Jakarta (ANTARA) - Sepanjang tahun 2024 ini lebih dari 5,6 juta rakyat Indonesia menderita karena bencana banjir, tanah longsor, angin puting beliung, gempa bumi, kebakaran lahan, dan gunung meletus hingga pergerakan tanah.

Bukan sekadar harta-benda dari hasil jerih payah membanting tulang setiap hari yang hancur dalam sekejap, tetapi mereka juga harus merelakan para orang terkasih; entah itu anak, ibu, ayah, paman, bibi maupun rekan kerja yang menjadi korban bencana untuk pergi meninggalkan dunia ini selama-lamanya.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan setidaknya selama periode 1 Januari – 15 Desember 2024 ada sebanyak 1.942 kali peristiwa bencana alam yang melanda hampir ke seluruh penjuru negeri.

Selama periode itu, teridentifikasi total ada sebanyak 469 orang meninggal dunia, 58 orang dinyatakan hilang dan 1.157 orang harus mendapatkan perawatan medis akibat luka yang di deritanya. Lebih dari 61.554 unit rumah warga rusak dan 10.821 unit rumah di antaranya rusak berat, bahkan ada yang rata dengan tanah.

Bencana juga merusak fasilitas publik seperti rumah ibadah 387 unit, sentra pelayanan kesehatan 47 unit (rumah sakit, puskesmas, posyandu dan sebagainya), 515 unit gedung sekolah dan lebih dari 100 kilometer infrastruktur jalan hingga ribuan unit jembatan.

Rentetan peristiwa bencana alam ini telah membuat para buruh tani, nelayan dan pengusaha tambak ikan merugi bahkan kehilangan mata pencaharian karena ratusan ribu hektare ladang pertanian dan tambak mereka rusak. Tak sedikit dari mereka terpaksa meninggalkan kampung halaman akibat kerusakan yang tak tertolong lagi.

Semua itu menjadi bukti bahwa bencana adalah ancaman nyata, mengantarkan duka mendalam bagi anak negeri, menghambat laju pertumbuhan ekonomi hingga penyelenggaraan pendidikan di tanah air.

Bangsa ini masih perlu banyak belajar peka dalam menghadapi fenomena alam dan bersahabat dengannya. Bencana mungkin adalah kuasa Tuhan Yang Maha Esa dan tidak bisa dihindarkan manusia, tetapi dampak kerusakan itu bisa diminimalisir melalui serangkaian strategi, keseriusan dan kesadaran kolektif yang penuh. Ada kesadaran penuh tentang pentingnya mitigasi bencana alam.

 

 

Arsip foto - Kondisi pemukiman warga yang masih tergenang banir dengan ketinggian muka air mencapai 2 meter di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat, Minggu (10/3/2024). ANTARA/HO-BNPB

 

Rangkuman peristiwa bencana berdampak signifikan

 

Ribuan orang warga di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, mengawali kehidupan di awal tahun 2024 dengan cobaan yang berat. Mereka sudah hidup di pengungsian akibat meletusnya Gunung Lewotobi Laki-Laki belum lama setelah memunajatkan doa syukur dalam acara perayaan pergantian tahun, pada 23 Januari 2024.

Saat itu, total sebanyak 5.547 orang warga dari empat desa di Flores Timur tinggal menempati pengungsian dan empat orang warga di antaranya dinyatakan meninggal dunia. Meski 44 lokasi pengungsian sudah dilengkapi dengan peralatan medis, dapur umum, air bersih tetapi rasa was-was selalu menghampiri mereka. Gunung api setinggi 1.584 meter di atas permukaan laut (MDPL) itu terus bergemuruh memuntahkan material vulkanik sewaktu-waktu bisa kembali menjangkau mereka yang bertahan di pengungsian satu bulan lamanya.

Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki menjadi salah satu peristiwa bencana yang besar di Indonesia tahun ini. Pada 4 November 2024 atau sembilan bulan berlalu setelah warga sudah kembali ke rumahnya masing-masing, mereka dikejutkan lagi oleh erupsi fase kedua yang jauh lebih besar.  Kali ini gunung kembar tersebut juga melontarkan bebatuan panas dengan kobaran api yang menghujani permukiman warga di sekitarnya.

Lontaran material vulkanik itu mengakibatkan sembilan orang meninggal dunia dan satu orang luka berat, dimana salah satu kakinya harus diamputasi. Total 13 ribu lebih orang terdampak dalam peristiwa ini, sekitar 6 ribu di antaranya harus dipindahkan untuk menempati tempat tinggal dan lingkungan yang baru karena alasan keselamatan. Para korban ini merupakan warga dari 14 desa dalam wilayah administrasi Kecamatan Ile Bura, Titehena, dan Walanggitang di Kabupaten Flores Timur.

Beralih ke Kabupaten Demak dan Kudus di Jawa Tengah. Daerah ini dilanda banjir pada 5 Februari 2024. Banjir merusak 26.998 hektare sawah hingga petani daerah itu mengalami gagal panen, 4 ribu rumah terendam dan memaksa sebanyak 71 ribu orang dievakuasi ke tempat pengungsian  lebih dari tiga pekan lamanya.

Sebagai bahan evaluasi, dampak bencana itu semestinya bisa dicegah jika saja rehabilitasi - perawatan tanggul pembatas di Sungai Wulan diselesaikan tepat waktu. Jebolnya tanggul dan sumbatan aliran air akibat tata kota yang tumpang tindih menyasar kawasan bantaran turut berkontribusi membuat banjir meluas ketika diterpa hujan intensitas tinggi kala itu.

Apa yang terjadi di "Kota Santri" ini, lain halnya dengan bencana tanah longsor di Jalan Poros Desa Bonglo-Palopo, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, yang menjadi contoh paling kentara mengenai abainya manusia.

Tanah longsor tersebut terjadi setelah hujan dengan intensitas tinggi, sehingga meruntuhkan segmen tebing dengan struktur tanah yang labil pada 26 Februari 2024. Beberapa hari sebelum terjadi tanah longsor telah diinformasikan akan ada peningkatan hujan deras, masyarakat diimbau untuk waspada dan menghindari kawasan perbukitan. Namun informasi yang didapatkan, saat kejadian tanah longsor justru banyak warga yang berkerumun di lokasi kejadian. Nahas bagi warga itu, beberapa di antara mereka tidak menyadari bahwa eskalasi longsoran meluas, sehingga dengan cepat datang langsung menggulung. Alhasil, material longsor dari sisi bukit menghantam 15 unit motor dan 2 unit mobil. Sebanyak 24 orang terdampak atas peristiwa itu, 19 orang di antaranya berhasil menyelamatkan diri meski mengalami luka-luka. Lima orang lainnya dinyatakan meninggal dunia. Bahkan dari lima orang yang meninggal dunia itu baru satu jasad yang berhasil ditemukan, selebihnya masih tertimbun di bawah material tanah sedalam 100 meter itu hingga saat ini.

Bencana angin puting beliung  terjadi di Kabupaten Bandung dan Sumedang, Jawa Barat, 21 Februari 2024. Dalam waktu kurang dari 10 menit angin berkecepatan 63 kilometer per jam itu merusak 503 unit rumah, 13 pabrik dan fasilitas umum di “Bumi Parahyangan”.

Kala itu, warga tidak segera menyelamatkan diri, sebagian justru merekam kejadian tersebut. Sehingga menambah catatan,  sebanyak 1.466 orang terdampak, dan 33 orang di antaranya menjadi korban luka-luka, setelah terkena serpihan material yang digulung oleh pusaran angin setinggi lebih dari 10 meter.

Bagai dayung bersambut, publik kembali dikejutkan dimana sebanyak 12 ribu orang warga Tagulandang, Kabupaten Kepulauan Sitaro, Sulawesi Utara harus dievakuasi akibat erupsi fase ke dua Gunung Ruang. Mereka merupakan penduduk wilayah Desa Pumpente, Laingpatehi, Mahangiang, Tulusan Barangka Pehe, Apengsala, Lesah Rende, Pahiama, Boto, Leseh, Bahoi dan Balehumara. Para warga terdampak itu dievakuasi menggunakan kapal penyeberangan laut milik Basarnas, TNI AL dan Polri ke tujuh posko yang masing-masing berada di Manado dan Kepulauan Siau.

Data dari BNPB mencatat terhitung sejak erupsi fase pertama terjadi pada 17 April 2024 ada sebanyak 3.614 unit rumah, dua gereja, dan gedung sekolah yang mengalami kerusakan akibat terkena material yang dilontarkan dan goncangan saat Gunung Ruang erupsi. Kerusakan tersebut semakin diperparah karena jarak rumah warga dengan puncak Gunung Ruang terpaut dekat yakni di bawah radius sekitar 8-10 kilometer.

Bergeser ke bulan Mei, sekaligus bulan yang sangat berat karena hampir setiap pekannya terjadi bencana dengan dampaknya terhadap masyarakat yang signifikan. Dimulai dari Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Banjir dan tanah longsor dengan seketika memorak-porandakan “Bumi Sawerigading” ini saat para warganya sedang terlelap tidur.

Banjir setinggi 3 meter merendam 3.268 rumah, menghanyutkan 211 rumah, dan empat jembatan, merusak empat ruas jalan penghubung, merobohkan talut sungai sepanjang 50 meter dengan kondisi rusak berat itu melanda 56 desa di 12 kecamatan yakni, Latimojong, Suli, Suli Barat, Ponrang Selatan, Ponrang, Bupon, Larompong, Larompong Selatan, Bajo, Bajo Barat, Kamanre, Belopa, dan Kecamatan Belopa Utara.

Tercatat 13 orang meninggal dunia yang mayoritas lansia dan balita warga dari Kecamatan Latimojong dan Suli Barat. Sebanyak 3.479 keluarga yang terdampak, 155 jiwa di antaranya terpaksa mengungsi memanfaatkan bangunan masjid dan gedung sekolah terdekat. Padamnya jaringan listrik dan telekomunikasi makin menambah penderitaan bagi warga yang masih terisolasi akibat bencana sejak 3 Mei 2024.

Sepekan berlalu, ada lebih dari 400 orang warga di Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara, dievakuasi setelah Gunung Ibu meletus untuk fase kedua kalinya Sabtu, 18 Mei 2024 malam. Ratusan orang yang dievakuasi tersebut berasal dari tujuh desa di Halmahera Barat, dua di antaranya adalah Desa Gam Ici dan Desa Tongte Ternate. Beruntung tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini akan tetapi aktivitas vulkanis gunung tersebut masih berlangsung saat ini dengan status siaga atau level III.

Belum selesai proses evakuasi korban erupsi Gunung Ruang dilakukan oleh tim petugas gabungan di Maluku Utara, peristiwa bencana lain juga terjadi di Sumatera Barat dengan dampak yang sangat besar hingga ditetapkan sebagai bencana nasional.

Lebih dari 3.650 orang warga dievakuasi, 67 orang meninggal dunia, 20 orang hilang, dan sedikitnya 44 orang mengalami luka-luka akibat banjir bandang bercampur lahar dingin dan bebatuan berukuran besar lebih dari dua meter dari puncak Gunung Marapi; peristiwa ini melanda Kabupaten Agam, Tanah Datar, Padang Pariaman, Kota Padang dan Padang Panjang, Sumatera Barat. Total ada 35 unit jembatan dan lebih dari 150 meter panjang jalan yang rusak hingga sempat melumpuhkan jalur transportasi darat dari Padang-Bukittinggi-Padang Panjang-Tanah Datar-Solok-Lima Puluh Kota dan wilayah lainnya.

Pada medio bulan Juni-September sebagian wilayah Indonesia mengalami kekeringan setelah puluhan hari tidak diguyur hujan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memetakan kekeringan terparah melanda sejumlah daerah di Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara yang mengalami hari tanpa hujan sepanjang 21-30 hari atau lebih panjang dari sebelumnya.

Pada awal bulan Juli, terjadi tanah longsor di areal tambang emas rakyat Desa Tulabolo Timur, Suwawa Timur, Bone Bolango, Gorontalo. Peristiwa ini mengakibatkan 23 orang meninggal dunia dan 85 orang mengalami luka-luka mereka adalah penambang dan beberapa anggota keluarganya yang saat longsor berada di sekitar areal tambang.

Kejadian bencana kemudian berlanjut dengan banjir bandang membawa material lumpur tanah, pasir, dan batu dari Gunung Gamalama melanda Kecamatan Rua, Ternate, Maluku Utara. Sebanyak 18 orang meninggal dunia dalam bencana yang terjadi pada Minggu 25 Agustus 2024 pukul 03.30 Wit.

Pada bulan September, sebanyak 45.325 warga terdampak bencana gempa bumi berkekuatan 5.0 magnitudo di delapan kecamatan. Satu orang meninggal dunia dan sebanyak 9.229 orang di antaranya mengungsi menempati tenda pengungsian. BMKG mengklasifikasikan gempa ini sebagai gempa merusak terbesar saat ini yang dipicu oleh aktivitas Sesar Garsela (Garut Selatan). Tercatat gempa telah merusak sedikitnya 4.686 unit rumah warga dan puluhan fasilitas umum pada Rabu, 18 September 2024 itu.

Hampir tidak ada peristiwa bencana dengan jumlah korban signifikan yang terjadi pada Oktober. Namun setidaknya lebih dari 30 kali gempa berskala kecil-sedang terjadi di sejumlah daerah, lalu banjir karena hujan berintensitas deras di sebagian daerah di Pulau Sumatera (Aceh, Jambi, Lampung), Jawa (Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta), Kalimantan (Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Utara). Pada saat ini juga ada serangkaian aktivitas pemadaman kebakaran lahan mineral yang dilakukan dengan luas lahan terbakar rata-rata puluhan hektare di Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan kebakaran di tempat pembuangan akhir sampah (TPA) di Bali – Nusa Tenggara Barat.

Di bulan November - awal Desember bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor dan pergerakan tanah yang mendominasi, khususnya wilayah Sumatera Utara dan Jawa Barat.

Sebanyak 16 orang korban meninggal dunia dan tujuh orang dinyatakan hilang atas bencana banjir disertai tanah longsor di Provinsi Sumatera Utara. Jumlah korban tersebut tersebar di Kabupaten Padang Lawas, Tapanuli Selatan, Karo, dan Deli Serdang yang dilanda bencana banjir dan longsor secara beruntun pada Sabtu, 22 November 2024.

Setiap korban meninggal dunia di empat kabupaten tersebut sudah ditemukan dan jasadnya sudah dimakamkan oleh pihak keluarga masing-masing. Namun, tim petugas gabungan di bawah komando BNPB dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sampai saat ini masih bersiaga dan melangsungkan upaya pemulihan dampak bencana.

Terakhir bencana banjir, tanah longsor, dan pergerakan tanah melanda Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat pada 3-4 Desember itu mengakibatkan 20.629 orang warga terdampak dan 476 orang di antaranya terpaksa mengungsi karena rumah dan lingkungan tempat tinggal mereka rusak.

Ratusan pengungsi tersebut tersebar di 184 desa dalam wilayah administrasi 39 kecamatan di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Mereka menempati tenda, gedung pemerintah desa, sekolah, dan rumah ibadah yang ada di masing-masing lokasi.

Dampak kerusakan melanda mencapai puluhan kilometer jalan raya dan rumah dengan jumlah total sebanyak 5.492 unit, dan 2.058 unit rumah di antaranya rusak berat, bahkan ada puluhan unit rumah di Desa Sukamaju, Kecamatan Cikembar, Sukabumi sama sekali tidak bisa ditempati akibat pergerakan tanah sehingga penghuninya harus dipindahkan. Tim petugas gabungan di bawah komando BNPB dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat sampai saat ini pun masih bersiaga dan melangsungkan upaya pemulihan dampak bencana.



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Bergelut dengan nestapa akibat bencana sepanjang 2024

Pewarta : M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor : Siri Antoni
Copyright © ANTARA 2024