BPK Berikan Opini WDP LKPP 2013
Jakarta, (Antara) - Badan Pemeriksa Keuangan memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2013 karena ada dua permasalahan yang menjadi pengecualian atas kewajaran laporan keuangan tersebut.
"Dua permasalahan yang menjadi pengecualian atas kewajaran LKPP 2013 yaitu permasalahan piutang bukan pajak pada Bendahara Umum Negara (BUN) dan permasalahan Saldo Anggaran Lebih (SAL)," kata Ketua BPK Rizal Djalil dalam Sidang Paripurna ke 27 DPR RI, di Jakarta, Selasa.
Hal itu disampaikan Rizal saat menyerahkan Hasil Pemeriksaaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2013 dalam Sidang Paripurna DPR RI.
Rizal menjelaskan masalah pertama, kelemahan pemerintah dalam pengelolaan piutang bukan pajak pada BUN, yaitu pertama, nilai piutang "over lifting" minyak dan gas sebesar Rp3,81 triliun dari total Rp7,18 triliun belum pasti dan masih memerlukan pembahasan dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) terkait.
Kedua, kelemahan pengelolaan piutang dalam hal nilai piutang penjualan migas bagian negara sebesar Rp2,46 triliun dari total Rp3,86 triliun belum pasti dan masih memerlukan pembahasan KKKS terkait.
"Ketiga, nilai aset kredit eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang disajikan sebesar Rp66,01 triliun belum termasuk nilai Rp3,06 triliun yang belum selesai ditelusuri," ujarnya.
Keempat menurut Rizal, dana belanja pensiun sebesar Rp302,06 miliar yang lebih dari enam bulan berturut-turut tidak diambil penerima pensiun dan belum disetorkan kembali serta belum disajikan sebagai piutang.
Selain itu dia menjelaskan masalah kedua, penyajian SAL per 31 Desember 2013 sebesar Rp66,59 triliun kemungkinan mengandung salah saji.
Rizal juga mengatakan BPK juga menemukan permasalahan signifikan lain terkait kelemahan pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Kelemahan pengendalian intern antara lain pertama ketidakjelasan basis regulasi terkait metode perhitungan witholding tax atas empat Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Karya Pertambangan yang mengakibatkan ketidakpastian potensi penerimaan negara," katanya.
Kedua menurut dia, penerimaan hibah langsung pada 19 kementerian lembaga sebesar Rp2,69 triliun belum di laporkan. Ketiga kata Rizal, pengendalian atas pengelolaan belanja subsidi non energi kurang memadai.
Rizal menjelaskan ketidakpatuhan peraturan perundang-undangan antara lain pertama penetapan dan penagihan pajak tidak sesuai ketentuan mengakibatkan piutang pajak daluwarsa sebesar Rp800,88 miliar.
"Kedua, Penerimaan Negara Bukan Pajak pada 30 kementerian lembaga sebesar Rp384,97 miliar dan 1 juta dolar AS terlambar atau belum disetor, kurang/ tidak dipungut, berindikasi setoran fiktif, dan digunakan langsung di luar mekanisme APBN," ujarnya.
Ketiga menurut dia, pembiayaan kegiatan SKK Migas tidak melalui mekanisme APBN dan tidak dilaporkan dalam LKPP.
Dia mengatakan, keempat terkait alokasi laba BUMN untuk dana program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL) yang dikelola secara ekstrakomptabel mengurangi hak negara atas kekayaan BUMN minimal sebesar Rp9,13 triliun dan berpotensi disalahgunakan. (*/sun)