh pemerintah memenuhi keinginan masyarakat dan pengusaha,” tuturnya.
Selain itu, ia juga melihat kehadiran Bus Trans Padang sebagai transportasi umum masyarakat dengan sudah tersedianya enam koridor.
“Menariknya meskipun sudah ada enam koridor tetapi yang beroperasi baru empat koridor yakni koridor I (Lubuk Buaya-Pasar Raya), IV (Teluk Bayur-Anak Air), V (Indarung-Pasar Raya) dan VI (Pasar Raya-Limau Manis), sedangkan koridor II (Bungus-Pasar Raya) dan III (Air Pacah-Pasar Raya) belum beroperasi,” ujarnya.
Yossyafra menilai kehadiran Trans Padang ini cukup terlambat jika dibandingkan dengan kota-kota lain yang ada di Indonesia. “Terlambatnya sampai delapan tahun, sedangkan kota-kota lain itu di tahun 2005, 2006, dan 2007 sudah ada, kita baru terealisasikan di tahun 2014 melalui bantuan Direktorat Bina Sarana Transprortasi Perkotaan ” pungkasnya.
Ia mengajak pemerintah atau unit terkait untuk melihat best praktis pengelolaan transportasi perkotaan baik yang ada di Indonesia seperti Jakarta maupun di luar negeri seperti di Singapura dan Malaysia.
“Tidak ada salahnya kita bercermin ke sesuatu yang lebih baik, atau belajar sesuatu yang lebih baik dari pada kita hanya melihat ini lebih baik dari pada yang dahulu, namun percepatan perubahan tidak secepat yang terjadi,” ujarnya.
Sekarang digitalisasi suatu keharusan. “ Pengusaha, masyarakat kemudian pemerintah harus mengikuti perkembangan zaman dalam penyediaan angkutan umum kepada masyarakat,” pungkasnya. (*)