73 Tahun TNI, Merangkul Rakyat Menjaga Laut

id HUT TNI

73 Tahun TNI, Merangkul Rakyat Menjaga Laut

Bela diri Yong Moo Do diperagakan dengan apik oleh puluhan personel TNI AD dengan berbagai teknik, kepada ratusan masyarakat yang hadir ke lokasi peringatan HUT TNI di Monumen Merpati Perdamaian, Pantai Muaro Lasak, Padang, pada Sabtu (6/10)    (Antara Sumbar/Fathul Abdi)

Padang, (Antaranews Sumbar) - Suasana kawasan Pantai Muaro Lasak Padang, Sumatera Barat (Sumbar) yang awalnya tenang pada Jumat (5/10) pagi, tiba-tiba menjadi riuh.

Ratusan masyarakat dari berbagai kalangan mulai memadati Monumen Merpati Perdamaian yang posisinya berada di kawasan Pantai Muaro Lasak.

Tua, muda hingga anak-anak, tampak bersemangat memasuki tenda-tenda barak yang didirikan untuk pameran Alat Utama Sistem Pertahanan (Alutsista), memperingati Hari Ulang Tahun TNI ke-73 di Padang.

Setidaknya ada enam tenda besar yang berdiri mengelilingi monumen Merpati Perdamaian. Milik Angkatan Laut, Angkatan Darat, Angkatan Udara, Polisi, Kantor Pencarian dan Penyelamatan Padang, serta BMKG.

Dari dalam tenda terpajang puluhan jenis pistol, senjata, dan peralatan lain.

"Pistolnya bagus-bagus, dan ada pistol yang panjang juga," kata Niko, murid Sekolah Dasar Negeri 15 Padang.

Niko bersama puluhan teman sebayanya dari SD lain, terlihat asyik melipir dari satu tenda ke tenda lainnya.

Dengan antusias bocah-bocah itu mengamati senjata yang biasanya dipakai untuk melumpuhkan-bahkan membunuh lawan.

Pada tenda Angkatan Laut ada senjata perorangan, senjata beregu, sea rider, meriam anti pesawat udara, kendaraan patwal pomal, kendaraan marinir, dan lainnya.

Angkatan Darat memamerkan material seperti pistol P1 Pindad, pistol P2 Pindad, SO Minimi, MO 60 Komando, SPR 1, SPR 2 dan material lain.

TNI Angkatan Udara juga tampil dengan senjata andalannya, termasuk miniatur pesawat.

Suasana akrab terasa kental di hari pertama pameran Alutsista. Pengunjung juga terus berdatangan silih berganti.

Di beberapa titik, sejumlah prajurit juga berubah jadi artis dadakan karena mereka diperebutkan warga yang minta foto bersama.

Terutama para prajurit yang tampil dengan seragam penyamaran (penembak runduk), atau seragam tempur.

"Foto pak, foto pak," kalimat ini yang sering terdengar di telinga.

Kehangatan yang ada saat itu sepertinya sukses mengantarkan tujuan TNI menggelar rangkaian acara HUT.

"Pameran ini digelar untuk mempererat hubungan antara TNI dengan masyarakat, termasuk instansi mitra lainnya seperti Polri," kata Komandan Lantamal II Padang Laksamana Pertama TNI Agus Sulaeman selaku panitia penyelenggara pameran alutsista.

Berbagai kegiatan serta pertunjukkan juga dihadirkan pada pameran itu sehingga dapat dinikmati masyarakat.

Mulai dairi pertunjukkan Yong Moo Do dari TNI AD, Paramotor dari TNI AU, dan lainnya.

Ada juga peragaan dari TNI AL untuk merebut wilayah yang dikuasai musuh. Dua Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) yakni KRI Kurau, dan KRI Kala Hitam dikerahkan untuk kegiatan ini.

Parade sailing pass serta penghormatan pada Minggu (7/10), menjadi penutup yang manis untuk kegiatan tiga hari tersebut.

Hubungan baik dengan masyarakat memang menjadi penekanan bagi TNI. Faktor sejarah adalah salah satu dasar kuat yang mempengaruhi.

Namun bagi Angkatan Laut, hubungan baik dengan masyarakat adalah modal untuk bersama-sama melakukan pengawasan serta menegakkan kedaulatan di laut.

Apalagi mengingat wilayah kerja Lantamal II yang cukup luas mencakup perairan Bengkulu, Nias, Sibolga, dan Sumatera Barat (Sumbar).

Tak berlebihan kalau Komandan Lantamal II Laksamana Agus Sulaeman menyebut masyarakat terutama yang berada di pesisir, adalah mata TNI AL.

"Masyarakat adalah mata TNI AL yang menguatkan fungsi pengawasan. Baik dari tindakan pelanggaran hukum, atau pelanggaran kedaulatan negara," kata alumnus Akademi Angkatan Laut angkatan ke- XXXI itu.

Kasus penyelundupan shabu-shabu seberat satu ton yang diungkap di Pantai Anyer pada 13 Juli 2017, harus jadi perhatian. Karena belakangan terungkap, para kriminal itu lewat melalui pantai barat Sumatera.

Oleh sebab itu kepedulian dari masyarakat menjadi penting, dan diharapkan segera melapor jika melihat kapal atau sesuatu yang mencurigakan.

Kini salah satu yang jadi tantangan bagi Lantamal II adalah Kabupaten Kepulauan Mentawai, pulau terluar yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia.

Berbagai bentuk pelanggaran hukum dan pelanggaran kedaulatan negara diantisipasi di kawasan itu mulai dari penyelundupan barang terlarang, narkoba, penyelundupan manusia, pelanggaran alat tangkap, pencurian ikan, dan lainnya.

Laut perairan Mentawai juga merupakan primadona nelayan karena kaya dengan ikan.

Tak ayal banyak nelayan dari daerah lain seperti Pesisir Selatan, Padang, bahkan Sibolga, datang ke Mentawai untuk menangkap ikan.

"Karena itu pengawasan harus diperketat untuk memastikan tidak ada kapal luar yang mencuri ikan, sekaligus memastikan kegiatan nelayan kita adil, dalam artian tanpa bom, pukat harimau, dan hal lain yang dilarang," tegasnya.

Apalagi pariwisata di daerah Mentawai juga tengah menggeliat. Banyak wisatawan asing yang datang berlibur, atau memburu ombak makaroni yang digandrungi peselancar dunia.

Dengan segala potensi serta status pulau terluar, tidak berlebihan jika Mentawai diberi perhatian khusus untuk melakukan pengawasan.

Empat KRI

Dulu tugas pengawasan mungkin terasa berat. Karena 20 unit lebih kapal yang ada di Lantamal dan jajaran Lanal, tak cukup beringas berhadapan dengan laut lepas apalagi saat gelombang laut tinggi.

Namun angin segar datang ketika Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar) melakukan likuidasi pada awal 2018.

Dari likuidasi itu Lantamal II mempunyai satuan baru yaitu Satuan Kapal Patroli, dan memperoleh empat Kapal Perang Republik Indonesia (KRI).

Empat kapal itu adalah KRI Kelabang, KRI Kala Hitam, KRI Cakalang, dan KRI Kurau.

Kedatangan KRI itu penting bagi fungsi pengawasan karena kapal itu tangguh, Bisa bergerak cepat, dan mampu mengarungi laut dalam serta samudra.

Bukan hanya untuk tugas patroli dan pengawasan saja, KRI juga disiapkan untuk tugas penyelematan di laut ketika terjadi bencana, atau kecelakaan.

Sejak Januari hingga September 2018, telah dilalukan penindakan lima kapal yang diduga melanggar. Sebahagian besar diletahui hasil tangkapan KRI.

Kini kelima kapal yang empat di antaranya adalah kapal penangkap ikan, dan satu unit kapal kargo itu sudah diproses secara hukum.

Pada sisi lain TNI AL tidak hanya terfokus pada upaya tangkap-menangkap semata . Puluhan kegiatan pembinaan serta penyuluhan kepada masyarakat juga dilakukan. Terutama bagi masyarakat pesisir.

Pembinaan itu di antaranya pembinaan budidaya rumput laut dan konservasi terumbu karang di Kepulauan Nias, dan budidaya rumput laut sertaa keramba ikan di Bengkulu.

Lalu pembinaan keramba ikan kerapu di kawasan Mandeh, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumbar.

Pada 28 Juni 2018 panen raya digelar di Keramba kawasan Mandeh, dihadiri langsung Danlantamal II Agus Sulaeman, Dinas Kelautan provinsi, Pemerintah Kabupaten Pessel, dan instansi terkait lainnya.

Panen raya tersebut menghasilkan ikan kerapu sebanyak dua ton, dari 240 keramba binaan berukuran 4x4 meter.

Meskipun demikian Lantamal II menyadari masih banyak pembenahan yang harus terus dilakukan.

Seperti meningkatkan kemampuan personel, dan program-program lain yang berguna bagi masyarakat serta pertahanan negara.

Karena TNI lahir dari rakyat, dan akan meningkatkan Profesionalismen untuk rakyat.

***