Arosuka (ANTARA) - Ketua Fraksi PAN, DPRD Kabupaten Solok Aurizal mengatakan mosi tidak percaya terhadap Ketua DPRD Kabupaten Solok, Sumbar Dodi Hendra murni aspirasi dan keinginan dari anggota DPRD Kabupaten Solok itu sendiri.
"Dari kejadian di ruang paripurna tadi menunjukkan bahwa mosi tidak percaya terhadap ketua DPRD Dodi Hendra adalah murni aspirasi dan keinginan dari anggota DPRD Kabupaten Solok," kata Aurizal bersama legislator dari Fraksi PDI Perjuangan Zamroni di Arosuka, Rabu.
Ia menegaskan bahwa tidak ada intervensi sama sekali dari luar ataupun eksternal DPRD.
"Ini murni keinginan kami sebagai anggota yang tidak lagi menginginkan saudara Dodi Hendra sebagai Ketua DPRD, apalagi memimpin sidang,” ujarnya.
Aurizal menjelaskan dari peristiwa rapat paripurna tersebut dapat diketahui bahwa sejumlah anggota DPRD menolak Dodi Hendra memimpin sidang dengan alasan karena mosi tak percaya kepada Dodi Hendra masih berjalan.
Rapat paripurna yang digelar DPRD Kabupaten Solok itu terkait penyampaian laporan hasil pembahasan Ranperda RPJMD 2021/2022.
Rapat tersebut awalnya dibuka oleh Ketua DPRD Kabupaten Solok Dodi Hendra di ruang sidang paripurna. Namun, salah seorang anggota dewan meminta agar rapat paripurna itu tidak dipimpin oleh Dodi Hendra.
“Kami menolak Dodi Hendra memimpin sidang hari ini,” kata salah satu anggota dewan memberikan interupsi saat mengikuti sidang.
Interupsi pun terus mewarnai jalannya persidangan dan situasi persidangan semakin memanas, sehingga pimpinan sidang mengskors sidang selama 30 menit.
Saat rapat kembali dimulai, hujan interupsi kembali terjadi. Bahkan salah seorang anggota dewan berdiri menantang dan mengancam melemparkan asbak kaca.
Aurizal pun mengatakan aksi seorang anggota dewan yang mengancam melempar asbak tersebut akhirnya memicu terjadinya kericuhan.
“Ia sengaja berdiri mengangkat asbak dan mengeluarkan nada ancaman. Sehingga memancing emosi anggota dewan lainnya,” ujarnya.
Aksi kericuhan wakil rakyat saat sidang paripurna DPRD Kabupaten Solok pembahasan Ranperda RPJMD 2021/2022 itu pun beredar dalam sebuah video dan telah viral di media sosial.
Melihat peristiwa itu, menurut Pengamat Politik dari UNP Eka Vidya anggota parlemen seharusnya menggunakan nalarnya dan beragumentasi.
“Parle dalam kata Parlemen adalah berbicara. Jadi berbicaralah dan gunakan argumentasi. Gunakanlah fungsinya sebagai anggota dewan tidak dengan gontok-gontokan seperti itu,”ucapnya.
Selain itu, ia mengatakan jika perilaku anggota dewan seperti itu, maka perlu belajar lagi bagaimana tentang beragumentasi. Selain itu mampu untuk mengagregasi kepentingan.
“Jangankan mengagregasi kepentingan masyarakat yang komplek, untuk agregasi perbedaannya sendiri tidak mampu. Artinya apa yang mereka lalukan tidak hanya beretika tapi juga menunjukkan bahwa mereka tidak punya kapasitas dalam melakukan fungsi agregasi kepentingan di masyarakat,” ujarnya.
Menurutnya tindak kekerasan seperti itu bukan sesuatu yang harus ada di parlemen. Mungkin gaya seperti itu adanya di pasar. Parlemen ini adalah politik musyawarah jadi orang meyakinkan seseorang dengan argumentasi.
"Ini lah yang harus mereka pelajari, mereka harus belajar berargumentasi berdiplomasi dan bernegosiasi,” ucapnya.