Jakarta, (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Anwar Abbas mengatakan kebijakan Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi yang akan mendata nomor telepon dan media sosial mahasiswa dan civitas akademika dapat memasung kreativitas dan kritisisme kampus.
"Masalah ini harus bisa didudukkan dengan baik karena jelas bisa berdampak buruk, bahaya dan malapetaka bagi kehidupan bangsa karena bisa memasung kreativitas dan kritisisme dosen dan mahasiswa," kata Anwar kepada wartawan di Jakarta, Sabtu.
Kemristekdikti sendiri berencana melakukan pendataan nomor telepon dan medsos siswa untuk menjaga perguruan tinggi dari paparan radikalisme dan intoleransi.
Kementerian yang mengatur pendidikan tinggi itu menjelaskan tidak akan memantau media sosial tersebut satu per satu setiap hari milik civitas akademika. Hanya akan dilacak jika nantinya terjadi persoalan radikalisme dan intoleransi.
"Sebagian pihak merasakan berlebihan membuat dosen, mahasiswa dan karyawan perguruan tinggi berada dalam ketakutan dan itu mengganggu kemerdekaan dan kebebasan berbicara yang menjadi ciri dan watak akademis kampus," kata Ketua PP Muhammadiyah itu.
Dari kebijakan itu, kata dia, masih wilayah abu-abu soal akses apa saja saja yang tergolong radikal dan intoleran. Maka Kemristekdikti harus terbuka dan bisa menjelaskan maksud radikalisme dan intoleransi secara terang dan terukur.
Jangan sampai, lanjut dia, alasan radikalisme dan intoleransi menjadi pasal karet yang bisa mengkriminalisasi pihak-pihak tertentu yang berbeda pendapat dan pandangan. (*)