Caracas, (Antara/AFP) - Pada setiap pemilihan umum di Venezuela, Hugo Chavez selalu menciptakan keriuhan kerumunan rakyat saat ia menggunakan hak suaranya di sebuah sekolah di pemukiman kumuh di Caracas, namun pada Minggu (14/4) waktu setempat di tempat yang sama hanya terlihat kesunyian pilu. Para pemilih meratapi ketiadaan pahlawan "yang lebih berarti dibanding hidup" mereka sekaligus penguasa dunia politik Venezuela selama 14 tahun tersebut, saat mereka menggunakan hak pilih di distrik January 23 untuk mencari penggantinya. "Kami biasanya sangat ingin melihat dia lagi, lalu orang-orang akan kegirangan. Hari ini, kami merasa hampa," kata Moriluz Morilla (59) saat ia berdiri mengantri bersama kakaknya Migdalia (60) di luar gedung sekolah Manual Palacio Fajardo. "Kami biasanya datang pada waktu-waktu sang presiden berada di sini, karena kami ingin melihat dia. Saya sedih, seperti ada yang hilang. Ia telah banyak membantu kami," kata Migdalia dengan berlinang air mata di balik kacamata berbingkai warna merah. Chavez, yang mangkat di usia 58 tahun pada bulan lalu, beristirahat di bawah sebuah nisan pualam tak jauh dari sekolah itu, tepatnya di sebuah barak militer tua di atas sebuah bukit tempat seorang mantan prajurit para merencanakan kudeta yang gagal pada Februari 1992 silam. Distrik January 23 diketahui sebagai basis pendukung Chavez, markas sebuah kelompok aktivis loyalis dia yang dihormati masyarakat miskin untuk revolusi sosial dengan dana dari minyak yang memecah belah bangsa. Sedikitnya 3.700 orang terdaftar untuk menunaikan hak pilih mereka di sekolah tersebut, di mana sebuah mural pahlawan pembebasan berbagai bangsa Amerika Selatan Simon Bolivar bertengger di sekitar tempat bermain. Sementara berbagai gambar dan poster Chavez bertebaran di dinding-dinding gedung berlantai tiga tersebut. Kali ini, mereka harus memilih pengganti Chavez di antara penerus sementara jabatan presiden Nicolas Maduro dan pemimpin oposisi Henrique Capriles. Seorang penjaga keamanan mengenang Chavez akan selalu menunaikan hak pilihnya sekitar tengah hari, namun kali ini hanya sedikit pemilih yang terlihat di sana. "Hari ini sungguh sunyi, tidak ada kerumunan orang yang menanti dia (Chavez) datang," kata si penjaga, yang menolak menyebutkan namanya. Saat orang-orang berbaris mengantri giliran mereka, suara Chavez terdengar dari pengeras suara di atas sebuah mobil, menyanyikan satu nomor patriotik. Rekaman tersebut juga menyertakan seruannya kepada rakyat pada Desember silam, saat ia meminta para pengguna hak pilih memilih Maduro bila kanker menghentikan masa kepresidenannya. "Tak ada keraguan bahwa kami akan menang, dalam ingatannya," kata Reyna Brizuela, seorang sekretaris di Central University of Venezuela yang mengenakan kaus putih bertuliskan: "I love Venezuela." Sebagian besar Chavistas mengatakan mereka memilih Maduro untuk memenuhi permintaan terakhis sang presiden. Sebuah kalimat "Chavez, saya bersumpah, suaraku untuk Maduro" menghiasi berbagai dinding di ibu kota. "Komitmen untuk mendukung revolusi sangat kuat," kata Denis Oporeza (33) seorang pekerja museum. "Rakyat tentu akan berbondong-bondong keluar dan menggunakan hak suaranya demi mempertahankan harta peninggalan Chavez." (*/sun)

Pewarta : 22
Editor :
Copyright © ANTARA 2025