Menjadi menteri, mungkin jadi cita-cita banyak orang, terutama pejabat dan politisi. Bisa dikatakan, menjadi menteri adalah capaian karir tertinggi bagi kalangan birokrat atau politisi. Bahkan, bagi politisi, ini bisa jadi tangga menuju puncak kekuasaan, menjadi Presiden.
Banyak orang mengira, menjadi menteri banyak enaknya. Fasilitas rumah ditanggung negara. Pun kendaraan dinas pun disediakan negara. Bahkan bukan kendaraan yang ecek-ecek, tapi mobil dengan merek terkenal dan dengan spesifikasi premium. Namun, banyak yang luput dari perhatian. Menjadi menteri juga bisa dikatakan berkah sekaligus musibah. Beban kerja yang berat, bisa jadi akan memicu stress. Tak hanya itu, duduk di posisi menteri pun rawan godaan. Sekali terpeleset dan tergoda, bui jadi perhentian berikutnya.
Karena itu Tjahjo Kumolo, ketika pertama diangkat jadi Menteri Dalam Negeri, salah satu tekad yang pertama ia patri, ia ingin jadi pengabdi, bukan majikan. Tjahjo sadar, Mendagri adalah salah satu posisi di kabinet yang paling banyak disorot publik. Sebab itu ia tak mau neko-neko. Tak mau diistimewakan. Ia pun memutuskan, tak selalu memakai mobil dinasnya yang super kinclong. Mantan Sekretaris Jenderal PDIP itu pun memilih mobil pribadinya, Toyota Innova yang kelasnya jelas kalah jauh dengan mobil dinas menteri yang seharusnya jadi tunggangan dia sehari-hari, yakni sedan premium Toyota Camry.
Tjahjo juga tak mau terlalu diistimewakan oleh jajarannya di Kementerian Dalam Negeri. Karena itu ia mewanti-wanti, anak buahnya tak memperlakukan dia dengan berlebihan. Pun untuk memanggilnya. Ia minta, semua pegawai kementerian jangan sungkan dengannya. Jangan panggil Pak Menteri. Panggil saja, Pak Tjahjo atau Mas Tjahjo, katanya.
Sejak mulai menjabat, hingga sekarang, Tjahjo memang langsung tancap gas. Ia lebih banyak bergerak ke lapangan, ketimbang duduk manis di belakang meja. Blusukan ke daerah-daerah pun langsung jadi menu rutin kerjanya. Dengan bersemangat, ia jalani itu. Ia sangat paham, jadi Mendagri bukan pekerjaan mudah. Mendagri adalah salah satu tangan kanan utama Presiden. Buruk kerja di Kemendagri, imbasnya akan langsung ke Presiden. Karena itu ia bertekad, kementerian yang dipimpinnya harus jadi contoh, dalam segala hal, baik dalam kinerja, kebijakan maupun saat menegakan transparansi. Pendek kata, ia ingin Kemendagri jadi kementerian yang akuntabel, bukan kementerian elitis, bermental priyayi. Apalagi, sekarang kementeriannya tengah didera cobaan, dengan ditetapkannya pejabat yang mengurus tender proyek Kartu Tanda Penduduk Elektronik, salah satu proyek jumbo dan monumental di Kemendagri.
Tugas Kemendagri memberikan pelayanan kepada masyarakat dan membangun sistem briokrasi yang lebih efektif dan efisien. Kita harusmenjadi kementerian yang memang clean and clear yang tugasnya melayani. Karena itu kebijakan itu haru hati-hati. Jangan sampai nanti muncul kesan pegawai negeri itu bermasalah hukum semua, tutur Tjahjo.
Namun Tjahjo tak menampik, bila jadi Menteri itu berat. Bahkan menyita waktu. Tapi karena ini adalah lahan pengabdian pada negara, harus dijalani dengan ikhlas, secape apapun rutinitas kerja. Ia akui, kadang badan sangat lelah, selepas kerja. Tiap hari rapat, memeriksa berkas, briefing hingga kunjungan ke daerah, menjadi menunya tiap hari. Sampai ia pun tak sadar, jika berat badannya turun drastis.
Di Kemendagri ini capek. Tiap hari rapat. Hasil yang saya dapat, yang jelas 4, 5 kilo berkurang berat badan saya. Sekarang setiap hari 50 surat lebih yang harus saya baca. Meleng sedikit bisa gawat, kata Tjahjo.
Nama Penulis : Agus Supriyatna
(Wartawan Media Cetak di Jakarta)
Alamat KTP : Jl. Haji Jian No. 22 RT/RW 004/007, Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Alamat tinggal sekarang : Perumahan Sawangan Regensi, Blok K Nomor 19, Bedahan, Sawangan, Depok, Jawa Barat
No HP : 083814705656
Email : agusupriyatna@gmail.com
Twitter : @rakeyanpalasara