Masuk puncak giling, produksi gula diprediksi capai 540.000 ton

id produksi gula,impor gula,giling tebu

Masuk puncak giling, produksi gula diprediksi capai 540.000 ton

Foto udara sejumlah truk pengangkut tebu antre saat giling tebu perdana pada 2020 di pabrik gula PT Rejoso Manis Indo (RMI) di Blitar, Jawa Timur, Selasa (9/6/2020). ANTARA FOTO/Irfan Anshori/hp.

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pertanian menyatakan produksi gula sudah mulai memasuki puncak panen atau masa giling pada Juni ini sampai Agustus dengan produksi mencapai 540.000 ton.

Direktur Jenderal Perkebunan Kementan Kasdi Subagyono menyebutkan pada masa puncak giling periode Juni-Juli, produksi gula diperkirakan mencapai 430.000-530.000 ton, kemudian meningkat pada Agustus mencapai 540.000 ton.

"Pada Agustus meningkat sekitar 540.000 ton dan akan menurun September dan seterusnya. Itu yang nanti akan menutup (kebutuhan) gula konsumsi kita," kata Kasdi dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR di Jakarta, Rabu.

Kasdi menerangkan bahwa produksi gula dalam negeri pada Maret-Mei masih relatif terbatas, sehingga kondisi tersebut juga memicu harga gula yang melambung.

Dengan adanya produksi gula dalam negeri yang kini memasuki masa giling, diharapkan berdampak pada penurunan harga gula.

Meski, saat ini harga gula masih di atas harga eceran tertinggi (HET), yakni Rp12.500 per kg, Kasdi menilai sudah terdapat tren penurunan harga sebesar 15,8 persen yang terpantau dari 4 Mei sampai 26 Juni 2020.

"Ada tren penurunan (harga gula) dari 4 Mei ke 26 Juni 2020 sebesar 15,8 persen dari Rp18.000 menjadi Rp15.000 per kg," kata dia.

Menurut dia, peningkatan harga gula juga dipengaruhi oleh distribusi gula di dalam negeri yang belum maksimal akibat pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sejumlah daerah.

Namun begitu, Kementerian Pertanian melalui Badan Ketahanan Pangan terus melakukan operasi pasar untuk menstabilisasi harga gula.

Sementara itu, untuk importasi gula kristal mentah (raw sugar) belum dapat terealisasi karena adanya hambatan distribusi di negara asal, yakni India akibat pembatasan operasional pelabuhan muat (port of loading) sebagai dampak karantina wilayah (lockdown) pada masa pandemi COVID-19.