Padang, (Antara) - Pengusaha dan nelayan bagan di Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), meminta pemerintah mempermudah pengurusan izin kapal dan membuat kebijakan khusus agar ada kepastian hukum untuk mereka.
"Kami berharap ada kemudahan pengurusan izin. Aturan untuk mengurus ke pusat itu memberatkan pengusaha dan nelayan," kata seorang pengusaha bagan Sumbar, Indra Dt Rajo Lelo di Padang, Rabu.
Ia menjelaskan adanya aturan kapal bagan di atas 30 Gross Ton (GT) yang harus mendapat izin dari kementerian hanya menyulitkan nelayan karena prosesnya lama sehingga nasib nelayan setempat tidak menentu.
"Harusnya izin itu kan bisa selesai di tingkat I atau II saja. Maksimalnya cukup selesai di provinsi, apalagi kapal bagan juga tidak ada di pusat," tambahnya.
Menurutnya, tidak adanya kapal bagan di pusat malah membuat pengusaha atau nelayan Sumbar menjadi tidak terlayani di sana sehingga seharusnya pemerintah daerah perlu menindaklanjuti.
Selain itu, pengurusan itu juga dipersulit dengan adanya delapan surat yang harus diurus. Padahal seharusnya bisa diselesaikan lebih mudah.
Ia menyampaikan harusnya ada kebijakan khusus terkait kapal bagan karena tidak logis jika pengurusan izinnya diserahkan ke pusat dengan biaya yang besar, sedangkan pendapatan sebagai nelayan bagan tidak menentu. Selain itu, kapal bagan juga hanya ada di Sumbar atau sangat jarang ditemukan di daerah lain.
"Jadi harusnya izin itu cukup di tingkat provinsi saja, kecuali kapal besar. Dulu kapal 60 GT ke bawah sempat jadi wacana di provinsi, namun malah berubah lagi ke kementerian," jelasnya yang juga merupakan anggota DPRD Sumbar.
Ia mengatakan sebenarnya nelayan yang ada bukannya tidak mau mengurus izin, namun memang izin itu sendiri juga tidak bisa keluar di kementerian pusat.
"Rata-rata kapal bagan di Sumbar memang di atas 30 GT yakni 35 GT, 40 GT dan 45 GT. Namun alat tangkapnya sama dengan 30 GT," sebutnya.
Besarnya kapal yang digunakan hanya karena nelayan sudah semakin jauh mencari ikan, namun masih di perairan Sumbar saja.
Untuk solusi sementara, nelayan bagan tetap melaut karena hal itu terkait mata pencaharian mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun memang secara aturan yang ada saat ini, tindakan itu salah.
Sementara Anggota Komisi IV DPR RI, Hermanto mendesak Kementerian Kelautan dan Perikanan merevisi aturan soal izin kapal terutama yang berkapasitas di atas 30 GT yang diharuskan mengurus izin ke Jakarta.
"Saya minta Menteri Susi meninjau ulang aturan tersebut karena menyulitkan nelayan, banyak yang mengeluh tidak melaut khawatir ditangkap karena tidak memiliki izin," ujarnya.
Menurutnya, kebijakan yang mengharuskan kapal diatas 30 GT mengurus izin ke Jakarta pada prinsipnya disetujui nelayan, namun fakta di lapangan prosedur mengurusnya rumit dan lama.
Ia menyampaikan akibatnya nelayan dihadapkan pada dua pilihan, kalau melaut tanpa izin ditangkap patroli, tidak melaut sama artinya tidak makan. (*)
