Lepas Dahaga UBH 11 tahun tanpa guru besar, Diana Kartika jadi Profesor Bahasa Jepang pertama se-Sumatera

id guru besar, profesor, ubh, bahasa jepang, diana, padang, sumatera barat

Lepas Dahaga UBH 11 tahun tanpa guru besar, Diana Kartika jadi Profesor Bahasa Jepang pertama se-Sumatera

Diana Kartika jadi Profesor Bahasa Jepang pertama se-Sumatera, guru besar Universitas Bung Hatta (UBH). (istimewa)

Padang (ANTARA) - Universitas Bung Hatta bukan universitas baru di Sumatera Barat, kiprah kampus itu begitu luar biasa dan mampu menghasilkan ribuan alumni yang tersebar di seantro negeri.

Universitas yang didirikan pada 20 April 1981 telah mengukuhkan sejumlah guru besar namun terakhir pengukuhan terjadi pada 2008. Dalam kurun waktu 11 tahun, UBH belum mampu menelurkan guru besar dan akhirnya pada 2019 ada tiga dosen yang dikukuhkan sebagai guru besar, salah satunya adalah Prof Dr Dra Diana Kartika.

Tidak banyak orang yang menyangka wanita kelahiran Palembang 15 April 1967 ini mampu meraih predikat sebagai guru besar, namun keraguan itu ditepisnya dan bahkan namanya tercatat sebagai Guru Besar Bahasa Jepang pertama se-Sumatera.

Predikat tersebut diraihnya setelah penelitiannya tentang Kesantuan Tindak Tutur Mahasiswa Jepang dalam memohon di kelas BIPA Universitas Indonesia. Penelitian tersebut dilakukan secara detail bagaimana mahasiswa Jepang beradaptasi dalam mengucapkan permohonan.
Diana Kartika jadi Profesor Bahasa Jepang pertama se-Sumatera, bersama tokoh nasional dan pengusaha Sandiaga Uno. (Ist)
Terhitung sejak 1 Desember 2019, Diana Kartika berhak menjadi profesor keenam di Universitas Bung Hatta. Dirinya dikukukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Bahasa Jepang dengan dengan Nomor SK: 1727/A3/KP/2020 tentang kenaikan jabatan akademik/fungsional dosen Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Ia berhasil mengumpulkan nilai kredit sebesar 915,7 melalui perjuangan yang berat karena harus membagi peran dirinya sebagai istri, ibu dari dua anaknya, pebisnis dan tugasnya sebagai Wakil Rektor III Universitas Bung Hatta.

Diana Kartika dapat disebut sebagai wanita modern dan mendobrak tradisi bahwa wanita hanya sebagai pelengkap kesuksesan suami. Ia mengajarkan bagaimana wanita mengambil peran dalam kehidupannya, bukan untuk menyaingi suami tercinta Ir Weno Aulia Durin namun untuk mewujudkan visinya sebagai wanita yang tak pernah menyerah.

Sejak kecil Diana bersama lima saudaranya ditempa oleh kedua orang tuanya Alm Drs Mansyurdin Arma dan Alm Hilma Durin. Meskipun sebagai anak bungsu dari lima bersaudara dirinya diajarkan untuk berjuang dalam kehidupan dan tidak pernah putus asa karena dibalik setiap perjuangan ada kebahagiaan.
Diana Kartika jadi Profesor Bahasa Jepang pertama se-Sumatera, foto bersama pada simposium ASJI 2017. (Ist)
Diana kecil menempuh pendidikan Sekolah Dasar, SMP hingga SMA di Kota Palembang. Dirinya kemudian mengambil kuliah di Universitas Indonesia jurusan Sastra Asia Timur.

Pada semester kedelapan, dirinya dipinang Ir. Weno Aulia Durin yang menjadi suami tercinta dan mendorongnya menamatkan pendidikan strata satu.

Ia diboyong ke Kota Padang oleh suami tercinta, memiliki ijazah S1 dirinya mencoba peruntungan dengan melamar sebagai dosen di UBH.

Menurut dia walaupun keluarga besar Hasan Basri Durin, dirinya melamar pekerjaan sebagai dosen tanpa sepengetahuan mertuanya.

Ia akhirnya diterima bekerja pada 1992 sebagai Dosen PNS-DPK di Program Studi Sastra Jepang Universitas Bung Hatta.

Kemudian Diana melanjutkan Magister pada tahun 1997 di Universitas Negeri Jakarta namun ia menemui kendala karena jurusan yang ada hanya Bahasa Indonesia dan Bahasan Inggris, sementara dirinya memiliki latar belakang Bahasa Jepang.

Ia memutuskan mengambil prodi Bahasa Indonesia di UNJ agar sesuai dengan jurusannya dalam penelitian dirinya mengambil tesis bagaimana orang Jepang menggunakan Bahasa Indonesia.
Diana Kartika jadi Profesor Bahasa Jepang pertama se-Sumatera, foto bersama dengan para mahasiswa Universitas Bung Hatta. (Ist)
Dirinya berhasil menamatkan studi serta berhak mengikuti pendidikan S3 percepatan karena meraih IPK mendekati sempurna. Ia dapat mengikuti program transfer akademik (tanpa tesis dan wisuda S2 dan langsung lanjut ke S3) dan berhak menyandang gelar Doktor pada 2009.

Selepas itu, dirinya kembali ke UBH dan langsung menduduki jabatan struktural sebagai Ketua Prodi Sastra Jepang pada 2013-2016. Ia membuat berbagai gebrakan agar kualitas lulusan Sastra Jepang UBH lebih berkompeten dan berkualitas.

Salah satu yang dilakukannya adalah mahasiswa Sastra Jepang di UBH harus melaksanakan pendidikan ke Jepang dalam bentuk magang sehingga mereka benar-benar memahami teori yang selama ini mereka pelajari.

Menurutnya, hal itu dilakukan agar mahasiswa dapat merasakan langsung bagaimana budaya Jepang seperti dia menjadi mahasiswa di UI dulunya.

Ia kemudian dipercaya sebagai Wakil Rektor Bidang III yakni Bidang Kemahasiswaan, Kerja Sama dan Alumni sejak 2016 hingga saat ini. Dirinya tak berpuas diri dengan jabatan tersebut, ia selalu bekerja memberikan yang terbaik untuk kampus tersebut.
Diana Kartika jadi Profesor Bahasa Jepang pertama se-Sumatera, foto bersama dengan pimpinan LLDikti Wil X dan peserta workshop. (Ist)


Meraih Beragam Prestasi

Diana berhasil meraih beragam prestasi saat menjabat sebagai Wakil Rektor III seperti membawa UBH meraih peringkat 101 dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia melalui pemeringkatan Sistem Informasi Manajemen Pemeringkatan Kemahasiswaan (SIMKATMAWA) oleh Kementerian Riset dan Dikti pada 2019.

Sebagai seorang ASN di perguruan tinggi dirinta meraih seragam pencapaian didapatkannya seperti dipercaya menjadi Chief Editor Jurnal Kata (Jurnal Penelitian Ilmu Bahasa, Sastra dan Seni) pada 2017.

Selain itu dirinya aktif sebagai anggota Masyarakat Linguistik Indonesia dari tahun 2003-sekarang. Kemudian ia juga dipercaya sebagai Ketua Asosiasi Studi Jepang Indonesia sejak 2011 hingga saat ini. Selanjutnya Ketua Forkomawa LLDikti Wilayah X 2019 – 2022.

Pada 2014, Diana Kartika menerima SK Fungsional Lektor Kepala dan SK Kepangkatan Pembina (IVa) pada 2016. Pada awal 2017 dirinya mulai memikirkan bagaimana caranya mendapatkan gelar profesor yang merupakan jabatan akademik tertinggi dari seorang dosen.

Menurut itu yang memotivasinya adalah jabatan sebagai Wakil Rektor III di Universitas Bung Hatta berakhir pada 2020 dan dirinya harus mendapatkan gelar tersebut.
Diana Kartika jadi Profesor Bahasa Jepang pertama se-Sumatera, foto bersama dengan Dirut Bank Nagari dan unsur pimpinan saat penyerahan beasiswa dari bank pembangunan daerah itu secara simbolis. (Ist)
Hal itu tentu tidak mudah karena butuh kerja ekstra keras mewujudkannya, namun bukan Diana Kartika namanya jika tidak berhasil mewujudkan cita-citanya. Kebulatan tekad, kerja keras, disiplin sudah menjadi bagian dari hidupnya. Hal itu jelas terbukti dari kesuksesan yang diraihnya dari berbagai bidang, mulai dari bisnis kecantikan yang memiliki salon "Panggaya" yang dibuka di Jakarta. Salon ini bukan sembarangan karena dipercaya oleh berbagai kalangan mulai dari pejabat hingga artis.

Selain itu dirinya juga memiliki sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Sumatera Barat dan juga memiliki sebuah Lembaga Bahasa Asing (LBA) di Kota Palembang.

Semua itu dikelola bersama suami tercinta dan juga dibantu anak-anaknya. Di sela kegiatan mengajar dan melakukan pengabdian di kampus tercinta, ia terus menjalankan bisnisnya.

Keuletan, kerja keras dan disiplin yang diterapkannya dalam berbisnis tentu berdampak pada dunia akademik. Pada 2017 dirinya terus mempersiapkan diri untuk menggapai mimpinya menjadi seorang profesor. Diana mulai rajin mengikuti seminar nasional maupun internasional, terus giat menulis artikel ilmiah.
Diana Kartika jadi Profesor Bahasa Jepang pertama se-Sumatera, menerima dokumen dari Ketua LLDikti Wil X Pro. Herry dan foto bersama dengan unsur pimpinan lembaga itu. (Ist)
Dari tahun 2017 tersebut beliau mempersiapkan diri untuk mengikuti Konferensi Nasional dan International bahkan dalam satu semester dirinya sampai empat kali mengikuti konferensi nasional maupun internasional.

Ibu dari M. Fadhlan Rifki B.Bus, B.Dea.MA dan Raisa Hulia Putri, M. Des.dan seorang menantu Marsha Caesarena Rianko Putri S.Psi.Msc. Ini mulai rajin menulis artikel ilmiah dan dimanapun ada konferensi beliau selalu mengikutinya.

Konferensi terjauh yang pernah diikutinya adalah 4Th International Conference on Multidisciplinary Research In Development of Social Science Research (MRDS) di Osaka Jepang.

Tercatat ada 12 konferensi nasional maupun international yang diikutinya dalam kurun waktu dua tahun. Ia mampu menghasilkan tiga artikel terindeks Scopus, tiga artikel international.

Kemudian dua artikel Nasional terakreditas dan dua artikel nasional dan lima prosiding international, tiga prosiding nasional serta menghasilkan lima buku ajar dan satu buku referensi.
Diana Kartika jadi Profesor Bahasa Jepang pertama se-Sumatera, foto bersama usai teken MoU Signing. (Ist)
Kemudian pada 2018 ia mendapatkan penghargaan Hak Kekayaan Intelektual terbanyak dalam Rangka Dies Natalis Ke-37 Universitas Bung Hatta. Pada saat itu ada tujuh HKI yang dimilikinya.

Semua itu dilakukannya dengan bijak membagi waktu baik sebagai Wakil Rektor yang juga pimpinan dan seorang dosen dan seorang pebisnis. Selain itu peran vital di rumah sebagai istri, orang tua bagi anak serta keluarga menuntut dirinya harus menjalankan semua dengan baik.

Semua itu berhasil dijalankan dengan baik hingga predikat profesor menghiasi nama depannya. Apa yang diraihnya saat ini tidak semudah yang digambarkan, ada kesulitan, tantang serta waktu yang sempit.

Pada Juli 2019 dirinya mulai menyusun Perhitungan angka kredit (PAK) untuk pengusulan Guru Besarnya. Kemudian pada September dirinya diusulkan oleh LLDikti Wilayah X dari lektor kepala dengan KUM 437,5 ke jabatan guru besar, namun usulan itu ditolak oleh Kemenristekdikti dengan alasan adanya permintaan klarifikasi untuk pengajuan tersebut.
Diana Kartika jadi Profesor Bahasa Jepang pertama se-Sumatera, foto bersama dengan sekretaris LLDikti Wil X dan mahasiswa berprestasi. (Ist)
Ia mulai pesimis dan mengatakan pada dirinya sendiri kemungkinan untuk jadi guru besar tertutup oleh penolakan itu.

"Perasaan kacau dan berfikir usaha ini akan gagal, namun keluarga, sahabat terus mendorong dan memberikan motivasi agar terus berjuang," kata dia.

Diana melakukan klarifikasi terhadap anggota Senat Universitas Bung Hatta dan hasilnya pada 11 Desember 2019, LLDikti kembali mengusulkan dirinya menjadi guru besar serta memberikan klarifikasi agar proses tersebut dilanjutkan oleh Kemenristekdikti.

Akhirnya usaha itu membuahkan hasil setelah seluruh syarat yang diajukannya membuat dirinya berhak dikukuhkan sebagai guru besar dengan nilai 915 dari capaian tertinggi sebesar 1050.

Usaha kerasnya membuahkan hasil dan hal ini merupakan sebuah kebanggan bagi dirinya, keluarganya dan juga sahabat yang selalu setia memberikan dukungan.
Diana Kartika jadi Profesor Bahasa Jepang pertama se-Sumatera, tengah memberi pencerahan kepada mahasiswa UBH. (Ist)