Rukiyah (20) duduk sambil memperhatikan bayi yang tertidur lelap di sampingnya, Muhammad Mahin yang masih berusia empat bulan.
Seakan tidak merasakan panasnya gudang penyimpanan Pelabuhan Kuala Langsa di Kota Langsa, Aceh, berukuran sekitar 10x30 meter yang ditempati 257 orang pengungsi Rohingya, dan lalu lalang orang dengan disekitarnya.
Sudah sekitar 10 hari, gudang itu menjadi tempat tinggal mereka setelah hampir dua bulan terombang-ambing di laut, sejak mereka melarikan diri dan terusir dari negaranya Myanmar hingga akhirnya ditemukan dan diselamatkan nelayan Aceh.
Di usianya yang masih terbilang muda, Rukiyah harus terpisah dari suami dan keluarga besarnya, mengarungi lautan dengan seorang bayi yang kala itu belum lagi genap dua bulan usianya.
Terbayang betapa beratnya perjalanan dengan kapal nelayan yang kecil, dipenuhi manusia dan harus berjuang bertahan hidup meski tidak jelas nasib dan tujuannya. Beruntung akhirnya ditemukan oleh nelayan Aceh, dan akhirnya mereka bisa selamat.
Pada 10 Mei lalu gelombang pertama pengungsi Rohingya tiba di perairan Aceh Utara dan dibantu oleh nelayan setempat yang menyelamatkan mereka.
Sejak itu, gelombang kedatangan warga Rohingya dan Bangladesh terus terjadi hingga akhirnya terdata sebanyak 1.759 jiwa pengungsi ditampung di empat titik di wilayah Aceh.
Dengan rincian yaitu sebanyak 564 jiwa di Punteut Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe. Sebanyak 672 jiwa ditampung di Pelabuhan Kuala Langsa, Kota Langsa, 476 jiwa di Bireun Bayeun, Kecamatan Rantau Selamat, Kabupaten Aceh Timur, dan sebanyak 47 jiwa di gedung milik pemda Kabupaten Aceh Tamiang.
Di setiap lokasi pengungsi, selalu dipisahkan antara pengungsi Rohingya dengan Bangladesh yang seluruhnya laki-laki dewasa.
Hingga saat ini masing-masing pemerintah kabupaten/kota yang dikoordinasikan Pemprov Aceh melakukan kegiatan tanggap darurat dengan memberikan pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar mereka.
Solidaritas
Berbagai bantuan terus berdatangan dari berbagai pihak untuk warga Rohingya, mulai dari nelayan, warga sekitar, hingga lewat berbagai pengumpulan dana termasuk juga dari pemerintah.
Sudah menjadi sifat masyarakat Aceh untuk memuliakan tamu, sehingga tidak segan-segan untuk membantu seribuan warga Rohingya dan Bangladesh yang terdampar karena mereka dianggap sebagai tamu yang harus dihormati.
Sikap kepedulian masyarakat Aceh mendapat apresiasi dari Pemerintah Pusat, melalui Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa yang menyampaikan terima kasihnya atas uluran tangan masyarakat.
"Atas nama pemerintah, kami sampaikan terima kasih atas seluruh upaya, solidaritas, kesetiakawanan pemda dan masyarakat Aceh," kata Mensos dalam kunjungan kerjanya di Langsa, Minggu (24/5).
Kementerian Sosial juga menyalurkan bantuan senilai lebih dari Rp2,3 miliar untuk penanganan pengungsi Rohingya yang saat ini ditampung di empat titik di Provinsi Aceh.
"Bantuan tersebut kita saluran dalam bentuk barang," ucap Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam Kemensos Margowiyono di Kota Langsa, Minggu.
Margowiyono menjelaskan, bantuan untuk Kabupaten Aceh Timur sebanyak Rp611 juta berupa tenda gulung, matras, "family kit", "kids ware", makanan dan selimut.
Bantuan tersebut dikirim dari gudang regional Palembang, gudang pusat Bekasi, dan gudang Sumatera Utara.
Untuk Kabupaten Aceh Tamiang bantuan disalurkan sebanyak Rp171 juta dengan komponen yang sama yang diberangkatkan dari gudang regional Palembang, dan gudang pusat Bekasi.
Bantuan untuk Kota Langsa senilai Rp609 juta dari gudang regional Palembang, gudang pusat Bekasi. Untuk Aceh Utara senilai Rp931 juta dari gudang regional Palembang dan gudang pusat Bekasi.
Akar Masalah
Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan, yang menjadi akar permasalahan dari konflik Rohingya adalah masalah kewarganegaraan mereka.
"Selama etnis Rohingya ini tidak mendapat status kewarganegaraan ini menurut saya akar masalah, maka tidak akan selesai," ungkap Din saat memberi pengantar pada diskusi publik "Nestapa Kemanusiaan, Save Rohingya" di Jakarta.
Din mengatakan, kasus etnis Rohingya ini membawa nestapa bukan hanya karena keterlantaran mereka, tapi juga banyak penindasan yang mereka dapat ketika transit di Thailand.
Nestapa juga lebih dari pada itu, mereka tidak punya kewarganegaraan karena tidak ada negara yang mau mengakui mereka, baik Myanmar dan lainnya.
Menurut Din, secara historis, etnis Rohingya sudah ada di Myanmar sejak lama.
"Saya sarankan harus ada langkah internasional terutama PBB, OKI dan ASEAN untuk mendesak dan meyakinkan Myanmar untuk memberi kewarganegaraan etnis Rohingya ini," ucapnya.
Pemerintah Indonesia juga harus didesak untuk menerima dan menyantuni mereka yang terdampar di wilayah Indonesia, tuturnya.
"Ada usulan Indonesia meminjamkan pulau untuk menempatkan mereka seperti saat Indonesia menampung pengungsi Vietnam di Pulau Galang," ujar Din.
Masyarakat madani juga diminta untuk mengambil langkah-langkah melakukan apa yang bisa dibantu dan segera datang ke Aceh.
"Kepada masyarakat tidak perlu dikaitkan dengan sentimen keagamanan. Ini masalah umat manusia memang ada dimensi keagamaannya, dimensi etnik, tapi tidak perlu dikembangkan suatu masalah keagamaan dan kemudian kita bawa ke dalam negeri sehingga merusak kerukunan," jelas Din.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Slamet Effendy Yusuf juga mengatakan, pemerintah harus tegas kepada Myanmar dan menyatakan bahwa tindakan mereka terhadap etnis Rohingya tidak benar.
"Saya melihat pemerintah Indonesia dan ASEAN masih belum jelas terhadap masalah ini. Indonesia tidak pernah membuat pernyataan yang cukup jelas," kata Ketua Majelis Ulama Indonesia tersebut.
Karena itu tidak cukup Indonesia, Malaysia dan Thailand hanya memutuskan tentang mau menampung pengungsi Rohingya, tapi seharusnya memberi isyarat kepada Myanmar bahwa tindakan mereka tidak benar, baik dari sudut prinsip-prinsip penegakan HAM juga dari sistem yang dianut di kawasan ini sebagai kawasan yang harus semakin didemokratisasikan.
"Harus ada sikap dari ASEAN yang terang yang bisa ditangkap oleh Myanmar bahwa kita tidak suka dengan cara mereka melakukan satu etnis 'cleansing', pengusiran dan lainnya itu harus kita kecam. Saya kira itu yang harus kita lakukan," tandasnya.
Dia mengatakan, kalau pertemuan menteri luar negeri tiga negara yaitu Indonesia, Malaysia dan Thailand yang menyatakan akan menampung sementara, sikap seperti ini tidak beda dan kelihatan tidak memiliki wibawa sebagai suatu stabilitas ASEAN.
Penanganan
Mensos Khofifah mengatakan, Kementerian Sosial siap menampung anak-anak yatim piatu pengungsi Rohingya di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) di Bambu Apus, Jakarta.
"Kemensos punya 'safe house' di Bambu Apus, kita memberi solusi bagi anak-anak yang tidak punya kerabat lagi ditampung di sana," tutur Mensos.
Selain itu, Kementerian Sosial akan memberikan bantuan untuk menangani trauma para pengungsi Rohingya yang berada di penampungan di Provinsi Aceh.
"Kita akan berikan terapi psikologis bagi para pengungsi Rohingya dan Bangladesh yang saat ini ditampung di sejumlah lokasi di Aceh," paparnya.
Mensos menjelaskan, bantuan pemulihan trauma dilakukan dalam bentuk trauma healing dan konseling.
Sementara penanganan berbeda akan dilakukan antara pengungsi Rohingya dengan Bangladesh karena mereka memiliki motif berbeda.
Warga Rohingya lari dari negaranya karena alasan politis sehingga penanganan mereka adalah resettlement. Mereka akan ditampung selama setahun di Indonesia sambil dicari solusi yang terbaik.
Sedangkan bagi warga Bangladesh, dengan misi mereka mencari kerja yang tujuan utamanya adalah Malaysia maka treatmentnya adalah repatriasi. Hal ini sudah dikomunikasikan intensif antara Kementerian Luar Negeri dengan Dubes Bangladesh maupun kepala misi IOM, tambah Mensos.
Mensos mengatakan agar segera dilakukan verifikasi bagi pengungsi Bangladesh yang ditampung di Aceh agar bisa dipulangkan ke negaranya.
"Sebanyak 720 warga dari Bangladesh mereka perlu diverifikasi segera karena IOM sudah menyiapkan tempat untuk transit mereka sebelum dipulangkan," tambah Mensos.
Menkum dan HAM akan mempercepat menyiapkan dokumen perjalanan mereka sehingga warga Bangladesh yang terdampar bersama warga Rohingya di Aceh dan beberapa daerah lainnya bisa segera dipulangkan.
"IOM siap memfasilitasi mereka asal dokumen perjalanan mereka lengkap, maka dua atau tiga hari tiket pesawat mereka siap untuk dipulangkan," katanya, menambahkan.
Fasilitas yang disiapkan oleh IOM mulai dari membiayai pemulangan, menyediakan tempat transit, hingga tiket pesawat mereka ke negara asal. ***