Penutupan MTQ Nasional di Padang, Wapres: MTQ strategis dekatkan masyarakat dengan Quran
Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin mengatakan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) strategis untuk pembangunan sumber daya manusia yang unggul karena mengajak masyarakat menjadi dekat dengan Al Quran.
"MTQ juga memiliki nilai strategis bagi umat Islam untuk lebih memahami kitab suci Al Quran," kata Ma'ruf secara virtual dalam penutupan MTQ Nasional di Padang, Sumatera Barat, Jumat malam (20/11/2020).
Dalam MTQ terdapat kompetisi peserta di berbagai nomor lomba seperti hapalan, bacaan, seni baca/langgam, pemahaman, seni kaligrafi, tafsir dan lain-lain. Tujuan dari lomba itu salah satunya untuk membumikan Al Quran melalui ajang bergengsi.
Wapres mengatakan di antara tujuan Allah menurunkan Al Quran adalah menjadikan kitab suci itu menjadi pedoman umat manusia dan menjadi landasan berpikir dalam keseharian umat manusia.
Jika dipahami dengan benar maka kehidupan akan harmonis karena menuntun pada rahmat alam semesta. "Hal itu dapat dilakukan jika Al Quran dipahami dengan benar... Al Quran tidak cukup dibaca tapi juga dipahami dan diamalkan," katanya.
Dalam memahami Al Quran, kata dia, sebaiknya tidak hanya secara harfiah saja tetapi mengerti konteks ayat dan sosial sebab turunnya Al Quran. Dengan metodologi itu Quran bisa dipahami secara dinamis dengan kontekstual dan sumber yang benar.
Pemahaman Al Quran, kata dia, bukan pemahaman statis bahkan radikal yang menganggap pemikiran lain salah dan sesat.
"Pemahaman Al Quran dengan cara itu melahirkan Islam moderat. Itu telah ditunjukkan mayoritas ulama dalam sejarah Islam dan pada saat ini pemahaman moderat ini dibutuhkan pada persoalan-persoalan kita yang semakin komplek. Dan ada sekelompok kecil umat yang pahami Al Quran secara radikal, ekstrim bahkan dengan kekerasan," katanya.
Untuk itu, Ma'ruf menekankan pentingnya memahami Al Quran tidak hanya melalui terjemahannya saja tetapi dengan instrumen bahasa Arab secara mendalam agar mengetahui konteks ayat.
"Untuk memahami Al Quran, masyarakat yang tidak bisa berbahasa Arab memang bisa memahami melalui terjemahannya. Namun demikian, sifat terjemahan hanya membantu tidak bisa memberi pemahaman seutuhnya, terutama ayat-ayat yang bisa menimbulkan berbagai penafsiran atau perbedaan pendapat," kata dia. (*)
"MTQ juga memiliki nilai strategis bagi umat Islam untuk lebih memahami kitab suci Al Quran," kata Ma'ruf secara virtual dalam penutupan MTQ Nasional di Padang, Sumatera Barat, Jumat malam (20/11/2020).
Dalam MTQ terdapat kompetisi peserta di berbagai nomor lomba seperti hapalan, bacaan, seni baca/langgam, pemahaman, seni kaligrafi, tafsir dan lain-lain. Tujuan dari lomba itu salah satunya untuk membumikan Al Quran melalui ajang bergengsi.
Wapres mengatakan di antara tujuan Allah menurunkan Al Quran adalah menjadikan kitab suci itu menjadi pedoman umat manusia dan menjadi landasan berpikir dalam keseharian umat manusia.
Jika dipahami dengan benar maka kehidupan akan harmonis karena menuntun pada rahmat alam semesta. "Hal itu dapat dilakukan jika Al Quran dipahami dengan benar... Al Quran tidak cukup dibaca tapi juga dipahami dan diamalkan," katanya.
Dalam memahami Al Quran, kata dia, sebaiknya tidak hanya secara harfiah saja tetapi mengerti konteks ayat dan sosial sebab turunnya Al Quran. Dengan metodologi itu Quran bisa dipahami secara dinamis dengan kontekstual dan sumber yang benar.
Pemahaman Al Quran, kata dia, bukan pemahaman statis bahkan radikal yang menganggap pemikiran lain salah dan sesat.
"Pemahaman Al Quran dengan cara itu melahirkan Islam moderat. Itu telah ditunjukkan mayoritas ulama dalam sejarah Islam dan pada saat ini pemahaman moderat ini dibutuhkan pada persoalan-persoalan kita yang semakin komplek. Dan ada sekelompok kecil umat yang pahami Al Quran secara radikal, ekstrim bahkan dengan kekerasan," katanya.
Untuk itu, Ma'ruf menekankan pentingnya memahami Al Quran tidak hanya melalui terjemahannya saja tetapi dengan instrumen bahasa Arab secara mendalam agar mengetahui konteks ayat.
"Untuk memahami Al Quran, masyarakat yang tidak bisa berbahasa Arab memang bisa memahami melalui terjemahannya. Namun demikian, sifat terjemahan hanya membantu tidak bisa memberi pemahaman seutuhnya, terutama ayat-ayat yang bisa menimbulkan berbagai penafsiran atau perbedaan pendapat," kata dia. (*)