Merintis Impian di Daerah Terpencil

id Merintis Impian di Daerah Terpencil

Merintis Impian di Daerah Terpencil

ilustrasi

Impian seorang bidan PTT (pegawai tidak tetap) sebenarnya tidak muluk-muluk, yakni asa mereka memiliki status jelas (PNS) dalam mengabdikan diri untuk membantu kesehatan masyarakat.

Impian itu yang tampaknya menjadi pendorong semangat bagi para bidan PTT untuk tetap mengabdikan dirinya meskipun status mereka tidak jelas.

Bayangkan, jangankan untuk berharap bisa segera menjadi PNS, sebagian di antara bidan PTT itu ternyata tidak masuk dalam database atau basis data untuk tenaga honorer.

Padahal jika masuk dalam database maka peluang mereka lebih besar untuk menjadi PNS.

Namun, kondisi itu tidak mematahkan semangat mereka untuk mengabdi meskipun mereka bekerja pada lokasi yang jauh terpencil dengan keterbatasan berbagai prasarana dan sarana umum.

Salah satunya adalah Nuryanti, seorang bidan desa PTT yang mengabdi selama enam tahun di daerah sangat terpencil, Jorong Talantam, Nagari Ulang Aling Selatan, Kecamatan Sangir Batanghari, Solok Selatan.

"Saya sudah enam tahun menjalankan tugas melayani masyarakat Talantam dan sekitarnya. Hingga kini masih menumpang di rumah warga," tutur perempuan satu anak itu.

Dia berharap, ada rumah dinas bidan desa yang disiapkan pemerintah daerah, sehingga bisa tempat tinggal lebih nyaman bersama anggota keluarga.

Tinggal di rumah masyarakat bukan berarti tidak nyaman dan senang, tapi ruang gerak akan terbatas termasuk dalam memberi pelayanan kesehatan.

Perempuan keturunan Jawa itu, mengaku menyenangi melayani masyarakat di daerah sangat terpencil tersebut, hanya saja fasilitas dan sarana prasarana jauh dari memadai.

Melayani kesehatan masyarakat melalui transportasi sungai dengan jasa mesin tempel melintasi aliran sungai Batanghari itu.

Jika hendak menuju pusat ibukota kabupaten di Padang Aro, harus menempuh jalan tanah sekitar tujuh kilometer yang bergelombang dan melintasi hutan dan kebun rakyat.

"Kita punya kendaraan roda dua, tapi terpaksa dititipkan pada jasa penitipan kendaraan di seberang sungai Batanghari. Bayaran jasa penitipan sepeda motor Rp3.000/malam," ujarnya.

Sebab, tak mungkin kendaraan dibawa ke tempat tinggal di Jorong Talantam, menuju ke sana melalui transportasi sungai, naik mesin tempel dan jarak relatif jauh, tentu bertambah lagi ongkos.

Belum Masuk Database

Berkaitan dengan gaji pokok dan insentif, Nuryanti menyebutkan selama ini pembeyaran berjalan lancar pada tanggal 28 setiap bulannya.

Gaji pokok yang diterimanya setiap bulan sekitar Rp1,5 juta dan insentif/tunjungan dari pemerintah pusat sebesar Rp2,5 juta/bulan.

Ia mengaku tinggal di tempat tunggasnya bersama seorang putrinya dan sang suami yang punyak keterampilan bengkel. Apabila ada masyarakat yang rusak televisinya, suaminya datang ke rumah warga tersebut.

Nur panggilan akrab bidan desa itu, kini dirinya was-was, belum turun juga edaran untuk perpanjangan kontrak tahap ke tiga.

"Biasanya empat bulan menjelang akhir tahun, sudah ada edaran untuk perpanjangan kontrak bagi bidan PTT dari pemerintah pusat. Tapi, tahun ini belum kunjung datang," tuturnya.

Dirinya dan bidan PTT lainnya telah mempersiapkan berkas untuk melanjutkan perpanjangan kontrak tahap tiga, mudah-mudah berapa bulan ke depan turun edaran dari pemerintah pusat.

Mirisnya, meski sudah enam tahun bidan desa itu mengabdi melayani masyarakat di daerah sangat terpencil melawan arus deras sungai Batanghari dan lumpur dijalan tanah tersebut, ternyata masih belum masuk database.

Nur tetap optimistis, meski kontrak tahap tiga tak ada lagi, dirinya juga tak masuk database, tentu bekerja pada klinik.

Bidan PTT lainnya, Novriyunita yang bertugas di dusun/jorong Tangah, Kenagarian Ulang Aling Selatan, mengakui sudah dua tahun mengabdi dan sampai kini tempat tinggal masih menumpang.

Dirinya juga belum masuk database, hanya menunggu nasib mujur kalau nanti ada pengangkatan karena telah bertugas di daerah sangat terpencil ini.

Bidan PTT yang berada di daerah terpencil dan sangat terpencil di Solok Selatan, tak menerima tungjangan daerah.

Ketika jajaran pejabat Provinsi Sumbar dan Pemkab Solok Selatan dipimpim Wakil Gubernur Sumbar, Muslim Kasim bersama Bupati Muzni Zakaria berkunjung ke daerah sangat terpencil itu, sejumlah bidan desa itu sempat menyampaikan keluhan.

Aspirasi disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Sumbar, Rosnini Savitri didampingi Kadinkes Solok Selatan Novirman, yakni berkaitan dengan belum adanya rumah bidan dan perpanjangan kontrak gelombang ketika.

Puskel Terapung

Solok Selatan merupakan satu dari delapan daerah tertinggal di Provinsi Sumatera Barat. Upaya memberikan pelayanan kesehatan untuk masyarakat dipingiran menjadi titik perhatian.

Kepala Dinas Kesehatan Solok Selatan, Novirman mengatakan, seluruh bidan PTT di daerah itu, sedikitnya 175 orang ditempatkan di daerah biasa, daerah tertinggal dan daerah sangat tertinggal.

Selain itu, enam orang perawan PTT dan tujuh orang dokter PTT, ke depan direncakan diberi insentif yang bersumber dari APBD kabupaten.

Pemkab Solok Selatan, selain mengandalakan bidan PTT, juga melengkapi sarana prasana pendukung seperti Puskesmas Keliling (Puskel) terampung.

Dua Puskel terapung mobile di aliran sungai Batanghari, guna melayani sedikitnya 6.700 jiwa penduduk di Nagari Ulang Aling Selatan, Ulang Aling Tengah dan Ulang Aling Utara.

"Ke depan, farmasi untuk CPNSD bidang kesehatan akan diarahkan untuk daerah sangat terpencil. Selama ini, ada pegawai ditempatkan di sana setelah diterima, banyak pula yang pindah dengan alasan ikut suami," ujarnya.

Bupati Solok Selatan, Muzni Zakaria mengatakan, pihaknya terus berupaya memperhatikan kesehatan masyarakat di daerah terpencil atau perbatasan.

Salah satunya meningkatkan pembangunan sejumlah puskesmas dan meningkatan status puskesmas pembantu menjadi puskesmas induk atau perawatan.

Selain itu, memberi asuransi kesehatan terhadap masyarakat melalui program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dan Jamkesmas serta sejumlah program kesehatan dari pemerintah pusat.

Saat ini jumlah penduduk di Solok Selatan tercatat sekitar 64 persen lebih terlayani asuransi kesehatan, baik Jamkesmas dan Jamkesda.

Peningkatan status puskesmas agar bisa difungsikan sebagai tempat pemeriksaan masyarakat, sekaligus menjadi tempat perawatan jalan dan rawat inap.

Dalam pelayanan tak cukup mengandalkan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) saja, karena sulit dijangkau masyarakat yang berada di daerah pinggiran.

Selain jarak jarak yang jauh dan infrastruktur jalan masih banyak yang belum memadai serta terbatasnya akses transportasi menuju RSUD di Muaro Labuh.

Peningkatan dilakukan di antaranya Puskesmas Abai, Kecamatan Sangir Batang Hari, menambah ruang dan fasilitas lainnya dengan menggunakan dana APBD senilai Rp800 juta.

Menurut dia, idealnya setiap kecamatan mesti ada dua unit puskesmas, makanya ke depannya akan terus diprogramkan membangunnya.

Puskesmas yang ada di Kabupaten Solok Selatan saat ini belum mampu melayani seluruh masyarakat, karena jumlah penduduk banyak dan sebarannya terpencar serta wilayah cukup luas.

"Kini jumlah Puskesmas di Kabupaten Solok Selatan masih berjumlah delapan unit, tiga di antaranya puskesmas rawat inap, yakni Puskesmas Abai, Lubuk Gadang, dan Bidak Alam. Ditambah dua puskel," katanya.

Wakil Gubernur Sumatera Barat Muslim Kasim usai meresmikan Puskesmas Abai, memberi apresiasi terhadap upaya Pemkab Solok Selatan dalam meningkatkan kesehatan masyarakat setempat.

Ia menilai, Solok Selatan sebagai daerah yang fokus dan serius memberikan layanan kesehatan terlihat pada realisasi Jamkesmas dan Jamkesda sudah mencapai 64 persen.

Sementara itu, dilihat pada laporan kabupaten/kota lainnya di Sumbar, masih rata-rata masih 35 persen realisasi jaminan kesehatan untuk masyarakatnya.

Menurut dia, peningkatan program layanan kesehatan mesti menjadi fokus pemerintah kabupaten/kota, karena untuk meningkatkan tarap kehidupan masyarakat di berbagai bidang.

Sebaliknya, tak akan aktivitas yang bernilai dapat dilakukan masyarakat kalau selalu dalam keadaan keadaan sakit, meskipun ekonomi relatif baik.

Dapat dicontohkan bidang pendidikan, apabila anak-anak kurang gizi atau sering sakit, seperti apa generasi masa depan negara ini.

"Makanya harus digalakkan program kesehatan mulai dari sejak usia dini, sehingga dapat mencetak generasi yang berkualitas di masa depan," ujarnya.

Harapan Wakil Gubernur Sumatera Barat Muslim Kasim tampaknya bisa terwujud jika program-program pendukung juga berjalan baik, misalnya nasib para bidan PPT di daerah sangat terpencil lebih diperhatikan, sebut saja seperti Nuryanti.

Padahal, tidak semua orang bersedia di daerah sangat terpencil namun di balik pengabdian mereka itu belum terlihat ada perhatian serius dari pemerintah, misalnya memberikan tunjungan daerah, dan segera melakukan investarisasi agar mereka masuk dalam database (tenaga honorer yang belum diangkat).

Termasuk segera menyeleksi untuk CPNS mereka yang sudah masuk dalam database, seperti "Nuryanti-Nuryanti lainnya" yang merintis impian untuk menjadi PNS dengan bersedia mengabdi di daerah terpencil. (*/wij)