Dasawarsa terakhir kejadian bencana semakin meningkat di Indonesia. Berdasarkan data BNPB 2017 sejak 10 tahun terakhir menyebutkan pada 2008 terdapat 924 kejadian dengan banjir yang paling banyak terjadi 46 persen kejadian pada tahun 2017 yang kejadiannya meningkat signifikan menjadi 2.862.
Bencana banjir paling sering terjadi 34 sebanyak persen diikuti tanah longsor di peringkat kedua dengan 30 persen kejadian.
Potensi terjadinya bencana banjir di Indonesia cukup tinggi, dilihat dari antara lain topografi dataran rendah, cekungan dan wilayah perairan.
Curah hujan di daerah hulu dapat menyebabkan banjir di daerah hilir, terlebih untuk daerah-daerah yang memiliki permukaan tanah lebih rendah atau hanya beberapa meter di atas permukaan air laut.
Penyebab banjir dikategorikan menjadi dua kategori yaitu banjir akibat aktivitas alam (curah hujan, fisiografi, erosi dan sedimentasi, kapasitas sungai dan drainase serta pengaruh air pasang).
Kemudian banjir akibat aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan-perubahan lingkungan perubahan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS), kawasan pemukiman di sekitar bantaran, rusaknya drainase lahan, hutan (vegetasi alami) dan bangunan pengendali banjir serta perencanaan sistem kontrol banjir yang kurang/tidak tepat).
Banjir dikategorikan menjadi banjir akibat luapan sungai, dan banjir bandang (flash flood), banjir pantai, dan banjir lokal.
Kabupaten Padang Pariaman yang terletak di pesisir barat dan memiliki topografis bergelombang juga menjadi salah satu daerah rawan banjir dan longsor di Sumatera Barat.
Pada 2017 tercatat bencana dengan 20 kali kejadian jenis bencana yaitu puting beliung 14 kali kejadian, banjir empat kali dan tanah longsor dua kali.
Bencana yang terjadi 80 persen dipicu oleh aktivitas Hidrometeorologis yang biasa disebut cuaca/iklim ekstrem. Beberapa hari terakhir terjadi dua bencana banjir bandang di Padang Pariaman yaitu di Sungai Limau 05 Agustus dan Anduring, 2 x 11 kayu tanam 7 Agustus 2018 dan longsor di Lampanjang Kuranji Hilir Sungai Limau.
Jalan yang menghubungkan ke dua kecamatan sempat terputus. Kejadian banjir di Anduring terjadi akibat meluapnya sungai batang anai. Kondisi dihulunya pada saat itu juga terjadi banjir yang merusak objek wisata di lembah anai.
Kejadian disebut ekstrem jika kejadian paling tinggi/paling rendah yang pernah terjadi selama kurun waktu tertentu, melewati ambang batasnya, kejadian yang jarang terjadi, memiliki dampak kerugian yang besar.
Iklim ekstrem yang pernah terjadi misalnya suhu terpanas/terdingin, hujan terlebat yang menimbulkan banjir/kekeringan yang menyebabkan gagal tanam/panen dan pengaruh lanjutannya terjadinya kebakaran dan kabut asap.
Hujan ekstrem (sangat lebat) disebut sebagai faktor utama kejadian banjir dengan nilai diatas 100 mili meter dalam sehari.
Banjir yang terjadi di Anduring kayu Tanam jika ditinjau dari curah hujan yang diukur pada pos hujan terdekat Kandang Ampek pada saat kejadian yaitu 130 milimeter per hari. Curah Hujan di Padang panjang juga tercatat 106 milimeter per hari, kedua curah hujan yang terjadi termasuk kategori ekstrem/sangat lebat.
Derasnya curah hujan diikuti dengan debit sungai PSDA 345.8 liter per detik . Hujan sangat lebat yang terjadi dalam waktu yang singkat menurut penuturan warga dimulai dari pukul 22.00 – 02.00 WIB memiliki dampak kerugian yang cukup besar.
Lahan sawah pertanian yang baru ditanami rusak berat seluas 40 hektare dan yang akan panen lima hektar. Banjir juga menyebabkan delapan rumah rusak berat, enam rumah dan satu mushala hanyut, serta menggenangi tiga surau dan satu paud.
Jika dilihat dari curah hujan yang terjadi memang termasuk hujan ekstrem hujan melebihi jumlah rata-ratanya dalam 10 hari 83 milimeter di Kandang Ampek dan 134 milimeter di Padang panjang. Kayu Tanam sejak dahulunya tercatat sebagai salah satu daerah tertinggi curah hujan sepanjang tahun di Sumatera Barat.
Peningkatan jumlah curah hujan beberapa hari terakhir dipicu oleh beberapa faktor yaitu masih menghangatnya suhu muka laut di perairan Sumatera Barat menyebabkan kondisi hangat dengan tingginya pembentukan awan-awan hujan.
Belokan angin akibat adanya gaya korilis dan tekanan rendah di utara Filipina mendorong terbentuknya awan awan konvektif yang menimbulkan hujan lebat hingga ekstrim di Agam, Pasaman Barat, Pariaman, Padang Pariaman sebagian Padang dan perairan Mentawai.
Berbagai upaya bersama terus diwujudkan antar instansi demi mengurangi risiko bencana (mitigasi). Yang masih menjadi kendala utama dalam mengurangi dampak resiko bencana adalah penyebarluasan peringatan cuaca/iklim ekstrim yang menjadi tugas BMKG.
Informasi yang disebarluaskan oleh BMKG ke pemangku kepentingan terkait misalnya BPBD masih minim diterima masyarakat yang lebih luas.
Pentingnya peringatan dini menggunakan alat otomatis dibagian hulu DAS juga penting diperlukan. Daerah rawan bencana banjir/longsor diharapkan memiliki alat otomatis yang akan memberikan peringatan dini yang dapat diteruskan instansi kepada kelompok siaga bencana.
Pelestarian lingkungan dengan merawat hutan sebagai penyangga derasnya aliran permukaan dan penahan air sangat penting dalam mitigasi bencana. Semua stakeholder perlu memperluas sosialisasi sehingga masyarakat dapat mudah memahami informasi.
Penguatan kerja sama dan pemetaan daerah rawan bencana terus dilakukan untuk mengurangi korban di masa datang. Pepatah urang tua dahulu mujur sepanjang hari malang sekejap mata haruslah diiringi dengan menjaga lingkungan khususnya hutan sekitar. semoga