Idamkan Kehadiran Bapak Asuh

id Idamkan Kehadiran Bapak Asuh

Bapak asuh menjadi idaman pengrajin rotan di Solok Selatan, Sumatera Barat (Sumbar). Mereka tidak saja terkendala permodalan, pemasaran, dan mesin produksi, tapi juga dalam segi kreativitas. Pengrajin rotan di Nagari Koto Baru, Sungai Pagu, Zulviati (38), yang akrab dipanggil Jum, Senin, mengatakan hasil kerajinan rotannya seperti kursi, ayunan anak biasa, ayunan anak tonggak, keranjang majalah, pajangan cermin, kuda-kudaan, rak televisi masih diproduksi secara manual. Karena menggunakan tangan (manual), produksi masih dalam hitung mingguan. Seperti kursi, ia membutuhkan waktu limabelas hari untuk menghasilkan satu set kursi. Dalam produksinya, selain menggunakan bahan baku rotan, Jum juga menggunakan manau, sejenis rotan tapi lebih besar. Manau biasanya digunakan untuk tonggak atau pasak. Jum mengaku tidak kesulitan memperoleh bahan baku karena Solok Selatan melimpah dengan rotan dan manau. Rotan Solok Selatan merupakan salah satu kualitas terbaik di dunia. Meskipun mudah mendapatkan rotan dan manau, ia tidak berani melakukan penyetokan karena berakibat pada kurangnya kualitas rotan. "Kalau distok rotan dan manau akan lambung (mengering), jadi kurang bagus. Biasanya saya membeli dari pencari rotan setiap bahan menipis," jelas pemilik usaha anyaman rotan (UAR) Arben ini. Satu kilogram rotan, ia beli dari pencari rotan dengan harga Rp10 ribu dan manau satu batangnya Rp5 ribu. "Khusus kursi, saya masih mendatangkan petrix (rotan yang sudah diolah) dari Padang. Di Solok Selatan belum ada pabrik rotan, hanya bahan baku saja yang berlimpah," tambahnya. Selain memasarkan sendiri, Jum dibantu oleh Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Kabupaten Solok Selatan dalam segi promosi. Bukan saja di Sumatera Barat (Sumbar), promosi juga dilakukan keluar provinsi seperti Jakarta, Bali, dan Batam. "Selain dibantu Diskoperindag, saya, dengan dibantu beberapa karyawan, memasarkan dengan keliling, paling jauh ke Kerinci, Jambi. Kalau Diskoperindag mendapat pesanan langsung memberitahukan kepada saya," jelasnya. Jum tidak mematok harga tinggi dalam menjual hasil kerajinannya, tapi disesuaikan dengan jenis barang dan tingkat kesulitan. Seperti kursi, ia menjual satu set kursi seharga Rp3,5 juta sedangkan kuda-kudaan cuma Rp60 ribu. "Itu bukan harga mati," tandasnya. Meskipun belum menjadikannya orang yang berhasil, namun kerajinan rotan yang ia geluti sejak tahun 1997 ini telah mampu menopang ekonomi keluarganya. Sebulan, Jum mendapat keuntungan bersih mencapai Rp3 Juta. Membutuhkan Bapak Asuh Jum mengaku memerlukan bapak asuh yang mampu membimbingnya dalam mengolah rotan. Ia menginginkan kerajinan rotan yang dibuatnya ini mampu mengharumkan Solok Selatan sampai ke luar negeri (ekspor). "Yang saya butuhkan bukan saja tambahan modal, tapi juga bimbingan, terutama dalam segi kreativitas, sehingga kerajinan tangan saya dan teman-teman bisa sampai ke luar negeri (ekspor)," katanya. Dalam hal tambahan modal, Jum mengaku sudah beberapa kali mendapat bantuan dari Diskoperindag dan Dinas Sosial Kabupaten Solok Selatan. "Saya juga pernah mengajukan menjadi anak asuh. Bapak asuh itu bersedia membantu, tapi minimal sepuluh pengrajin dari Solok Selatan," ungkapnya. Dengan terbatasnya jenis produksi dan segi kreativitas Jum belum memiliki ciri khas yang mampu menjadi icon usahanya. Keterbatasan ini juga yang mendasari kurangnya minat pemesanan, terutama dari luar provinsi. Ia dan pengrajin rotan lainnya di Solok Selatan berharap adanya bapak asuh yang mampu membimbing dalam segi kreativitas, permodalan, dan pemasaran sehingga kerajinan rotan Solok Selatan mampu bersaing di pasar lokal dan menembus pasar luar negeri. (*/wij)