Payo Kini Jadi Sentra Produk Jagung Hibrida

id Payo Kini Jadi Sentra Produk Jagung Hibrida

Padang, (ANTARA) - Apa yang bisa dihasilkan dari sebonggol jagung hibrida? Mungkin tak banyak. Namun akan berbeda jika bonggol jagung itu mencapai ribuan ton.

Di daerah Payo, Kelurahan Tanah Garam, Kecamatan Lubuk Sikarah, Kota Solok, Sumatera Barat jagung hibrida sudah menjadi sesuatu yang luar biasa, yang telah mengubah daerah itu menjadi sentra produk jagung hibrida di provinsi itu.

Atas kerja sama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dan PT Citra Nusantara Mandiri (CNM) Solok dengan memberdayakan petani sejak lima tahun lalu, unit kerajinan petani jagung hibrida di daerah Payo meningkat dari belasan unit menjadi 107 unit dengan luas lahan pertanian 97,6 hektare.

Sekarang kampung Payo sudah menjadi Kampoeng BNI, setelah Menteri Pertanian Suswono meresmikan kampung itu menjadi salah satu kampung penghasil jagung hibrida di Sumatera Barat.

Suswono sendiri cukup terkagum dengan perkembangan kampung Payo. Betapa tidak, dari pemikiran seorang warganya, Haji Sukri, daerah itu menemukan varietas baru jagung hibrida.

Pemikirannya telah mengubah kampung yang petaninya dulu hanya menanam kunyit, jahe dan sayuran menjadi sentra bibit jagung hibrida untuk diproduksi dan distribusikan hampir ke seluruh wilayah Indonesia.

"Di sini ada orang unik. Tiap pergantian menteri pertanian mampu menghasilkan varietas baru jagung hibrida. Luar biasa!" ujar Suswono pada peresmian program Kampoeng BNI Sentra Produk Jagung Hibrida di daerah yang berjarak sekitar 70 kilometer dari Kota Padang itu, Jumat (16/12).

Menurut menteri, jagung banyak manfaatnya. Produksi jagung saat ini masih belum mencukupi kebutuhan produk bahan baku jagung, termasuk untuk bahan pakan ternak. Dibutuhkan tambahan produksi lagi, katanya.

Dari data BPS tahun 2010, lanjut Mentan, produksi jagung di Indonesia sekitar 17,9 juta ton. Jumlah itu masih kurang dibanding kebutuhan nasional.

"Untuk mengatasi kekurangan itu, pemerintah terpaksa mengimpor jagung dua juta ton lebih. Padahal, akan dapat diatasi jika petani memanfaatkan kekurangan itu dengan menanam jagung," katanya.

Kampoeng BNI digagas atas kerja sama PT BNI dengan PT Citra Nusantara Mandiri (CNM) Solok, dengan menerapkan pembinaan langsung kepada unit kerajinan petani.

BNI memberi dukungan dari segi permodalan dan kemudahan sarana prasarana, sementara PT CNM memberi pinjaman benih kepada petani, yang pembayarannya dilakukan setelah jagung dipanen.

"PT BNI telah menyalurkan fasilitas pembiayaan berupa kredit kemitraan sebesar Rp 1,1 miliar kepada 107 unit kerajinan petani dengan luas lahan pertanian jagung 97,6 hektare," kata Direktur Utama PT BNI (Persero) Tbk Gatot M Suwondo pada peresmian itu.

Penyaluran kredit program kemitraan melalui kelompok usaha seperti ini, menurut dia, memiliki banyak kelebihan dan keunggulan, di antaranya lebih efektif dalam penyaluran dan lebih mudah dalam pengawasan.

"Selain itu, kita lebih mudah memberi pembinaan kepada unit kerajinan petani," katanya.

Program Kampoeng BNI Sentra Produk Jagung Hibrida di Payo, menurut dia, merupakan Kampoeng BNI dalam pengembangan dan pembinaan petani jagung yang kedua setelah Kampoeng BNI di Ciamis, Jawa Barat.

Bukan Jagung Biasa

Bukan jagung biasa. Itulah agaknya yang tengah dilakukan Haji Sukri, Direktur PT CNM Solok.

Di tangannya, jagung bukan sekadar menjadi bahan konsumsi dan bahan pakan ternak saja. Sejak tahun 90-an, ia telah berusaha menciptakan varietas baru jagung hibrida. Pada 1999, varietas baru jagung hibrida yang ditemukannya telah memenuhi persyaratan.

"Pada 2000 varietas baru itu disetujui pemerintah," katanya.

Ia mengungkapkan, dengan meminta permodalan dari BNI ia mendirikan sebuah pabrik benih jagung hibrida. Pada 2001 pemesanan benih jagung hibrida telah mencapai 105 ton, dan terus mengalami peningkatan pada 2005 menjadi 1.360 ton yang didistribusikan ke luar Sumbar mulai dari Aceh hingga Sulawesi.

Pada tahun itu juga Haji Sukri kembali berhasil menemukan dua varietas baru, yakni N35 dan NT10. Kini luas lahan jagung hibrida di Payo telah mencapai 180 hektare. Benih varietas baru itu juga telah didistribusikan hingga 3.250 ton ke sebagian besar daerah di Indonesia.

Dari ladang hingga pabrik jagung, kata Sukri, ratusan tenaga kerja telah diserap. Ia tidak memilih untuk menggunakan mesin pemipil jagung. Ia lebih memilih menggunakan alat sederhana dengan memanfaatkan sebanyak-banyaknya tenaga kerja yang berasal dari masyarakat sekitar.

"Hingga 2011 telah ribuan orang terlibat dari ladang hingga pabrik," katanya.

Kerajinan Bonggol Jagung

Petani jagung dan masyarakat Payo akan semakin kaya dengan kreatifitas. Setelah jagung dipanen dan pipilan jagung diolah di pabrik, maka sisanya tidak dibuang percuma.

Hampir sebagian besar tanaman jagung dijadikan pupuk kompos dan sebagian kecil dijadikan pakan ternak.

Namun, kali ini sisa tanaman jagung itu akan "disulap" menjadi berbagai jenis kerajinan mulai dari bunga hias, tas, kap lampu, partisi ruangan, nampan kue dan lainnya.

Melalui tangan Eddie Bonggol Jagung dan Rin Suteja (sepasang istri dan suami, kreator bonggol jagung dari Bali), petani dan masyarakat Payo akan mengolah bonggol jagung menjadi kerajinan bernilai ekonomi tinggi.

"Petani dan masyarakat Payo sangat bersemangat mengikuti pelatihan kerajinan bonggol jagung, dan saya yakin masyarakat Payo akan semakin kaya dengan kreasi," kata Eddie.

Selama dua hari, 50 petani dan masyarakat Payo dilatih membuat berbagai kerajinan berbahan dasar bonggol, daun dan batang jagung.

Peserta pelatihan itu, menurut Eddie, sangat antusias. Mereka memiliki bakat luar biasa. Mereka bisa mengkreasikan bonggol jagung hingga menjadi kerajinan bernilai ekonomi tinggi.

"Prospek kerajinan ini sangat bagus. Peluang pasar terbuka lebar. Pasar Eropa dan Asia sangat tertarik pada karya ini," katanya.

Eddie menambahkan, produk kerajinan dari bonggol jagung yang sudah dihasilkannya telah merambah hingga ke Belanda, Prancis dan Belgia. Sementara untuk pasar Asia seperti Singapura, Malaysia dan Jepang.

Ia menyebutkan, hampir rata-rata petani jagung di Indonesia belum memanfaatkan peluang kerajinan dari bonggol jagung. Paling banyak hanya 20 hingga 30 persen petani yang mau memanfaatkan bonggol jagung untuk dijadikan kerajinan.

"Memang prospek bisnis kerajinan ini terbuka luas, dan sangat rugi jika petani jagung tidak memanfaatkan peluang ini," tambah Rin Sutedja.

Ia menyebutkan, kerajinan itu dapat dikreasikan masyarakat hingga mencirikan kekhasan daerahnya, misalnya membuat Rumah Gadang dan lainnya. (*)