Sukarni dan Perjuangan Merebut Kemerdekaan RI

id Sukarni dan Perjuangan Merebut Kemerdekaan RI

Jakarta, (Antara) - Nama Sukarni sebagai tokoh pemuda mencuat setelah bersama-sama kawan-kawannya di Asrama Menteng 31 mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di masa-masa genting periode 15 hingga 17 Agustus 1945. Dalam buku penerima gelar Pahlawan Nasional 2014 yang dikeluarkan oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan Republik Indonesia tahun 2014, Sukarni merupakan salah satu tokoh Angkatan Baru Indonesia yang bermarkas di Menteng Nomor 31 Jakarta, yang kini dikenal dengan Gedung Juang 45. Ia bersama-sama dengan Supeno, Chairul Saleh dan Adam Malik serta pemuda lainnya saat ini mendorong perjuangan kemerdekaan Indonesia melalui gerakan pemuda. Gerakan ini terkenal ketika mendesak Soekarno dan Hatta, ikon perjuangan kemerdekaan Indonesia, untuk memproklamasikan kemerdekaan dan membawa kedua proklamator itu ke Rengasdengklok. Pada 16 Agustus 1945 sore, mereka kemudian mengantarkan kembali Soekarno dan Hatta ke Jakarta dan malam harinya terjadi perumusan naskah Proklamasi di Jalan Imam Bonjol Nomor 1, rumah Laksamana Maeda. Sukarni Kartodiwirjo lahir di Blitar, Jawa Timur pada 14 Juli 1916. Pada tahun 1930 ia bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo) sejak bersekolah di MULO Blitar. Ia kemudian dikirim oleh pengurus Partindo untuk mengikuti pendidikan kader di Bandung, Soekarno kemudian menjadi mentornya. Karir politik Sukarni terus bergulir sebagai aktivis kemerdekaan dengan menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Indonesia Muda pada 1935. Ia sempat ke Banyuwangi Jawa Timur dan Kediri untuk menghindari penangkapan Polisi Hindia Belanda. Ia pada 1938 menyeberang ke Kalimantan dengan nama samaran Maidi. Pada 1941 ia kemudian tertangkap di Balikpapan dan dipindahkan ke penjara di Samarinda, Surabaya, Batavia. Sebelum dibuang ke Boven Digul, ia sementara ditahan di penjara Garut. Ia tidak sempat ke Boven Digul karena pada 1942 Jepang masuk ke Indonesia. Setelah proklamasi kemerdekaan, Sukarni memprakarsai pengambilalihan aset Jepang untuk republik dari mulai Kereta Api di Manggarai, angkutan umum dan juga stasiun Radio. Salah satu kegiatan monumental yang melibatkan Sukarni adalah apel besar di Lapangan IKADA atau Ikatan Atletik Djakarta pada September 1945. Rapat ini menunjukkan kebulatan tekad rakyat mendukung proklamasi 17 Agustus 1945 dan mendesak mengambilalih kekuasaan dari pemerintah Jepang. Ia kemudian terpilih sebagai salah satu anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan termasuk ke dalam kelompok yang menentang perundingan dengan Belanda. Pada 1948 setelah pembentukan Partai Murba (Musyawarah Rakyat Banyak), Sukarni terpilih sebagai Ketua Umum Partai Murba yang pertama. Partai itu menjadi salah satu partai penentang PKI. Sejak 1960 hingga 1964 Sukarni bertugas sebagai Duta Besar RI untuk Tiongkok dan Mongolia. Salah satu tugasnya adalah melobi RRT untuk membantu Indonesia dalam pembebasan Irian Barat. Sukarni wafat pada 12 Februari 1981. Sebelum menerima gelar Pahlawan Nasional pada 2014, Sukarni atas segala jasanya bagi Indonesia telah menerima Bintang Mahaputera Utama dan Bintang Mahaputera Adipradana. (*/jno)