Upaya mewujudkan Sumbar bebas campak dan rubella

id vaksin,imunisasiMR

Upaya mewujudkan Sumbar bebas campak dan rubella

Tenaga medis memberikan vaksin campak dan rubella kepada pelajar di Pariaman. (Antara Sumbar/Muhammad Zulfikar)

Padang, (Antaranews Sumbar)- Kendati terjadi pro dan kontra di antara berbagai pihak terkait pelaksanaan imunisasi campak dan rubela Pemerintah Kota Padang, Sumatera Barat menegaskan komitmennya untuk tetap melanjutkannya dengan target 95 persen anak diimunisasi.

Pada satu sisi status vaksin yang belum mendapatkan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia membuat sejumlah orang tua khawatir akan kehalalan zat yang terkandung dalam vaksin.

Salah seorang warga Padang Firman mengaku bukan tidak mau memberikan vaksin kepada anaknya namun lebih hati-hati karena vaksin tersebut belum mendapatkan label halal.

Oleh sebab itu ia memilih untuk menunda pemberian vaksin kepada dua buah hatinya hingga ada kejelasan status dari lembaga yang berwenang.

Pro kontra cukup mengemuka karena MUI Sumatera Barat juga menyarankan imunisasi Measles Rubella (MR) ditunda hingga ada kejelasan mengenai kehalalan bahan dasar pembuatan vaksin.

Ketua MUI Sumbar Gusrizal Gazahar mengatakan pihaknya telah menyurati MUI pusat yang intinya tidak menyetujui vaksinasi MR sampai keluarnya sertifikat halal dan merekomendasikan penundaan imunisasi hingga ada kejelasan.

Hal itu dilakukan untuk menghilangkan keraguan dan kebingungan di tengah-tengah umat terkait program imunisasi yang dilakukan pemerintah selama Agustus dan September 2018.

Penolakan terhadap imunisasi MR makin meluas di tengah masyarakat karena informasi yang simpang siur terutama di media sosial terkait bahan yang tidak halal hingga efek samping yang menakutkan.

Meski demikian Dinas Kesehatan bersama sejumlah organisasi terkait tetap berupaya memberikan pemahaman dan sosialisasi terkait pentingnya imunisasi dan bahaya campak serta rubella yang bisa menyebabkan kematian, tetapi keraguan belum bisa sepenuhnya diatasi.

Hal itu juga sejalan dengan kebijakan yang diambil Pemerintah Kota Padang tetap berkomitmen melanjutkannya.

Menurut Wali Kota Padang Mahyeldi satu-satunya cara mencegah campak dan rubella dengan vaksin dan Balai POM juga sudah memeriksa vaksin ini dan menyatakan aman.

Menurut dia beberapa negara lainnya seperti Yaman dan negara Eropa juga melaksanakan imunisasi ini dan pada tahun lalu di Padang juga ada imunisasi dan tidak ada masalah.

Terkait dengan adanya kekhawatiran sejumlah orang tua terhadap pelaksanan vaksin ini ia mengatakan Dinas Kesehatan harus lebih proaktif melakukan advokasi dan memberi penjelasan soal pentingnya vaksin.

Sehingga masyarakat paham dengan imunisasi MR dan tidak ada lagi yang menolak. Minimal 95 persen anak diimunisasi, kata dia.

Ia menyatakan jika jumlah target imunisasi kurang dari 95 persen berarti gagal dan apalagi di Padang campak dan rubella angkanya cukup tinggi berdasarkan temuan sebelumnya.

"Artinya vaksin harus dilaksanakan kepada seluruh warga Padang saya mengimbau dapat melaksanakan dan mendukung kegiatan imunisasi ini," katanya.

Pelaksanaan imunisasi juga mendapatkan dukungan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) cabang Sumatera Barat karena merupakan upaya menyokong program pemerintah mengeliminasi campak dan rubella CSR pada 2030.

Ketua IDAI cabang Sumbar dr Didik Hariyanto mengatakan dokter anak di Sumbar ikut andil untuk mewujudkan cakupan imunisasi dan saat ini sudah ada 85 orang spesialis anak yang tersebar di seluruh kabupaten dan kota.

Menurutnya kendala yang dihadapi dalam pemberian vaksin adalah masih ada orang tua yang menolak dengan alasan haram.

Ia menilai itu adalah isu yang sudah lama berkembang namun pihaknya akan melakukan sosialisasi lebih intensif untuk memberikan pemahaman pentingnya imunisasi.

Sementara Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit mengatakan cakupan imunisasi di Sumbar baru 81,4 persen sementara target nasional 92 persen.

Ia memastikan tidak ada lagi daerah di Sumbar yang tidak tersentuh akses layanan kesehatan termasuk vaksin.

Terkait masih ada pandangan yang menilai vaksin haram Nasrul menyampaikan pihaknya akan mengoptimalkan promosi kesehatan.

Masyarakat pada level bawah sebenarnya tidak terlalu paham soal itu dan yang terpenting adalah bagaimana memberikan kesadaran tentang pentingnya menjaga kesehatan, kata dia.

Informasi Akurat

Pada sisi lain pengurus Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengingatkan masyarakat untuk mencari tahu informasi seputar vaksin dari sumber yang akurat, berwenang dan dapat dipertanggungjawabkan mencegah beredarnya informasi yang sesat soal vaksin.

"Jangan mudah termakan hoaks dari internet soal vaksin karena bisa menyesatkan," kata Ketua I Pengurus Pusat IDAI dr Piprim Basarah Yanuarso.

Menurut dia salah satu isu yang menguat soal vaksin adalah status kehalalan karena tidak ada sertifikat dari MUI.

Ia mengatakan vaksin yang tidak memiliki sertifikat halal bukan berarti statusnya tidak halal hanya saja belum disertifikasi.

Piprim menegaskan vaksin dapat dinyatakan haram jika terbukti dalam kandungannya ada zat yang haram.

Ia menyampaikan hingga saat ini gerakan antivaksin tetap ada dan terus melakukan kampanye secara periodik dengan menyasar di kejadian ikutan pasca imunisasi.

Ia memberi contoh misalnya ada anak usai divaksin rubella dua minggu kemudian kejang-kejang maka hal itu akan dikaitkan dengan vaksin padahal waktunya sudah lama dan tidak ada hubungan dengan vaksin.

Oleh sebab itu salah satu upaya melawan gerakan antivaksin adalah mengampanyekan bahaya suatu penyakit sehingga fokus masyarakat lebih ke penyakit.

Apa bahaya rubella masyarakat harus tahu, sehingga mereka akhirnya mau vaksin, katanya.

Ia menilai sikap anti vaksin pada dasarnya berawal dari semangat keagamaan menjaga diri dari yang haram namun keliru dalam memahami.

Kepada masyarakat yang menolak vaksin ia mengingatkan sikap tersebut kalau hanya merugikan diri sendiri tidak masalah.

Akan tetapi ketika menolak dan anaknya mendapat rubella kemudian menular kepada ibu hamil yang berujung pada kecacatan janin maka akan ikut bertanggung jawab, kata dia.

Piprim menjelaskan sistem kekebalan tubuh manusia ada dua yaitu kekebalan yang bersifat umum serta kekebalan tubuh yang bersifat khusus.

Pemberian air susu ibu, vitamin, herbal dan sejenisnya hanya akan membangun sistem kekebalan tubuh yang bersifat umum.

Lebih lanjut, sistem kekebalan tubuh yang bersifat umum tersebut tidak akan mampu menangkal serangan penyakit berbahaya sehingga dibutuhkan upaya untuk mengaktifkan sistem kekebalan tubuh khusus atau disebut sel V.

Sistem kekebalan tubuh khusus yang akan menangkal penyakit berbahaya dan ini hanya dapat diaktifkan melalui pemberian vaksin.

Ia mengatakan kekebalan khusus itu hanya akan aktif jika tubuh terpapar penyakit berbahaya dan ketika penyakit itu datang kembali menyerang maka tubuh menjadi imun.

Oleh sebab itu jika ada yang menderita cacar maka dapat dipastikan tidak akan terserang lagi karena dalam tubuhnya sudah terbentuk sistem imun terhadap cacar.

Atas dasar itu vaksin dibuat dari bakteri yang telah dilemahkan dan dimasukan kedalam tubuh sehingga saat penyakit datang maka tubuh akan langsung melawan.

Menurutnya untuk menjinakkan bakteri yang telah dilemahkan dalam vaksin itu melalui penelitian ahli berkompeten dibidangnya dalam waktu yang panjang sekitar 10 sampai 15 tahun.

Karena itu dipastikan bakteri yang telah dijinakan dalam vaksin tersebut tidak akan membuat sakit melainkan merangsang kekebalan tubuh khusus menjadi aktif ketika terserang penyakit.

Para ahli sudah menjamin bahwa vaksin itu aman dan selama ini ada jutaan anak di dunia yang diberikan vaksin dan tidak ada yang sakit akibat vaksin malah semakin meningkat kekebalan tubuhnya.

Ia memandang menolak vaksin sama artinya akan membiarkan wabah penyakit berkembang karena kurangnya ilmu dan pengetahuan yang dimiliki sehingga menyebabkan jatuhnya korban jiwa yang seharusnya dapat dihindari.