Tarik ulur pengesahan perda kawasan tanpa rokok

id kawasan tanpa rokok

Tarik ulur pengesahan perda kawasan tanpa rokok

Ilustrasi ruang khusus perokok. (ANTARA)

Salah satu yang menjadi poin krusial adalah pelarangan iklan rokok secara total di ruang publik, semangatnya kan untuk melindungi masyarakat dan pelajar dari bahaya rokok
Pada Kamis (31/5) pagi suasana di Masjid Babussalam, Sawahan, Padang, Sumatera Barat lebih semarak dibandingkan dengan hari sebelumnya.

Ratusan pelajar peserta Pesantren Ramadhan di masjid tersebut terlihat ceria dan antusias karena hari itu mereka akan menyaksikan pertunjukan wayang yang dimainkan oleh pembaharu muda Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) Warrior dalam rangka memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia.

Peringatan tersebut digelar oleh LSM Ruandu Foundation bersama sejumlah organisasi anak, yaitu Gerakan Muda Kota Padang Tolak Jadi Target, Forum Anak Sumbar, Forum Anak Kota Padang, Forum Anak Fatigo, dan Youth Generation on Tobacco Control.

Saat yang dinanti pun tiba. Pertunjukan wayang dimulai dengan mengambil kisah tentang perjuangan mewujudkan Padang terbebas dari iklan rokok.

Dalam pertunjukan mengisahkan perjuangan para warrior melawan monster bernama nikotin yang berupaya merusak udara bersih.

Akhirnya monster nikotin berhasil ditaklukan para warrior dengan bantuan naskah suci, yaitu Perda Kawasan Tanpa Rokok.

Pertunjukan dibawakan oleh dua dalang. Mereka menghadirkan pementasan itu dengan dialog yang lucu sehingga membuat para pelajar tertawa dan terhibur.

Pesan yang dibawa dari kisah tersebut adalah harapan Perda Kawasan Tanpa Rokok segera disetujui oleh DPRD Padang.

Usai pertunjukan para pelajar pun beramai-ramai membubuhkan tanda tangan di spanduk sebagai bentuk dukungan agar DPRD Padang segera mengesahkan Perda Kawasan Tanpa Rokok.

Perda yang sudah dibahas sejak 2017, gagal disetujui karena pada paripurna pengesahan yang digelar 27 Desember 2017 mengalami jalan buntu.

Ketika itu dari sembilan fraksi yang ada, tujuh fraksi menolak disahkanya Perda Kawasan Tanpa Rokok dan hanya dua fraksi yang menyetujui.

Sebanyak tujuh fraksi yang menolak, antara lain Golkar, Demokrat, PPP, PDI-Perjuangan, Nasdem, Gerindra, dan Hanura, sedangkan fraksi yang menerima, yaitu PAN dan PKS.

Akibatnya pengambilan putusan harus ditunda sampai waktu yang belum ditentukan sembari menunggu jadwal dari Badan Musyawarah DPRD setempat.

Perda Kawasan Tanpa Rokok di Padang sudah hadir sejak 2012 dan membuahkan tujuh kawasan yang dilarang merokok.

Pada 2017 Pemkot Padang berinisiatif merevisi Perda Kawasan Tanpa Rokok dengan memasukan pasal pelarangan iklan rokok di ruang publik.

Untuk itu, telah dibentuk panitia khusus yang bertugas menghimpun masukan dari berbagai pihak hingga menggelar studi banding ke daerah yang telah menerapkan aturan tersebut.

Revisi tersebut bertujuan melindungi masyarakat dan meningkatkan kualitas kesehatan warga Padang.

Salah satu poin yang diatur dalam perda tersebut adalah pelarangan iklan rokok di ruang publik, termasuk aktivitas "sales promotion girl".

Ternyata pelarangan iklan rokok tersebut menuai pro dan kontra karena ada sejumlah pihak yang terkena imbas seperti para pengusaha periklanan yang terancam kehilangan pendapatan dari jenis usaha tersebut.

Tidak hanya itu. Dari sisi pendapatan asli daerah Kota Padang juga akan berkurang karena salah satu sumber pemasukan adalah pajak iklan rokok yang terpasang lewat baliho, bilboard, hingga videotron.

Salah seorang FCTC Warrior Padang Aufa berharap DPRD Padang segera mengesahkan Perda Kawasan Tanpa Rokok sehingga kotanya terbebas dari iklan, promosi, dan sponsor rokok.

"Dengan demikian akan lahir generasi muda yang sehat dan berkualitas untuk menjadi calon pemimpin masa depan," katanya.

Anggota Pansus Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok DPRD Padang Muharlion menyampaikan penetapan ranperda tersebut hingga saat ini masih menunggu penjadwalan ulang.

Terjadinya jalan buntu dalam penetapan ranperda tersebut, karena belum ada titik temu antara fraksi yang sepakat dan yang menolak.

"Salah satu yang menjadi poin krusial adalah pelarangan iklan rokok secara total di ruang publik, semangatnya kan untuk melindungi masyarakat dan pelajar dari bahaya rokok," katanya.

Akan tetapi ia menghormati pihak yang belum menyetujui dan jika tidak ada titik temu juga pada akhirnya dimungkinkan dilakukan mekanisme pengambilan suara terbanyak.

Ia menyampaikan perda yang sedang dirancang bukan untuk membatasi orang merokok karena hal itu jelas tidak mungkin dilakukan.

"Yang ingin diatur itu adalah kawasan dilarang merokok, beberapa tempat, seperti sekolah, tempat ibadah, kantor, dan lainnya adalah wilayah yang harus dilarang sebagai tempat untuk merokok," katanya.

Dalam merancang perda, sudah digelar rapat dengar pendapat dengan berbagai pemangku kepentingan mulai dari pengusaha iklan, Dinas Kesehatan, hingga studi banding ke daerah yang telah menerapkan pelarangan iklan rokok.

Terkait dengan konsekuensi berkurangnya pendapatan Kota Padang akibat pelarangan iklan itu, Badan Pendapatan Daerah Kota Padang memastikan akan ada pengurangan penerimaan pajak dari reklame rokok sekitar Rp2 miliar hingga Rp3 miliar per tahun.

"Pendapatan pasti berkurang sekitar 30 persen dari total penerimaan namun hal itu bisa ditutupi dari iklan lain," kata Kepala Bidang Penagihan dan Pemeriksaaan Bapenda Padang Budi Payan.

Menurut dia, belajar dari Bogor yang telah memberlakukan pelarangan iklan rokok di media luar ruangan pada awalnya memang banyak titik iklan yang kosong namun lama-lama akan terisi.

"Jadi kekhawatiran hilangnya pendapatan bisa diatasi dari iklan lain, apalagi saat ini sedang gencarnya produk telepon seluler," katanya.

Dampak Iklan

Lembaga Swadaya Masyarakat Ruandu Foundation yang fokus mengampanyekan pelarangan iklan rokok menilai materi yang ditayangkan dalam berbagai iklan rokok saat ini di ruang publik hingga media bertujuan menyasar pelanggan baru, khususnya remaja.

"Dalam iklannya rokok digambarkan sebagai produk yang normal, padahal rokok adalah barang abnormal karena mengandung banyak zat berbahaya bagi kesehatan," kata Ketua Ruandu Foundation Muharman.

Pada era digital saat ini, negara-negara maju tidak lagi mengkaji rokok dari segi kesehatan saja tetapi juga meneliti apa strategi yang dilakukan produsen dalam menjaring perokok pemula sebagai pelanggan tetap mereka.

"Jelas upaya tersebut melalui iklan, promosi, dan 'sponsorship' rokok, tujuan dari iklan rokok adalah untuk menawarkan dan mendapatkan pelanggan baru," katanya.

Menurut dia, hal itu terlihat jelas karena materi iklan rokok membawa kesan gaul, keren, dan 'sporty'.

Berdasarkan penelitian Komnas Perlindungan Anak pada 2012, ternyata 99,6 persen remaja terpapar iklan rokok luar ruang.

Ia menyampaikan dalam teori komunikasi cara produsen rokok beriklan menggunakan teori "subliminal message", yaitu memberikan pesan ke alam bawah sadar dengan menampilkan tokoh anak muda, gaya hidup "sporty", dan objek yang disukai remaja dengan desain sedemikian rupa untuk melewati batas normal persepsi.

Kemudian iklan tersebut dipasang ditempat strategis, terutama tempat berkumpul anak-anak muda, seperti sekolah, tempat bermain anak, kawasan wisata daerah, dan kawasan olahraga daerah.

Oleh sebab itu, pihaknya mendukung Perda Kawasan Tanpa Rokok untuk melarang iklan promosi dan sponsor rokok di Kota Padang sebagai upaya melindungi generasi muda dari bahaya rokok.

Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) mengingatkan hingga saat ini rokok merupakan produk legal dan yang perlu dilakukan adalah melokalisasi kawasan merokok.

"Kami mengapresiasi dan mendukung perda ini, AMTI tidak antiregulasi, justru dengan regulasi kami ada kepastian hukum sekaligus kepastian usaha," kata Ketua AMTI Budidoyo.

Ia melihat perda ini semangatnya baik untuk menghormati orang yang tidak merokok, namun pada sisi lain ia menyarankan agar juga dilakukan edukasi kepada pelajar supaya tidak merokok.

Saat ini, ada enam juta orang yang bergantung hidup dari industri rokok dan ratusan triliun rupiah yang disumbangkan ke negara dalam bentuk cukai.

Sejalan dengan itu, Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P31) Sumbar menyampaikan bahwa saat ini ada 200 perusahaan yang mengantungkan nasib pada iklan luar ruangan, termasuk tentang rokok.

Pengurus P3I Sumbar Adek menyatakan bahwa secara prinsip, pihaknya mendukung Perda KTR namun yang perlu dilakukan adalah pembatasan iklan dan larangan merokok.

Tentunya, ketika Perda KTR disetujui diharapkan bisa mengakomodasi semua pihak untuk mewujudkan hadirnya Kota Padang yang lebih sehat dan menyelamatkan generasi muda dari dampak rokok. (*)