Jakarta (ANTARA News) - Hari ini adalah salah satu hari paling menentukan bagi para siswa yang ingin kuliah di universitas idaman. Perjalanan menuntut ilmu selama bertahun-tahun diuji di Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), Selasa.
Perjuangan mereka sudah dimulai sejak lama. Ada yang mati-matian mengikuti beberapa kelas tambahan, berselisih dengan orangtua soal pemilihan jurusan, sampai bekerja sementara karena tidak lulus tahun lalu. Ujian tahun ini adalah kali kedua bagi Khinasih Noerwoto (18), siswi SMAN 1 Cibitung, Bekasi, Jawa Barat.
Tahun lalu dia juga mengikuti beberapa ujian mandiri, namun semuanya gagal. Gadis yang memilih jurusan Ilmu Komunikasi di Universitas Indonesia ini menganggap ini semua berakar pada persiapan yang kurang matang.
"Saya kelas IPA, harus terjun mengerjakan tes soal IPS, selama di kelas saya sama sekali tidak pernah mempelajari materi IPS," kata siswi yang ingin berkarir di dunia televisi.
Tahun lalu mental Khinasih benar-benar diuji. Bukannya saling mendukung, teman-temannya justru membuatnya berkecil hati atas pilihan jurusan kuliah.
"Banyaknya teman sekolah yang tiba-tiba memusuhi saya untuk tidak memilih jurusan yang saya inginkan, yaitu Ilmu Komunikasi," ungkap dia.
Dia juga sering mendengar perkataan pedas orang-orang yang meragukan kemampuannya. Terbitlah rasa pesimistis di hati Khinasih. Mampukah dia lulus? Yang ditakutinya jadi kenyataan. Kegagalan itu sempat membuatnya terpuruk sampai dua bulan mengurung diri di rumah. Orangtua sempat menyuruhnya untuk kuliah di universitas swasta, namun dia menolak dan memilih untuk mencoba ujian tahun berikutnya.
"Setelah itu saya mendapatkan panggilan kerja di perusahaan," katanya.
Selama tujuh bulan dia bekerja untuk menabung biaya kuliah sembari menunggu SBMPTN tiba. Di saat teman-temannya sedang menjalani hidup sebagai mahasiswa baru, Khinasih sudah mencicipi kerasnya dunia kerja. Tujuh bulan itu memberinya pelajaran hidup yang tak tergantikan. Pengalaman itu membuatnya lebih dewasa dan menyadari hidup itu butuh perjuangan.
"Di situ saya belajar kalau terkadang materi dan praktik itu jauh berbeda." Belajar dari kesalahan, tahun ini dia menguatkan mental dan meyakinkan diri bahwa hasil terbaik akan jadi kenyataan. Seluruh pikiran negatif dan ocehan tak berguna dari orang lain dibuangnya jauh-jauh.
Annindya Azmah juga memilih jurusan kuliah yang sedikit melenceng dari apa yang dipelajarinya. Cita-cita menjadi arsitek mendorong siswa Sekolah Bogor Raya itu masuk ke kelas IPA. Namun pilihan pertamanya jatuh pada Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran. Dia ingin mendalami studi film dan televisi.
"Tapi pas sudah masuk IPA kok fisika susah banget. Lalu saat tes bakat ternyata lebih ke arah sosial, jadi saya pilih IPS," kata sulung dari dua bersaudara.
Orangtua sempat tidak setuju pada pilihannya, terutama sang ayah yang ingin ia memilih jurusan di jalur IPA.
"Sempat berantem-berantem gitu, tapi kesini-kesininya jadi kompromi saja satu sama lain." Siswi yang mengikuti kelas tambahan dan memanggil guru privat ini juga berusaha menahan keinginan untuk bersenang-senang kala senggang, setidaknya sebelum ujian.
"Enggak banyak main, energinya disimpan untuk belajar," katanya.
Bagi Alesha Zahira Khairunnisa, lulus SBMPTN merupakan tuntutan tak tertulis di keluarganya. Sebagai anak pertama dan cucu pertama, dia terbebani untuk menjadi contoh teladan bagi adik dan saudara-saudaranya yang lebih muda.
"Negeri 'harga mati' gitu, malah enggak boleh swasta," akunya.
Siswi SMA 8 Jakarta itu berharap bisa diterima di Teknik Sipil FTSL Institut Teknologi Bandung. Selain mengikuti bimbingan belajar di luar sekolah, persiapan mental juga penting bagi Alesha yang kondisi fisiknya kerap menurun akibat insomnia dan asma. Menjelang hari-H, Alesha anti begadang agar bugar keesokan harinya.
"Standby di kasur dari jam 7 malam biar jam 11 atau 12 malam sudah tidur." Arif Laksono hari ini berangkat pagi buta ke lokasi ujian. Rumahnya di Joglo, Jakarta Barat sementara tempat SBMPTN berada di Ciracas, Jakarta Timur.
"Berangkat pagi jam 5-an," kata Arif yang mengincar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Ilmu Ekonomi adalah pilihan yang datang dari hatinya. Prioritas kedua dan ketiga jatuh pada Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dan Universitas Brawijaya. Menjadi dokter bukan cita-cita Arif, melainkan keinginan dari orangtuanya.
Untuk berjaga-jaga bila kampus yang dia idam-idamkan terlepas dari tangannya, Arif sudah mengikuti beberapa tes di universitas lain. Dia sudah lolos seleksi di Yarsi, ikut tes di Universitas Tarumanagara dan akan mendaftar juga di Universitas Pelita Harapan.
"Nanti juga mau ikut SIMAK UI," imbuh siswa SMA 8 Jakarta.
Tahun ini jumlah pendaftar yang ikut serta dalam ujian masuk PTN mencapai 797.023 peserta.
Dari jumlah 797.023 peserta tersebut, sebanyak 639.049 merupakan peserta reguler dan 157.974 peserta merupakan peserta Bidikmisi. SBMPTN 2017 yang berlangsung serentak di seluruh Indonesia, Selasa, juga diikuti oleh 263 peserta berkebutuhan khusus.