Mitigasi bencana berbasis alam di Kota Pariaman
Padang (ANTARA) - Pariaman merupakan salah satu kota yang terletak di pesisir pantai Sumatera Barat dengan panjang garis pantai mencapai 12,7 kilometer. Dikenal dengan julukan kota Tabuik Pariaman memiliki potensi wisata bahari yang besar. Ada banyak banyak lokasi di pesisir pantai Pariaman dikembangkan oleh pemerintah setempat sebagai daerah tujuan wisata.
Namun sebagai salah satu kota yang berada di sisi barat Sumatera, Pariaman juga berpotensi mengalami gempa dan tsunami besar yang mengancam nyawa warga dan wisatawan yang berkunjung. Berdasarkan pemaparan sejumlah pakar gempa saat ini terdapat potensi gempa dan tsunami pada akibat pertemuan subduksi lempeng Indo-Australia di bagian selatan Kepulauan Mentawai yang dikenal dengan megathrust.
Berangkat dari hal tersebut maka perlu ada tindakan dari pemerintah guna mengurangi dampak gelombang laut ketika terjadi tsunami sehingga dapat meminimalkan jumlah korban.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo saat mengunjungi Pariaman pada Rabu (14/4) menyampaikan untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu mitigasi berbasis vegetasi atau alam dan mitigasi berbasis infrastruktur.
Mitigasi berbasis infrastruktur yaitu dengan membangun dam di sepanjang pantai guna menghambat gelombang laut ketika terjadi tsunami namun metode ini harus menggunakan dana yang besar.
"Mitigasi berbasis infrastruktur jelas anggarannya besar, kita tidak mungkin membangun dam," katanya.
Ia menyampaikan Jepang pernah membangun mitigasi berbasis infrastruktur namun dua tahun bangunan untuk penahan gelombang tsunami itu diresmikan tsunami terjadi dan ternyata bangunan itu tidak mampu menahannya. Bahkan jumlah warga yang meninggal jauh lebih banyak dari perkiraan yang dibuat sebelumnya.
"Artinya tidak ada kekuatan manusia yang bisa melawan kekuatan alam," kata dia.
Solusi kedua yaitu mitigasi berbasis vegetasi atau alam dengan menanam pohon yang dapat tumbuh di pantai serta memiliki batang yang besar dan akar yang dalam sehingga dapat mengurangi dampak tsunami. Solusi tersebut juga dinilai lebih hemat dengan efektivitas tinggi serta dapat menciptakan keindahan dan suasana sejuk di pantai.
Program vegetasi
Dari 2019 hingga 2021 tercatat ada sejumlah program vegetasi di Kota Pariaman yang dilakukan oleh sejumlah pihak pada Maret 2019, Juni 2019, Januari 2020, September 2020, dan terakhir April 2021.
Pada Maret 2019 penanaman pohon dilakukan di pantai Desa Ampalu, Kecamatan Pariaman Utara yang dilakukan oleh Komando Distrik Militer 0308 Pariaman bersama Pemkot Pariaman dengan menanam sekitar 1.500 batang pohon dari berbagai jenis.
Lalu Juni 2019 penanaman 583 pohon mangrove jenis rhizophora di Desa Apar, Kecamatan Pariaman Utara oleh Komando Distrik Militer 0308/Pariaman bersama Pemkot Pariaman yang hal itu dilakukan pasca-dibabatnya jenis tumbuhan itu oleh oknum tidak bertanggung jawab.
Selanjutnya Januari 2020 penanaman pohon pinago dan kelapa di pantai Desa Pauh, Kecamatan Pariaman Tengah oleh puluhan milenial yang berasal dari 20 komunitas generasi muda dan berbagai pihak di Kota Pariaman.
Pada September 2020 BNPB bersama Pemkot Pariaman juga menanam sekitar seribu pohon pinago di pantai Desa Pauh.
Terakhir April 2021 terdapat dua kegiatan yaitu pertama, penanaman pohon sebanyak 800 batang di pantai Desa Taluak, Kecamatan Pariaman Selatan yang dalam penanamannya juga dilakukan oleh Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin. Kedua penanaman pohon mangrove di Desa Apar oleh TNI Angkatan Laut dalam rangkaian kegiatan Pelatihan Penanggulangan Bencana Alam di Pariaman.
Pohon Endemik
BNPB, Pemkot Pariaman, dan pihak lainnya mengutamakan penggunaan pohon endemik di daerah itu untuk di tanam di pesisir pantai kota tersebut. Salah satu pohon endemik yang dimiliki Kota Pariaman yaitu pohon pinago. Pohon tersebut memiliki akar yang besar dan menyebar serta memiliki batang yang besar dan jangka hidup yang lama.
Oleh karena itu Doni Monardo merekomendasikan pohon pinago asal Kota Pariaman sebagai salah satu tanaman untuk mengatasi abrasi pantai dan mengurangi dampak tsunami.
"Selain cemara udang, waru, ketapang ternyata ada jenis tumbuhan lainnya yang bisa menahan ombak untuk mengurangi dampak abrasi," kata dia.
Untuk itu warga setempat diminta untuk ikut membudidayakan pohon tersebut yang nantinya akan dibeli oleh pihak terkait. Untuk mengembangbiakkan pohon tersebut dapat dilakukan dengan menanam biji buah tanaman tersebut.
Wali Kota Pariaman, Genius Umar mengatakan pohon pinago dulunya banyak terdapat di daerah itu namun ditebang warga karena belum mengetahui fungsinya sehingga jumlahnya sekarang banyak yang berkurang.
Namun untuk melindungi pohon khas Pariaman tersebut pihaknya akan membentuk peraturan wali kota dan menyosialisasikan kepada warga untuk tidak merusak pohon itu.
"Pohon pinago nantinya akan ditanam di sepanjang pantai Kota Pariaman sehingga dapat mengurangi dampak abrasi dan melindungi warga dari tsunami," katanya.
Genius mengatakan pihaknya menyadari daerah itu berpotensi besar diterjang gempa dan tsunami sehingga vegetasi menjadi pilihan sebagai mitigasi. Oleh karena itu menurutnya menanam pohon dengan lebar tertentu dapat mengurangi dampak tsunami.
Edukasi dan simulasi
Meskipun mitigasi berbasis alam disiapkan namun warga atau pengunjung di pesisir pantai juga diminta selalu meningkatkan kewaspadaan. Bila perlu jika merasakan gempa kuat dalam jangka waktu lama maka diminta untuk evakuasi mandiri atau tidak perlu menunggu alarm dan pemberitahuan dari pemerintah.
Untuk itu pemerintah perlu melaksanakan pelatihan dan simulasi gempa dan tsunami guna meningkatkan pengetahuan warga di daerah itu.
Genius mengatakan pihaknya akan memasukkan materi siaga bencana jadi mata pelajaran di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di daerah itu guna menciptakan kota tangguh bencana.
Hal tersebut perlu dilakukan karena Pariaman memiliki 10 potensi bencana yang mengancam di daerah itu setiap saat. Edukasi terkait siaga bencana tersebut perlu dilakukan sehingga siswa di daerah itu mengetahui apa yang harus dilakukan jika terjadi gempa, tsunami atau bencana lainnya.
Beruntung saat ini Pariaman memiliki kelompok pemuda dan pihak lainnya yang memberikan edukasi kepada warga tentang pentingnya pohon di pantai sebagai vegetasi.
"Pariaman memiliki kelompok tangguh bencana untuk menyosialisasikan terkait bencana dan evakuasi kepada warga," ujar dia.
Ia menyampaikan karena hingga sekarang Pariaman belum memiliki shelter khusus evakuasi korban tsunami maka pihaknya menggunakan gedung bertingkat yang dirancang ramah gempa, sebagai tempat menyelamatkan diri dari bencana gelombang laut tersebut.
Adapun gedung yang dapat dimanfaatkan di Kota Pariaman sebagai shelter tsunami yaitu di antaranya Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Pariaman serta gedung Pasar Rakyat Pariaman.
Untuk memberikan pelatihan dan simulasi Pemkot Pariaman dibantu oleh sejumlah pihak salah satunya dari TNI AL yang melaksanakan kegiatan pada Kamis (8/4) di daerah itu.
"Ada tiga lokasi pelaksanaan kegiatan ini (pelatihan) yaitu di Pariaman, Banten, dan Kupang," kata perwakilan dari Dinas Pembinaan Potensi Maritim Markas Besar AL Kolonel Marinir Citro Subono.
Ia mengatakan pelatihan dan simulasi tersebut penting untuk meminimalisir korban ketika terjadi bencana serta membentuk kerja sama yang baik untuk pihak yang bergerak di bidang penanggulangannya.
Dipilihnya Pariaman sebagai lokasi pelaksanaan kegiatan tersebut karena pihaknya menilai daerah itu memiliki potensi besar diterjang bencana terutama gempa dan tsunami.
"Kami sangat peduli dengan kondisi tersebut sehingga kami memberikan pengetahuan dan pembekalan terhadap masyarakat," katanya.
Sejalan dengan itu Wakil Komandan Pangkalan Utama TNI AL II Padang Kolonel Marinir Freddy JH Pardosi mengatakan bencana alam tidak dapat dihindari namun dapat diantisipasi.
Ia menyebutkan ada tiga jenis bencana yang dilatih cara untuk penanggulangannya di Kota Pariaman yaitu gempa bumi, tsunami, dan banjir yang hal tersebut sesuai dengan kondisi daerah itu.
Ia berharap pelatihan tersebut dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bencana serta dapat menambah kemampuan dan pemahaman pihak yang bergerak dalam penanggulangan bencana.
Sementara itu, salah seorang peserta pada pelatihan tersebut Addinul Fitri mengatakan pemahaman dan pengetahuan terhadap bencana harus diketahui oleh semua orang guna mengurangi potensi korban ketika terjadi bencana.
"Jadi tidak saja TNI, Polri, BPBD, Tagana, dan PMI namun juga semuanya sehingga kita dapat menyelamatkan diri dan keluarga," tambahnya.
Namun sebagai salah satu kota yang berada di sisi barat Sumatera, Pariaman juga berpotensi mengalami gempa dan tsunami besar yang mengancam nyawa warga dan wisatawan yang berkunjung. Berdasarkan pemaparan sejumlah pakar gempa saat ini terdapat potensi gempa dan tsunami pada akibat pertemuan subduksi lempeng Indo-Australia di bagian selatan Kepulauan Mentawai yang dikenal dengan megathrust.
Berangkat dari hal tersebut maka perlu ada tindakan dari pemerintah guna mengurangi dampak gelombang laut ketika terjadi tsunami sehingga dapat meminimalkan jumlah korban.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo saat mengunjungi Pariaman pada Rabu (14/4) menyampaikan untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu mitigasi berbasis vegetasi atau alam dan mitigasi berbasis infrastruktur.
Mitigasi berbasis infrastruktur yaitu dengan membangun dam di sepanjang pantai guna menghambat gelombang laut ketika terjadi tsunami namun metode ini harus menggunakan dana yang besar.
"Mitigasi berbasis infrastruktur jelas anggarannya besar, kita tidak mungkin membangun dam," katanya.
Ia menyampaikan Jepang pernah membangun mitigasi berbasis infrastruktur namun dua tahun bangunan untuk penahan gelombang tsunami itu diresmikan tsunami terjadi dan ternyata bangunan itu tidak mampu menahannya. Bahkan jumlah warga yang meninggal jauh lebih banyak dari perkiraan yang dibuat sebelumnya.
"Artinya tidak ada kekuatan manusia yang bisa melawan kekuatan alam," kata dia.
Solusi kedua yaitu mitigasi berbasis vegetasi atau alam dengan menanam pohon yang dapat tumbuh di pantai serta memiliki batang yang besar dan akar yang dalam sehingga dapat mengurangi dampak tsunami. Solusi tersebut juga dinilai lebih hemat dengan efektivitas tinggi serta dapat menciptakan keindahan dan suasana sejuk di pantai.
Program vegetasi
Dari 2019 hingga 2021 tercatat ada sejumlah program vegetasi di Kota Pariaman yang dilakukan oleh sejumlah pihak pada Maret 2019, Juni 2019, Januari 2020, September 2020, dan terakhir April 2021.
Pada Maret 2019 penanaman pohon dilakukan di pantai Desa Ampalu, Kecamatan Pariaman Utara yang dilakukan oleh Komando Distrik Militer 0308 Pariaman bersama Pemkot Pariaman dengan menanam sekitar 1.500 batang pohon dari berbagai jenis.
Lalu Juni 2019 penanaman 583 pohon mangrove jenis rhizophora di Desa Apar, Kecamatan Pariaman Utara oleh Komando Distrik Militer 0308/Pariaman bersama Pemkot Pariaman yang hal itu dilakukan pasca-dibabatnya jenis tumbuhan itu oleh oknum tidak bertanggung jawab.
Selanjutnya Januari 2020 penanaman pohon pinago dan kelapa di pantai Desa Pauh, Kecamatan Pariaman Tengah oleh puluhan milenial yang berasal dari 20 komunitas generasi muda dan berbagai pihak di Kota Pariaman.
Pada September 2020 BNPB bersama Pemkot Pariaman juga menanam sekitar seribu pohon pinago di pantai Desa Pauh.
Terakhir April 2021 terdapat dua kegiatan yaitu pertama, penanaman pohon sebanyak 800 batang di pantai Desa Taluak, Kecamatan Pariaman Selatan yang dalam penanamannya juga dilakukan oleh Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin. Kedua penanaman pohon mangrove di Desa Apar oleh TNI Angkatan Laut dalam rangkaian kegiatan Pelatihan Penanggulangan Bencana Alam di Pariaman.
Pohon Endemik
BNPB, Pemkot Pariaman, dan pihak lainnya mengutamakan penggunaan pohon endemik di daerah itu untuk di tanam di pesisir pantai kota tersebut. Salah satu pohon endemik yang dimiliki Kota Pariaman yaitu pohon pinago. Pohon tersebut memiliki akar yang besar dan menyebar serta memiliki batang yang besar dan jangka hidup yang lama.
Oleh karena itu Doni Monardo merekomendasikan pohon pinago asal Kota Pariaman sebagai salah satu tanaman untuk mengatasi abrasi pantai dan mengurangi dampak tsunami.
"Selain cemara udang, waru, ketapang ternyata ada jenis tumbuhan lainnya yang bisa menahan ombak untuk mengurangi dampak abrasi," kata dia.
Untuk itu warga setempat diminta untuk ikut membudidayakan pohon tersebut yang nantinya akan dibeli oleh pihak terkait. Untuk mengembangbiakkan pohon tersebut dapat dilakukan dengan menanam biji buah tanaman tersebut.
Wali Kota Pariaman, Genius Umar mengatakan pohon pinago dulunya banyak terdapat di daerah itu namun ditebang warga karena belum mengetahui fungsinya sehingga jumlahnya sekarang banyak yang berkurang.
Namun untuk melindungi pohon khas Pariaman tersebut pihaknya akan membentuk peraturan wali kota dan menyosialisasikan kepada warga untuk tidak merusak pohon itu.
"Pohon pinago nantinya akan ditanam di sepanjang pantai Kota Pariaman sehingga dapat mengurangi dampak abrasi dan melindungi warga dari tsunami," katanya.
Genius mengatakan pihaknya menyadari daerah itu berpotensi besar diterjang gempa dan tsunami sehingga vegetasi menjadi pilihan sebagai mitigasi. Oleh karena itu menurutnya menanam pohon dengan lebar tertentu dapat mengurangi dampak tsunami.
Edukasi dan simulasi
Meskipun mitigasi berbasis alam disiapkan namun warga atau pengunjung di pesisir pantai juga diminta selalu meningkatkan kewaspadaan. Bila perlu jika merasakan gempa kuat dalam jangka waktu lama maka diminta untuk evakuasi mandiri atau tidak perlu menunggu alarm dan pemberitahuan dari pemerintah.
Untuk itu pemerintah perlu melaksanakan pelatihan dan simulasi gempa dan tsunami guna meningkatkan pengetahuan warga di daerah itu.
Genius mengatakan pihaknya akan memasukkan materi siaga bencana jadi mata pelajaran di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di daerah itu guna menciptakan kota tangguh bencana.
Hal tersebut perlu dilakukan karena Pariaman memiliki 10 potensi bencana yang mengancam di daerah itu setiap saat. Edukasi terkait siaga bencana tersebut perlu dilakukan sehingga siswa di daerah itu mengetahui apa yang harus dilakukan jika terjadi gempa, tsunami atau bencana lainnya.
Beruntung saat ini Pariaman memiliki kelompok pemuda dan pihak lainnya yang memberikan edukasi kepada warga tentang pentingnya pohon di pantai sebagai vegetasi.
"Pariaman memiliki kelompok tangguh bencana untuk menyosialisasikan terkait bencana dan evakuasi kepada warga," ujar dia.
Ia menyampaikan karena hingga sekarang Pariaman belum memiliki shelter khusus evakuasi korban tsunami maka pihaknya menggunakan gedung bertingkat yang dirancang ramah gempa, sebagai tempat menyelamatkan diri dari bencana gelombang laut tersebut.
Adapun gedung yang dapat dimanfaatkan di Kota Pariaman sebagai shelter tsunami yaitu di antaranya Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Pariaman serta gedung Pasar Rakyat Pariaman.
Untuk memberikan pelatihan dan simulasi Pemkot Pariaman dibantu oleh sejumlah pihak salah satunya dari TNI AL yang melaksanakan kegiatan pada Kamis (8/4) di daerah itu.
"Ada tiga lokasi pelaksanaan kegiatan ini (pelatihan) yaitu di Pariaman, Banten, dan Kupang," kata perwakilan dari Dinas Pembinaan Potensi Maritim Markas Besar AL Kolonel Marinir Citro Subono.
Ia mengatakan pelatihan dan simulasi tersebut penting untuk meminimalisir korban ketika terjadi bencana serta membentuk kerja sama yang baik untuk pihak yang bergerak di bidang penanggulangannya.
Dipilihnya Pariaman sebagai lokasi pelaksanaan kegiatan tersebut karena pihaknya menilai daerah itu memiliki potensi besar diterjang bencana terutama gempa dan tsunami.
"Kami sangat peduli dengan kondisi tersebut sehingga kami memberikan pengetahuan dan pembekalan terhadap masyarakat," katanya.
Sejalan dengan itu Wakil Komandan Pangkalan Utama TNI AL II Padang Kolonel Marinir Freddy JH Pardosi mengatakan bencana alam tidak dapat dihindari namun dapat diantisipasi.
Ia menyebutkan ada tiga jenis bencana yang dilatih cara untuk penanggulangannya di Kota Pariaman yaitu gempa bumi, tsunami, dan banjir yang hal tersebut sesuai dengan kondisi daerah itu.
Ia berharap pelatihan tersebut dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bencana serta dapat menambah kemampuan dan pemahaman pihak yang bergerak dalam penanggulangan bencana.
Sementara itu, salah seorang peserta pada pelatihan tersebut Addinul Fitri mengatakan pemahaman dan pengetahuan terhadap bencana harus diketahui oleh semua orang guna mengurangi potensi korban ketika terjadi bencana.
"Jadi tidak saja TNI, Polri, BPBD, Tagana, dan PMI namun juga semuanya sehingga kita dapat menyelamatkan diri dan keluarga," tambahnya.