Desa Lumindai Harapkan Pengembangan Destinasi Pariwisata

id Desa Lumindai

Sawahlunto, (Antara) - Masyarakat Desa Lumindai Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, mengharapkan adanya upaya pemerintah untuk mengembangkan potensi bidang kepariwisataan yang ada di desa itu.

"Disamping bentang alam pegunungan yang indah, desa ini juga memiliki tradisi budaya yang unik diantaranya prosesi adat "Bakaru Nagari", sebuah tradisi yang biasa dilaksanakan masyarakat setempat sebagai sarana memanjatkan doa dan pujian kepada Tuhan Yang Maha Esa jelang memasuki hari -hari besar agama Islam," kata Kepala Desa setempat, Chairunnas, di Sawahlunto, Rabu.

Selain itu, lanjutnya, tradisi Bakaru Nagari juga dijadikan sebagai momentum untuk membahas permasalahan yang harus dipecahkan oleh kelompok masyarakat adat setempat, yang dilaksanakan di sebuah kawasan hutan daerah tersebut secara turun temurun dan diyakini sebagai tempat yang sakral dengan ditandai oleh adanya Lesung yang biasa digunakan untuk menumbuk padi selalu mengeluarkan rembesan air.

"Masyarakat adat disini secara turun temurun menamakannya dengan "Lasuang Manangih", dan sudah dijadikan sebagai simbol peringatan dari para leluhur akan pentingnya menjaga kelestarian alam dan rasa cinta damai serta saling hormat menghormati antar sesama," kata dia.

Pada pelaksanaan prosesi Bakaru Nagari, masyarakat adat setempat berkumpul di lokasi yang sakral tersebut, kegiatan dimulai dengan prosesi pidato "Pasambahan" yang dilakukan secara berbalas oleh masing -masing pemuka masyarakat desa itu, dilanjutkan dengan melakukan pembahasan terkait masalah atau kejadian yang dialami masyarakat dan diakhiri dengan melantunkan pujian kepada Sang Pencipta melalui serangkaian kalimat dzikir dan doa agar segala yang menjadi niat dilaksanakannya kegiatan tersebut mendapat keberkahan.

Dia mengatakan, meskipun tradisi tersebut sudah menjadi agenda tahunan masyarakat desa itu, namun dukungan infrastruktur menuju lokasi pelaksanaan prosesi masih sangat minim dan sulit untuk dilalui kendaraan, akibatnya tak jarang para penduduk terpaksa harus berjalan kaki menuju beberapa kilometer disetiap penyelenggaraan kegiatan tersebut demi menghindari sanksi adat bagi mereka yang tidak hadir.

Menurutnya, apabila prosesi adat tersebut dikemas dengan baik dan didukung dengan sarana prasarana yang cukup, tidak menutup kemungkinan prosesi adat khas daerah itu bisa diminati oleh para wisatawan dan menjadi agenda rutin kepariwisataan di kota itu setiap tahunnya.

"Hal itu tentu membutuhkan anggaran dan upaya promosi yang tidak sedikit dan tidak mudah, untuk itu kami meminta dukungan dari semua pihak agar bisa memikirkan secara bersama - sama terkait pelaksanaan kegiatan ini," kata dia.

Sementara itu, Kepala Seksi Pembinaan Seni Budaya dan Perfilman Dinas Pariwisata dan Kebudayaan setempat, Syukri SSn, mengatakan tradisi Bakaru Nagari tersebut sudah menjadi perhatian pihaknya dan ditampilkan pada ajang Sawahlunto Multicultural Festival (SMF) 2015.

"Pada dasarnya tradisi tersebut menarik untuk disaksikan jika dikemas dengan baik dan atraktif, disertai penampilan kesenian tradisi khas Minangkabau lainnya," kata dia.

Terkait upaya untuk menjadikan tradisi tersebut sebagai salah satu ikon wisata Kota Sawahlunto, menurutnya hal itu membutuhkan kesepakatan dari seluruh pihak terkait bersama masyarakat setempat guna mengaji lebih dalam untuk menetapkan target yang ingin dicapai.

"Hingga saat ini belum ada wacana pembahasan terkait pelaksanaan kegiatan tersebut sebagai kalender tahunan," sebutnya.

Sementara itu, salah seorang pelaku usaha sekaligus pemerhati dunia kepariwisataan di kota itu, Ardi(25), menilai ada kebimbangan dalam menetapkan arah pengembangan kota itu sebagai destinasi wisata tambang yang berbudaya oleh pihak pemerintah daerah setempat.

"Masih belum terlihat adanya sebuah konsep yang jelas antara pengembangan infrastruktur dengan pembinaan seni tradisi yang menjadi salah satu kekuatan dalam bidang pengembangan dunia kepariwisataan," kata dia.

Menurutnya, egosentris antar lembaga Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) masih kental dirasakan dan memicu tidak sejalannya sebuah kegiatan berbasis pariwisata, karena masing - masing individu pejabat tersebut lebih mementingkan pencapaian kinerja tanpa memikirkan sasaran kegiatan tersebut dapat dirasakan secara utuh oleh masyarakat disamping lemahnya daya dorong pemerintah dalam mempromosikan suatu destinasi wisata yang ada, karena lebih mengutamakan pencitraan kepala daerah dibandingkan potensi daerah itu sendiri. (*)