Arosuka (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pemilihan bupati dan wakil bupati Solok, Sumbar yang diajukan oleh pasangan calon Nofi Candra-Yulfadri nomor urut satu.
“Dalam eksepsi, menolak eksepsi termohon dan pihak terkait seluruhnya. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon seluruhnya,” kata Hakim Konstitusi Anwar Usman saat membacakan putusan perkara 77/PHP.BUP-XIX/2021 yang dipantau secara daring di Solok, Senin.
Selain itu, Hakim Konstitusi lainnya Wahiddudin Adams membacakan pertimbangan hukum mahkamah terkait adanya pengurangan suara pemohon dengan cara merusak suara sah pemohon oleh petugas KPPS di beberapa TPS di Kabupaten Solok.
Setelah mahkamah memeriksa bukti-bukti berupa formulir model D tidak tampak bentuk tidak sahnya surat suara. Pemohon juga tidak dapat menguraikan dengan jelas proses dugaan terjadinya pengurangan suara pemohon dengan cara merusak suara sah pemohon oleh petugas KPPS.
“Selain itu, pemohon juga tidak mengajukan keberatan pada TPS-TPS yang didalilkan tersebut. Hal itu sesuai dengan fakta yang terungkap dalam persidangan bahwa semua saksi Paslon yang hadir menerima hasil penghitungan suara di seluruh TPS, menandatangani berita acara dan sertifikat hasil penghitungan perolehan suara," ujar dia.
Ia mengatakan dalam hal ini mahkamah tidak mendapatkan bukti dan fakta hukum yang meyakinkan mengenai telah terjadinya kecurangan atau pelanggaran berupa pengurangan suara di seluruh TPS sebagaimana didalilkan oleh pemohon.
Ia juga menjelaskan mengenai aduan pemohon terkait banyaknya pemilih di TPS empat dan TPS enam Nagari Aripan, Kecamatan X Koto Singkarak, Kabupaten Solok serta di TPS delapan Nagari Selayo, Kubung. Mahkamah juga tidak menemukan alat bukti surat/tulisan dan keterangan saksi yang meyakinkan.
Berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh termohon pada TPS delapan Nagari Selayo, Kecamatan Kubung terjadi kekeliruan petugas KPPS empat yang kurang teliti dalam memeriksa formulir model C.
"Pemberitahuan pemilih nomor urut 161 yang seharusnya memilih di TPS 10 tetapi memilih di TPS delapan, namun telah dilakukan konfirmasi oleh petugas KPPS ke TPS 10 bahwa pemilih nomor urut 161 tidak memilih di TPS 10," ujar dia.
Selain itu, mahkamah juga tidak menemukan bukti yang meyakinkan terkait dalil pemohon tentang adanya praktik politik uang secara terstruktur, sistematis dan masif.
Hal ini sejalan dengan keterangan Bawaslu Kabupaten Solok yang tidak pernah menerima laporan atau temuan dugaan peristiwa terkait janji program bedah rumah. Oleh karena itu, Mahkamah berpendapat dalil Pemohon tersebut tidak beralasan menurut hukum.