PPP Kubu Djan Faridz Siap Usung Incumbent

id PPP, Kubu, Djan, Faridz, Siap, Usung, Incumbent

Jakarta, (AntaraSumbar) - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Djan Faridz siap mengusung 'incumbent' dalam Pemilu Kepala Daerah pascaputusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus pasal Petahana dalam UU Pilkada.

Ketua Umum PPP Djan Faridz, dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Sabtu, mengaku akan mendukung kader partainya atau kepala daerah 'incumbent' yang memiliki kualitas untuk membangun daerahnya dan bebas dari kasus korupsi, meski harus berkoalisi dengan partai lainnya.

"Kalau calon tersebut memang terbukti sangat bagus dan tidak tersangkut kasus korupsi mengapa tidak kita dukung untuk menjadi kepala daerah kembali. Kenapa kita mesti memasung kemajuan daerah dengan mengajukan calon yang baru yang belum tentu sebagus yang sudah ada," katanya.

Ia menilai pasal tentang petahana telah memasung hak memilih dan dipilih sebagian besar masyarakat dan memaksa masyarakat memilih calon yang tidak sesuai dengan keingiannya.

"Keputusan MK sangat menggembirakan semua pihak. Bayangkan kalau anda atau saudara anda menjadi tidak bisa memilih seorang calon yang secara kualitas dan visi mambangunnya sangat bagus lantaran dia adalah keluarga gubernur, bupati atau walikota. Sedangkan calon baru belum tentu sebagus calon yang menjadi keluarga atau kerabat incumbent tersebut. Apakah ini bukan sama halnya kita memberikan calon yang tidak baik kepada masyarakat?" kata Djan.

Bagi PPP keputusan MK tersebut, memberikan angin segar kepada iklim demokrasi yang sedang dibangun di Indonesia. Penghapusan pasal tersebut bisa memunculkan calon-calon kepala daerah yang berkualitas dan mengerti betul bagaimana memimpin sebuah daerah.

"Keluarga Petahana belum tentu tidak bagus dan juga belum tentu korup. Yang terpenting masyarakat bisa menilai siapa calon yang layak untuk dipilih menjadi kepala daerah," tuturnya.

Djan juga menentang pandangan sebagian besar pengamat yang menyebutkan bahwa calon kepala daerah yang berasal dari keluarga 'incumbent' bisa menimbulkan politik dinasti dan cenderung melakukan korupsi sehingga merugikan masyarakat didaerah tersebut.

Anggapan itu, lanjut dia, tidak sepenuhnya bisa dibenarkan karena berdasarkan fakta yang ada bahwa banyak kepala daerah yang bukan berasal dari keluarga 'incumbent' justru banyak yang melakukan korupsi.

"Hingga akhir 2014, tercatat 325 kepala dan wakil kepala daerah, 76 anggota DPR dan DPRD, serta 19 menteri dan pejabat lembaga negara yang terjerat kasus korupsi. Sejak penerapan otonomi daerah, sekitar 70 persen dari total kepala dan wakil kepala daerah diseret ke meja hijau. Anehnya para pengamat tersebut tidak pernah menyebutkan berapa besar persentase kepala daerah non 'incumbent' atau baru menjabat?," kata Djan mempertanyakan.

Sementara menanggapi keputusan KPU yang memperbolehkan partai yang sedang bertikai untuk ikut dalam pilkada mendatang, Djan mengaku akan meminta petuah dari para ulama di PPP apakah bisa bersama dengan Romahurmuziy untuk mendukung seseorang menjadi calon kepala daerah.

"Kita ini kan mempunyai ulama. Apakah para ulama memperbolehkan dirinya tanda tangan bersama dengan Romahurmuziy untuk menentukan calon. Saya ikut keputusan Ulama karena semua itu tetunya ada pertimbangan baik dan mudhorotnya sesuai dengan hukum agama. Kita tidak mau menjadi berdosa karena mengejar kekuasaan dunia tapi mengabaikan hukum agama," paparnya.

Meski mengaku siap untuk ikut dalam pilkada serentak, namun Djan mengaku khawatir jika para ulama di PPP justru sebaliknya menganjurkan untuk tidak mengikuti proses demokrasi tersebut. Hal ini didasari adanya keyakinan bahwa para ulama tidak bisa mencampurkan antara PPP nya yang berhak dengan PPP kubu Romahurmuziy yang dianggap salah.

"Para ulama ini kan tidak terbiasa mencampurkan barang yang haq dengan barang yang bathil begitu pula dengan dalam penentuan calon kepala daerah. Para ulama PPP sulit menerima keputusan model campur sari yang dikeluarkan oleh KPU tersebut," kata Djan Faridz. (*)