Menilik BBM bersubsidi di Sumbar yang tak kunjung cukup

id Pertamina,BBM bersubsidi,Sumbar Oleh Mario Sofia Nasution

Menilik BBM bersubsidi di Sumbar yang tak kunjung cukup

Pengisian bahan bakar minyak di SPBU (ANTARA/HO Pertamina)

Padang (ANTARA) - Rabu sore itu hujan baru saja turun membasahi bumi dengan derasnya, jalanan di pinggiran Kota Padang, Sumatera Barat basah dan tergenang akibat diguyur air yang turun sejak siang hari. Di sisi jalan itu ada lelaki paruh baya mengenakan mantel plastik biru asik mengisi botol mineral bekas dengan beragam ukuran.

Dia memindahkan cairan hijau bernama pertalite yang baru didapatkan dari seorang rekanan yang menyuplai barang tersebut kepada dirinya untuk dijual kembali ke masyarakat. Bahan bakar bersubsidi tersebut didapatkan rekanan dengan menggunakan mobil miliknya yang mengantre di salah satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang kemudian disalin ke jeriken milik pria bermantel plastik itu menggunakan selang.

Rusdi namanya, saat hujan semakin sedikit turun, ia bergegas mengisi bahan bakar bersubsidi itu ke botol air mineral kosong yang disediakannya. Ada ukuran 600 mililiter dan ada juga 1.200 mililiter, setelah diisi botol tersebut di letakkan di kayu yang menjadi etalase barang yang dijualnya.

Ia mengatakan sejak harga BBM bersubsidi dinaikkan pemerintah, dirinya juga terpaksa menaikkan harga dan menyesuaikan dengan volume botol mineral yang dimilikinya.

Botol ukuran 1.200 mililiter terisi tiga perempat bagian dijual dengan harga Rp13.000 per botol sementara yang ukuran 600 mililiter yang juga tak penuh terisi dijual Rp8.000 per botol. Usaha ini sudah dijalaninya bertahun-tahun, selain mencari keuntungan menyambung hidup juga membantu masyarakat yang malas antre ke SPBU untuk mendapatkan bahan bakar bersubsidi.

Rusdi mengakui langganan yang membeli bahan bakar kepada dirinya hanya konsumen sepeda motor, alasan mereka membeli ke lapak miliknya karena jarak lokasi mereka ke SPBU cukup jauh sehingga kehadiran dirinya cukup membantu warga yang ingin membeli bahan bakar tersebut.

Penjualan bahan bakar ketengan seperti yang dilakukan Rusdi itu tak hanya terjadi di satu lokasi namun hal tersebut wajar di mata masyarakat meski yang dijualnya adalah bahan bakar bersubsidi yang peruntukannya sudah diatur sedemikian rupa oleh negara melalui Perpres Nomor 191 tahun 2014 tentang penyediaan, pendistribusian dan harga jual eceran BBM.

Tak hanya di pinggiran kota yang jauh dari SPBU, masyarakat seakan-akan berlomba-lomba membuka kios penjualan bahan bakar bersubsidi eceran atau ketengan bahkan ada yang dijual hanya beberapa meter dari SPBU.

Mungkin saja melihat peluang ekonomi karena panjangnya antrean kendaraan roda dua yang ingin mendapatkan suplai bahan bakar langsung dari nozle yang ada di SPBU. Mereka hadir di sana seakan memberikan kemudahan namun yang mereka jual adalah bahan bakar bersubsidi yang dijual kepada orang-orang yang berhak mengonsumsi.

Hal ini juga terjadi pada bahan bakar subsidi bio solar, sejumlah pengecer bahan bakar bio solar juga terlihat di sejumlah ruas jalan di Sumatera Barat. Entah bagaimana mereka dapat mengakses bahan bakar tersebut padahal Pertamina telah melakukan pencatatan kendaraan yang ingin membeli BBM tersebut dari SPBU.

Mereka menjajakan bahan bakar bersubsidi dengan jeriken berukuran 25 liter hingga 50 liter yang dijual di atas harga resmi SPBU. Penjualan ini juga tak hanya satu titik namun tak terhitung jumlahnya di daerah tersebut.

Hal ini tentu dapat dikatakan kebocoran meski penjual mendapatkan bahan bakar yang terbatas akibat adanya pembatasan namun dengan banyaknya jumlah mereka membuat bahan bakar bersubsidi yang ada di daerah setempat dapat dikatakan banyak yang tidak tepat sasaran.

Bahan bakar solar misalnya, harusnya bahan bakar itu dikonsumsi untuk mobil transportasi umum, truk dengan roda maksimal enam buah dan lainnya namun jika dijual eceran tentu dibeli oleh kendaraan beroda lebih dari enam dan angkutan industri lainnya yang tidak berhak untuk mengonsumsi.

Tak hanya sampai di sana, penyelewengan bahan bakar solar juga dijual kepada pabrik yang ada di daerah tersebut atau dibawa ke luar daerah. Pabrik yang seharusnya mengonsumsi bahan bakar non subsidi mereka dapat mengakses bahan bakar yang lebih murah tersebut dengan dalih menurunkan biaya produksi.

Hal ini diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya antrean panjang mengular terjadi hampir di semua SPBU di Ranah Minang. Kejadian ini tak hanya satu hari tapi hampir setiap hari bahkan truk tersebut rela antre berjam-jam untuk dapat membeli BBM bersubsidi.

Antrean tersebut menimbulkan masalah baru mulai dari terganggunya arus lalu lintas, badan truk menutupi pertokoan warga yang berada di sekitar SPBU, mobilitas angkutan barang yang terganggu akibat antre mendapatkan bahan bakar serta membuat harga barang yang terkendala pengirimannya menjadi naik dan lainnya.

Sementara PT Pertamina Patra Niaga Sumbagut mengklaim bahwa ketersediaan bahan bakar di Sumatera Barat dalam keadaan aman hingga beberapa hari ke depan bahkan mereka telah menaikkan jumlah pasokan ke SPBU yang ada di daerah itu pasokan beberapa bulan yang lalu di tahun 2022.

Pjs Area Manager Comm, Rel & CSR Sumbagut Agus Setiawan mengatakan pihaknya telah menambah distribusi BBM bersubsidi ke SPBU di Sumatera Barat. Awalnya di bulan Januari hingga Agustus 2022 itu untuk pertalite distribusi per harinya 1.861 kilo liter sementara bio solar 1.305 kiloliter.

Sementara sejak September ini distribusi dinaikkan karena sejumlah alasan mulai dari tingginya mobilitas masyarakat sehingga menyebabkan kebutuhan BBM dan pihaknya menaikkan distribusi pertalite menjadi 1.902 kilo liter per hari dan bio solar menjadi 1.580 kilo liter per harinya.

Selain itu kuota bahan bakar bersubsidi untuk Sumbar juga ditambah dan diproyeksikan dapat bertahan hingga Januari 2023.

Pertamina juga menambah kuota BBM bersubsidi untuk Sumatera Barat yakni untuk pertalite dari 495.001 kiloliter per tahun naik menjadi 693.357 kiloliter dan bio solar dari 424.857 kiloliter menjadi 548.722 kiloliter per harinya.

Mereka meminta agar masyarakat tidak khawatir akan kebutuhan bahan bakar bersubsidi karena ketersediaan yang mencukupi hingga awal tahun nanti.

Sementara itu terkait dengan panjangnya antrean truk untuk mendapatkan bio solar, pihaknya telah melakukan evaluasi dan menemukan memang tingkat kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi sehingga bahan bakar yang ada di SPBU tidak dapat bertahan hingga sore hari.

Selain itu SPBU dalam mengajukan pengiriman bahan bakar harus menyelesaikan persoalan administrasi lebih dahulu. SPBU itu memiliki kuota harian dan jika kuota mereka untuk satu hari itu habis maka harus menunggu esok hari baru bisa mengisi kembali dan terjadi kekosongan stok sehingga membuat antrean mengular.

Ada solusi, lanjutnya yakni SPBU mengajukan penambahan stok mereka sehingga stok tersebut dapat digunakan ketika terjadi kekosongan namun untuk pengajuan penambahan kuota tentu tidak dapat dilakukan.

Terkait dengan penindakan terhadap pengecer yang menjual bahan bakar eceran, ia mengakui memang belum ada regulasi yang bisa digunakan untuk menindak dan memberikan sanksi hukum kepada mereka.

Menurutnya sanksi bisa diberikan terhadap kendaraan yang mereka gunakan mengangkut BBM bersubsidi untuk disalahgunakan, bisa juga disanksi mereka yang menggunakan nomor kendaraan palsu saat mengisi BBM di SPBU.

Agus menegaskan perlu regulasi yang mengatur sanksi terhadap pengecer bahan bakar bersubsidi secara bebas dan ini yang hingga saat ini belum ada dan yang membuat regulasi terkait penyaluran bahan bakar adalah BPH Migas.

Hal ini diamini oleh Direktur Reserse Kriminal Polda Sumbar Kombes Pol Adip Rojikan, ia mengakui hal tersebut dan pihaknya menunggu regulasi dari BPH Migas untuk menindak warga yang menjual BBM bersubsidi eceran dalam betuk petunjuk teknis dan lainnya.

Pihaknya terus berkoordinasi dengan Pertamina dalam melakukan pengawasan dugaan penyelewengan BBM bersubsidi bahkan sudah beberapa kali melakukan penindakan mulai dari kendaraan yang melakukan modifikasi tangki dari yang kapasitas 90 liter menjadi 300 liter.

Ada juga warga yang ditangkap membawa BBM bersubsidi yang diduga akan dijual ke salah satu pabrik yang ada di daerah tersebut.

Ia menegaskan apabila Pertamina menyampaikan informasi ada SPBU yang terindikasi melakukan pelanggaran seperti mengizinkan masyarakat menggunakan jeriken tanpa ada surat keterangan dari pejabat berwenang, ada kendaraan dengan tangki yang tidak wajar akan diproses.

Pihaknya menunggu informasi dari siapa saja terkait dugaan penyelewengan tersebut dan siap melakukan tindak lanjutan.

Sementara Kabid Energi dan Kelistrikan Dinas ESDM Sumbar Helmi Heriyanto mengatakan untuk suplai dan distribusi BBM bersubsidi memang tidak ada kendala dan stok bahan bakar minyak di TBBM Bungus mencukupi.

Ia mengatakan hal ini tentu menjadi evaluasi bersama kenapa stok terjaga namun antrean kendaraan masih mengular. Apa pelayanan perlu dipercepat atau lainnya.

Pemerintah tentu bersama Pertamina menjaga kestabilan dan pemenuhan kebutuhan bahan bakar minyak masyarakat.

Dirinya juga mengimbau masyarakat mampu menggunakan bahan bakar non subsidi, sehingga mereka yang berhak saja yang mendapatkan bahan bakar subsidi.

Subsidi tepat langkah pasti selamatkan BBM bersubsidi

Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan cadangan energi dari minyak fosil Indonesia bisa habis dalam 15 tahun ke depan jika konsumsi penggunaannya seperti saat ini.

Pada saat ini sumur minyak di Indonesia hanya mampu memproduksi 700 ribu barel minyak per harinya dan di tingkat puncak bisa 1,2 juta barel per hari.

Menurut dia ini menandakan kondisi sumur minyak yang ada sudah mulai tua dan termakan usia sementara konsumsi untuk bahan bakar minyak saja, di Indonesia tercatat ada 120 juta sepeda motor dan jika dalam sehari saja mereka menghabiskan tiga perempat liter maka konsumsi minyak mencapai 700 ribu barel per hari dan itu belum untuk kendaraan roda empat.

Solusinya tentu melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pada saat COVID-19 memang harga minyak dunia turun hingga 20 dolar Amerika per barel namun saat krisis Rusia Ukraina harganya melejit hingga 120 dolar Amerika per barel dan negara harus membayar uang yang banyak untuk mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

PT Pertamina telah meluncurkan program Subsidi Tepat sebagai salah satu solusi dalam menjaga agar bahan bakar minyak bersubsidi ini dapat dinikmati oleh mereka yang berhak mengonsumsi sesuai Perpres 191 tahun 2014.

Program ini sudah berjalan dengan baik dan hampir sebagian besar masyarakat telah mendaftarkan diri dan kendaraan miliknya sebagai warga negara yang berhak mendapatkan BBM bersubsidi.

Jika tidak ada pembatasan tentu BBM bersubsidi ini akan dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab untuk mendapatkan keuntungan secara maksimal namun hingga saat ini pemerintah belum menetapkan kepastian program ini dapat dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia.

Apabila hal ini terjadi maka seluruh pembelian bahan bakar bersubsidi di SPBU akan tercatat secara digital di sistem yang telah dipersiapkan oleh PT Pertamina. Seluruh data itu terkumpul dengan baik sehingga meminimalkan terjadinya penyaluran BBM tidak tepat sasaran.

Pertamina sendiri telah membangun sistem digital yang mumpuni yang menghubungkan seluru SPBU secara digital melalui aplikasi My Pertamina dan juga situs subsiditepat.mypertamina.id yang membuat penyaluran BBM bersubsidi ini tertata dengan rapi dan transparan.

Upaya pembatasan ini merupakan terobosan yang harus diambil agar konsumsi bahan bakar bisa menjadi lebih baik dan terarah sehingga tidak ada lagi kebocoran di tengah masyarakat dan tentu dibarengi pengawasan bersama yang melibatkan masyarakat luas.

Pelibatan masyarakat ini menjadi penting karena dapat melaporkan dugaan penyelewengan bahan bakar secara langsung dan laporan tersebut dapat diterima oleh pihak terkait secara langsung sehingga dapat dilakukan penindakan hukum. Tentu perlu ada pengembangan aplikasi MY Pertamina ini dengan panic bottom atau sistem pelaporan dugaan pelanggaran sembari memperkuat regulasi penyaluran bahan bakar minyak bersubsidi ini.

Pjs Area Manager Comm, Rel & CSR Sumbagut Agus Setiawan sejauh ini warga Sumbar sudah mulai mendaftarkan diri dan kendaraan mereka melalui website namun ada penurunan dalam beberapa waktu belakangan yakni belum adanya kepastian kapan mulai berlakunya pembelian BBM bersubsidi dengan aplikasi My Pertamina.

Dalam hal ini, lanjutnya menjadi domain pemerintah dalam menetapkan berlakunya pembelian BBM bersubsidi dengan sistem digital yang telah dibangun ini. Adanya ketidakpastian membuat animo warga menurun dalam mendaftarkan diri dan kendaraan.

Selain itu dengan masyarakat mendaftarkan diri dan kendaraan dapat mengantisipasi modus baru pihak yang ingin mengambil keuntungan dari BBM bersubsidi dengan membeli menggunakan nomor polisi palsu.

Hal ini dapat diantisipasi jika seluruh masyarakat yang berhak mengonsumsi BBM bersubsidi mendaftarkan kendaraan sehingga celah ini dapat ditutupi.

Dirinya berharap dengan adanya pembelian secara digital ini dapat membatasi BBM bersubsidi diakses orang yang tidak berhak dan BBM ini benar-benar dinikmati masyarakat.