Jakarta, (Antaranews Sumbar) - Pengamat hukum pidana Universitas Bung Karno,Jakarta, Azmi Syahputra, menilai maraknya narkoba masuk ke Indonesia merupakan dampak sampingan atau "side effect" dari eksekusi mati yang terlalu lama sehingga tidak ada kepastian hukum.
"Hukum di Indonesia dianggap oleh para pebisnis narkoba masih flexibility," katanya kepada Antara di Jakarta, Senin.
Azmi Syahputra menambahkan negara tidak boleh abai atau dalam posisi "kedap", negara harus hadir melihat kenyataan ancaman berbahaya bagi keselamatan bangsa ini.
Di lain sisi, kelemahan regulasi hukum dan penegakan hukum di Indonesia terhadap para pengedar atau pemroduksi narkoba ini belum maksimal dan efektif, saatnya hukuman yang maksimal berupa hukuman mati dan merampas kekayaannya jika perlu diterapkan tanpa tawar.
Pemerintah terutama penegak hukum harus tegas agar terlindunginya warga negara Indonesia dari jahatnya para pebisnis narkoba. Hal ini merupakan wujud penjajahan gaya baru untuk Indonesia dengan merusak mental manusia Indonesia. Selanjutnya Azmi menegaskan untuk menangguhkan RKUHP spanjang mengenai klausula yang memberikan dispensasi bagi terpidana mati.
Dalam RKUHP , terpidana mati yang sudah menjalani hukuman 10 tahun dan berkelakuan baik, pidana mati dapat diubah menjadi hukuman 20 tahun.
"Ini menjadi celah bahaya, Indonesia akan jadi ladang bisnis segar bagi para pebisnis narkoba dengan ancaman hukuman seperti RKUHP ini sehingga pemerintah harus tegas karena kalau tidak Indonesia akan hancur dan generasi mudanya akan lemah sukanya halusinasi," paparnya.
Gencarnya serangan narkoba
Ia juga menyebutkan semakin gencarnya serangan narkoba ke Indonesia terbukti dengan semakin canggihnya modus dengan jumlah yang sangat besar (jumlahnya berton) untuk memasukkan zat yang berbahaya yang menganggu keberlangsungan bangsa ke depan.
Indonesia harus dinyatakan darurat narkoba dan seluruh elemen pemerintah harus mengambil langkah cepat tegas terarah dan konkret. Saat ini diketahui hampir semua lapisan masyarakat nyata- nyata kena dampaknya baik sebagai pemakai bahkan miris menjadi pengedar atau dijadikan wilayah Indonesia menjadi tempat produksi atau ladang bisnis.
Sebagai negara yang berdaulat dan wujud negara hukum saatnya pemerintah tegas menunjukkan sikap tanggung jawabnya untuk melindungi warga negara.
"Maka eksekusi mati harus dijalankan tidak boleh ditunda lagi karena faktanya bisnis narkoba ini banyak dijalankan dari dalam LP atau rutan oleh orang-orang yang berstatus narapidana. Posisi mereka sebagai narapidana ini dimanfaatkan oleh mafia pebisnis narkoba," katanya.
Sebelumnya, Polri bersama petugas Ditjen Bea Cukai mengungkap kapal Taiwan berbendera Singapura yang menyelundupkan 1,8 ton narkotika jenis sabu di perairan Batam, Kepulauan Riau.
Empat tersangka yang merupakan anak buah kapal (ABK) dan nakhoda ditangkap dalam kasus tersebut. Mereka adalah Tan Mai (69), Tan Yi (33), Tan Hui (43, nakhoda) dan Liu Yin Hua (63) yang merupakan WN Taiwan.
Kemudian, anggota Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Mabes Polri memeriksa Kapal "Win Long" yang diduga mengangkut sabu di Dermaga Kantor Wilayah Bea Cukai Kepulauan Riau. (*)
Pengamat menduga maraknya narkoba masuk ke Indonesia efek lamanya eksekusi mati
Hukum di Indonesia dianggap oleh para pebisnis narkoba masih flexibility