Tahun 2014, Indonesia akan melaksanakan
Pemilu legislatif - memilih wakil rakyat - dan Pemilu eksekutif
- memilih presiden dan wakilnya - sebagai suatu kewajiban sebagai
negara yang mengklaim demokrasi.
Jaringan
aktivis pro demokrasi, organisasi yang berdiri di era orde baru untuk
memperjuangkan demokrasi, prihatin akan kualitas Pemilu 2014.
Dalam diskusi publik tentang "Tantangan dan Kualitas Pemilu 2014" di
Jakarta, Sekjen Prodem Andrianto mengatakan selama era reformasi,
Indonesia sudah melaksanakan tiga kali Pemilu, dua di antaranya Pemilu
pemilihan presiden dan wakilnya tahun 2004 dan 2009.
Ketiga Pemilu tersebut banyak diapresiasi dan dipuji oleh pemantau
Pemilu lokal dan asing seperti Carter Center dan Cetro namun hasil
Pemilu tetap saja terbentuk pemerintahan yang kurang amanah, tidak
jelas konsep pembangunannya, termasuk DPR dimana lembaga wakil rakyat
malah mendapatkan predikat paling korup di Asean, kata Andrianto.
Jaringan aktivis Prodem menginginkan Pemilu 2014 yang berkualitas,
tidak saja pelaksanaan Pemilu yang jujur dan adil (Jurdil), partisipasi
politik rakyat yang tinggi, tapi juga menghasilkan presiden yang amanah,
punya konsep pembangunan yang jelas, pro rakyat dan pro pertanian,
serta berhasilkan memilih wakil rakyat yang amanah dan anti korupsi,
tambah Andrianto.
Masih Prosedural
Anggota Komisi II DPR Malik Haramain (PKB), salah satu pembicara
diskusi publik itu, mengakui bahwa Pemilu yang dilakukan selama era
reformasi masih bersifat prosedural, belum Pemilu subtantif
atau berkualitas.
Walaupun pelaksanaan Pemilu banyak dinilai Jurdil oleh pemantau Pemilu
asing tapi hasil Pemilu belum berhasil menciptakan pemerintahan dan
DPR yang bersih dan anti korupsi, bahkan korupsi merajalela dari
pemerintahan pusat, pemerintah daerah hingga DPR, DPRD tingkat I dan II,
kata Malik.
"Jangan sampai pelaksanaan Pemilu hanya sekedar ada atau diadakan saja
tapi juga harus menghasilkan pemerintahan dan DPR yang amanah dan bersih
dari korupsi, " tambah dia.
Belum lama ini, wakil ketua KPK Adnan Pandu Praja mengatakan, bahwa di
kalangan Negara Asean, DPR RI merupakan organisasi paling korup
setelah Polri - karena banyak anggota DPR yang terpaksa dijebloskan ke
penjara akibat korupsi.
Ditambah
lagi penangkapan ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar karena dugaan
korupsi dalam memutuskan perselisihan Pilkada maka semakin membuat
rakyat makin pesimis dengan demokrasi, Pemilu dan pengadilan yang
menyelesaikan perselisihan Pemilu dan Pilkada.
Yang perlu dikhawatirkan adalah tingkat partisipasi politik masyarakat
yang rendah saat Pemilu akibat pemberitaan media tentang korupsi yang
dilakukan oknum DPR dan pejabat pemerintah. "Pemberitaan korupsi bisa
membangun sikap masyarakat yang apolitis ini dapat berbahaya bagi
demokrasi Indonesia," katanya.
<b>Pesta Korupsi</b>
Ketua
umum Serikat Kerakyatan Indonesia (SAKTI) Standarkia Latief, minta
kepada semua partai politik (Parpol) agar merekrut kader atau Caleg yang
benar. "Jangan merekrut pengangguran, kader yang punya catatan negatif
seperti pelaku kriminal, pengguna narkoba, atau yang biasa menggadaikan
idealism," tegas dia.
Pemerintah dan Parpol harus menjadikan Pemilu sebagai edukasi politik
masyarakat. "Dalam kampanye, Parpol sebaiknya tidak mengutamakan acara
hiburan music dan dangdutan. Sebentar-sebentar siram air. Parpol harus
mendorong para Caleg untuk berkampanye apa strategi pembangunan dan
janji-janji politik jika menang dengan alasan-alasan yang logis dan
rasional kepada massanya," tambah Standarkia.
Di
sisi lain, pemerintah telah berhasil mengurangi arak-arakan atau konvoi
dalam kampanye yang cenderung melanggar aturan lalu lintas, premanisme
dan kurang mendidik. Tapi pendidikan politik dalam kampanye juga harus
ditingkatkan lagi dengan mengurangi hiburan dan dangdutan.
Sekjen Prodem Andrianto juga menyoroti politik uang saat Pemilu. "Para
Caleg dan Capres agar tidak menggunakan politik uang dalam meraih suara
pemilih. Rakyat juga harus berani menolak suap. Jangan sampai Pemilu
menjadi pesta korupsi rakyat karena menerima suap dari semua Caleg
sehingga muncul anekdot ambil uangnya jangan pilih orangnya," katanya.
Jika
para Caleg banyak mengeluarkan dana kampanye dari kantongnya sendiri
sudah pasti mereka akan mengembalikan modalnya dengan mengkorupsi uang
APBN atau dari projek pembangunan.
"Jangan sampai Pemilu 2014 menjadi pesta korupsi rakyat dari Caleg dan
Capres dan bukan pesta demokrasi," tegas Andrianto.
Jaringan
aktivis Prodem berharap demokrasi memberikan pemerintahan yang bersih,
amanah dan sejahterakan, bukan hanya sebatas menghasilkan Pemilu yang
regular dan prosedural. (*)
Berita Terkait
Gubernur Sumbar : PPPK harus pahami UU No 5 tahun 2014
Selasa, 8 Agustus 2023 9:39 Wib
Pada 2014-2022, BPJS: biaya layanan diagnosa gagal ginjal Rp22,2 T
Rabu, 15 Februari 2023 17:23 Wib
KPK Tahan10 Anggota DPRD Jambi Periode 2014-2019
Rabu, 11 Januari 2023 12:40 Wib
Harga minyak menetap di dekat tertinggi 2014 dipicu eskalasi Rusia-Ukraina
Rabu, 23 Februari 2022 6:23 Wib
Harga minyak tembus 90 dolar AS, pertama sejak 2014 dipicu ketegangan Rusia
Kamis, 27 Januari 2022 6:00 Wib
Harga minyak menetap di tertinggi sejak 2014 karena kekurangan pasokan global
Rabu, 27 Oktober 2021 6:32 Wib
ANGGOTA DPR FRAKSI PDI PERJUANGAN
Selasa, 1 Oktober 2019 19:43 Wib
Kilas balik pelantikan anggota DPR, DPD, MPR 2014-2019
Selasa, 1 Oktober 2019 14:10 Wib