Bukit yang Rengkah Mengancam Nyawa

id Bukit yang Rengkah Mengancam Nyawa

Bukit yang Rengkah Mengancam Nyawa

Sebuah bekas longsor dibebukitan Padang Pariaman

Hujan deras masih terus menggerus tanah dari tebing perbukitan, pohon pun tumbang tercerabut sampai ke akar-akarnya. "Longsor...longsor.. longsor...". Itulah sepenggal kata yang kerab terdengar dari warga Nagari Sikucur, Kecamatan V Kampung Dalam, Padang Pariaman yang tinggal di sekitar lereng perbukitan di Kabupaten Padang Pariaman.Pada hari Jumat (26/3), antara-sumbar.com mengunjungi lima korong (desa) terisolir di nagari yang terletak di pinggiran Kabupaten Padang Pariaman itu. Antara-sumbar.com ingin melihat langsung lokasi yang menewaskan satu orang karena tertimbun longsor, dan menyebabkan jalan menuju nagari itu terputus dengan dunia luar. Sulitnya menuju daerah ini menyebabkan perjalanan memakan waktu lama. Namun jalur paling cepat yang bisa dilewati menuju lokasi adalah dengan melintas di atas longsoran yang terdiri dari onggokan tanah bercampur batu dan pepohonan yang tumbang.Untung perjalanan antara-sumbar.com ini didampingi rekan seprofesi wartawan lainnya, A. Lubis dan Kabag Humas dan Protokol Pemkab Padang Pariaman, Anesa Satria. Dengan pakaian safari lengkap bersepatu kulit, Anesa nekat menempuh perjalanan tanpa bertukar pakaian. Kami sebagai pendatang pertama yang melewati longsoran, sehingga harus menempuh jarak sekitar 75 meter medan yang penuh patahan pohon ketaping dan lumpur paling dalam mencapai paha orang dewasa, sementara bekas reruntuhan tanah di atas kami masih menganga dengan akar-akar pohon menjulur-julur. Langit mendung makin membuat nyali ciut.Belum sampai lima meter berjalan kaki, A. Lubis seorang jurnalis dari sebuah media cetak di Kota Padang kakinya terperangkap dalam endapan lumpur. Dia harus memakai sepatu ketsnya meski sempat diguyur hujan dalam perjalanan. Ketika melewati perjalanan berat, akhirnya tiba juga giliran antara-sumbar.com terjebak endapan lumpur lunak sedalam paha menjelang sampai ke jalan bebas longsor. Hanya batang-batang bekas patahan pohonlah yang dapat menjadi pijakan agar tidak terendam lumpur. Pertolongan sebatang kayu pohon pun sangat berarti ketika terjebak untuk membebaskan kaki dari endapan lumpur.Menjelang sampai ke lokasi, medan yang ditempuh tidak lagi ada longsoran, namun jalan mendaki agak curam, demikian pula saat menurunnya. Perjalanan pulang pergi ditaksir sejauh kurang lebih dua kilometer dengan berjalan kaki, jalur pulang kami tempuh dengan jalan lain yakni lewat pematang sawah yang begitu licin.Memang, kawasan di Nagari Sikucur, Kecamatan V Kampung Dalam, Padang Pariaman itu adalah kawasan bebukitan. Bahkan rumah warga yang menjadi korban longsor di Korong Lansano, tepat berada di bawah tebing setinggi 10 meter. Geografis yang demikian membuat warga sudah terbiasa dan pasrah, seperti yang dirasakan Nuraini (50), korban yang tewas terhimpit material longsor di dapur rumahnya.Menurut sepupu korban, Yet (35), rumah korban sebenarnya sudah tiga kali ditimpa longsoran tebing di belakang rumahnya. Namun kejadian tersebut tidak membuat Nuraini jera, ia bersama suaminya terus memperbaiki rumah yang jebol akibat longsor, terutama di dapur."Malam itu, korban sudah memperingati anaknya agar jangan pergi ke belakang, sebab hujan yang mengguyur tidak kunjung berhenti. Tiba-tiba saat korban berganti pakaian di dapur, longsor pun terjadi hingga menembus dinding dapur," lirihnya. Ini memang bukan longsor pertama kali. Sejak gempa 7,9 skala richter mengguncang Padang Pariaman 30 September 2009 lalu, tercatat sudah lebih dari 10 kali kejadian longsor yang menimbulkan kerugian materil dan korban jiwa di nagari itu. Data Satlak Penanggulangan Bencana (PB) Padang Pariaman, daerah rawan longsor dijumpai di daerah-daerah yang memiliki lereng lebih dari 45 persen dengan tekstur tanah berpasir, galir dan patahan, seperti Kecamatan Sungai Geringging, 2 x 11 Enam Lingkung, Batang Gasan, V Koto Kampung Dalam, Patamuan, V Koto Timur, dan Kecamatan Sungai Limau serta IV Koto Aur Malintang. Daerah tersebut berada di bagian Utara Padang Pariaman.Potensi longsor dapat juga disebabkan lapisan kedap air yang dapat menjadi longsoran. Namun, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Padang Pariaman, Joni Rinaldi, ST, mengakui, longsor belakangan yang terjadi akibat intensitas hujan yang tinggi ditambah kondisi tanah yang sudah rengkah."Guncangan gempa telah menimbulkan rengkahan di beberapa titik bukit yang ada di Kabupaten Padang Pariaman, sehingga tanah-tanah bukit pun menjadi labil dan gampang jatuh bila terdorong oleh intensitas air yang cukup besar," ungkapnya. Selain itu, sampai saat ini sudah banyak titik-titik yang dapat berpeluang terjadinya longsor dan dapat membahayakan warga kapan saja.Untuk itu pemerintah daerah terus mengimbau warga agar lebih meningkatkan kewaspadaannya bila berada dan melintasi daerah perbukitan, karena sewaktu-waktu longsor bisa saja terjadi tanpa diduga-duga kedatangannya.Kewaspadaaan tersebut bertambah dengan pernyataan Kabag Humas, Anesa Satria, bahwa sebanyak 70 juta meter kubik tanah di Sumatera Barat berpotensi longsor berdasarkan penelitian sampel tanah yang dilakukan Japan International Coorporation Agency (JICA). Potensi itu paling besar berada di Padang Pariaman dan Agam."Peneliti Japan International Coorporation Agency (JICA), Tosho Yasu Ueno dan Hitosi Baba,Phd menyebutkan dalam hasil presentasinya, bahwa masih banyak titik rawan longsor di Padang Pariaman dan Kabupaten Agam," papar Anesa Satria.Bagian hulu atau daerah yang dilewati aliran Sungai Batang Nareh dan Batang Mangor di Kabupaten Padang Pariaman dinyatakan rawan longsor, selain sejumlah kecamatan yang disebutkan sebelumnya. Wilayah longsor harus diwaspadai di bagian hilir, juga harus diwaspadai adanya kemungkinan aliran sedimen dan banjir. Dengan adanya hasil penelitian tersebut, kata Anesa, Pemkab Padang Pariaman kini telah melakukan pemetaan daerah yang rawan longsor, untuk menentukan di mana daerah yang masyarakatnya harus direlokasi. Selain itu, Pemkab juga akan mengintensifkan simulasi bencana, juga meningkatkan spesifikasi jalur evakuasi, apalagi kini BPBD sudah terbentuk.Tapi apakah mungkin, relokasi warga yang tinggal di daerah longsor akan tercapai? Betapa dan berapa banyak warga yang harus direlokasi, sedangkan wilayah rawan hampir mencapai 30 persen dari luas kabupaten? Karena tanah rengkah itu, longsor di Padang Pariaman tidak hanya menjadi bencana tahunan atau sepersekian tahunan yang berulang, namun terus terjadi bila saja hujan terus-menerus. Sejarah longsor terbesar di Padang Pariaman tercatat pada tahun 1983 dan tahun 2007 yang menewaskan 13 orang. Bayangkan, jauhnya jarak tahun terjadinya longsor. Ah, gejolak batin seperti apakah yang dirasakan orang-orang di sini, di wilayah yang sebenarnya indah dengan nuansa perbukitan dan udara sejuk serta ratap seseorang yang acap kali kehilangan orang-orang terdekat mereka. Namun kini hanya tercium bau lumpur yang anyir, yang masih tertinggal di celana dan sepatu bots. Sebelum benar-benar meninggalkan Korong Lansano, antara-sumbar.com sempat menatap panjang lanskap alam yang terbentang dipenuhi rimbun kelapa. Di bawahnya pesawahan menguning didampingi sungai yang mengalirkan air pegunungan. Dan tentunya, bebukit berjenjang yang kini lebih tampak mengerikan. (***)