Mengurai Rupiah dalam Tumpukan Sampah Rumah Tangga

id Mengurai Rupiah dalam Tumpukan Sampah Rumah Tangga

Mengurai Rupiah dalam Tumpukan Sampah Rumah Tangga

Mina Dewi Sukmawati. (antarasumbar)

"Tempatkanlah sampah sesuai jenisnya, bukan buanglah sampah pada tempatnya," ujar seorang "Putri Sampah" Mina Dewi Sukmawati, ibu rumah tangga yang selalu antusias jika mendengar sampah.

Slogan itu selalu diusung Dewi guna menggugah masyarakat bahwa setiap jenis sampah memiliki banyak manfaat.

Ibu dua anak, pengelola Bank Sampah Limpapeh Minang, Kompleks Indah Tarok Permai 1, Rt 01 Rw VIII Kelurahan Gunuang Sarik Kecamatan Kuranji Kota Padang, Sumatera Barat ini, tak pelak telah mengundang rasa penasaran banyak orang.

Bagaimana tidak, dari sampah rumah tangga yang biasanya menimbulkan masalah bagi lingkungan, kini diurai menjadi helai rupiah demi rupiah.

Melalui alat sederhana pengurai sampah organik yang diberi nama Aerobic Composter, Dewi memiliki misi mengubah paradigma kabanyakan orang, "bahwa sampah bukanlah sampah, tapi sampah adalah rupiah."

Aerobic Composter merupakan alat sederhana pengurai sampah dapur rumah tangga menjadi pupuk organik cair, yang dibuat dari tabung air plastik berukuran tinggi satu meter dengan diameter 50 centimeter. Tabung dimodifikasi pada bagian dasar dan tengahnya sehingga terdapat dua pipa dengan ukuran dan fungsi berbeda.

Salah satu pipa pvc berukuran 3/4 inchi yang diberi lengkungan tanpa tutup, dipasang dengan jarak lima centimeter dari dasar tabung, berfungsi sebagai saluran keluar cairan hasil penguraian sampah organik.

Pipa lainnya berukuran lima inchi dipasang pada bagian tengah tabung, yang berfungsi sebagai tempat mengeluarkan sampah sisa penguraian yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai pupuk organik kering. Agar penguraian sampah belangsung lebih cepat, Dewi menggunakan pompa udara kecil dengan penggerak listrik, guna menyuplai oksigen pada tabung.

"Saya pakai pompa udara aquarium, cukup beberapa jam saja sehari dan listriknya lebih hemat," tambahnya.

Prinsip kerja alat ini sederhana sehingga untuk operasional tidak perlu menggunakan biaya besar. Bermodal tabung pengurai sampah organik dan cukup menggunakan tiga atau empat liter air bersih, yang dimasukkan dalam tabung selama sedikitnya 21 hari, maka pupuk organik cair telah dapat dipanen.

Setiap tiga liter air dapat menghasilkan sekira empat liter pupuk organik cair, bergantung banyak sampah dan waktu yang dipakai dalam proses penguraian.

Bagi yang berminat, produk unggulan dari Bank Sampah Limpapeh Minang ini dijual dengan harga Rp300 ribu untuk Aero Composter dan Rp12 ribu untuk pupuk organik cair per liternya.

Dewi menyebutkan, ide pembuatan alat penguarai sampah dapur rumah tangga itu, diperolehnya dari mantan camat Kuranji Kota Padang. Karena sebelumnya tidak ada yang berminat maka sebagai pengelola bank sampah, Dewi tertarik untuk mencoba mengembangkan alat tersebut.

Alat penghasil pupuk organik cair ini, sekarang telah menjadi perhatian Dinas Kesehatan Kota Padang. Bahkan instansi terkait di kabupaten/kota lainnya di Sumbar juga tertarik untuk mengetahui sistem kerja alat ini.

Aerobic Composter ini juga menarik perhatian Direktur Rumah Sakit Umum Aisiyah Kota Padang Dr. Hadril Busudin, Sp.S.MHA. Menurut dia, alat sederhana tersebut, dapat menjadi solusi persoalan sampah di Kota Padang.

Hadril berencana mengembangkan prinsip kerja bank sampah di panti asuhan yang di kelolanya, mulai dari keorganisasian hingga produk-produk yang dihasilkan oleh bank sampah.

"Jika setiap lingkungan RT punya bank sampah dan rumah tangga memiliki alat pengurai sampah organik, maka sudah dipastikan akan mengurangi volume sampah di daerah manapun di Sumbar," katanya.

Nasabah Cilik

Seperti namanya, Bank Sampah Limpapeh Minang memiliki sistem kerja seperti umumnya bank. Ada pengurus, nasabah, ada transaksi setor dan tarik uang, hanya saja dalam bentuk berbeda. Namun yang menarik, sejak didirikan Oktober 2011 rata-rata nasabah Bank Sampah Limpapeh Minang adalah anak-anak.

Menurut Dewi, menggugah kesadaran anak untuk mengubah sampah menjadi uang lebih mudah dibanding orang dewasa. Anak-anak tertarik dengan tawaran rupiah dari hasil sampah anorganik yang mudah ditemui di sekitarnya.

"Kita buat buku tabungan yang menarik dengan motif warna warni sehingga anak pun senang saat membawa pulang buku tabungan tersebut," kata dia.

Menurut dia, dengan membudayakan pengelohan sampah sejak dini kepada anak, akan berdampak besar di masa mendatang.

Sampah anorganik yang laku ditukarkan ke bank sampah seperti plastik dan kaleng minuman bekas, plastik makanan ringan, plastik kemasan minyak goreng, semua jenis kertas, dan semua benda berbahan plastik yang dapat didaur ulang.

"Nominal rupiah diisikan pada buku tabungan setelah sampah anorganik terjual dan kita telusuri pengepul mana yang membeli dengan harga lebih tinggi agar menguntungkan juga bagi nasabah," kata dia.

Tercatat 50 nasabah telah menabung di bank sampah tersebut. Nasabah dapat menyetor sampah setiap Selasa hingga Jumat.

Produk-produk kerajinan yang dapat dihasilkan dari bahan plastik kemasan cukup bervariasi. Mulai dari beragam variasi bunga, taplak meja, tas, bantal dan lainnya. Cukup membanggakan, tas dari plastik Bank Sampah Limpapeh Minang ini ditaksir oleh pengunjung dari Singapura dan Malaysia yang datang saat studi banding.

"Mereka bahkan pesan banyak untuk dipasarkan di sana, namun saat ini Bank Sampah terkendala dengan keterbatasan bahan," kata dia.

Dampak positif dari pengembangan bank sampah memang sangat dirasakan di lingkungan tersebut. Pada Juni 2012, Kelurahan Gunuang Sariak, Kecamatan Kuranji, memperoleh juara nasional pada lomba Lingkungan Bersih dan Sehat (LBS) setelah menyisihkan berbagai perwakilan di daerah se-Indonesia. (*/jno)