Pekanbaru, (Antaranews Sumbar) -Tenaga kerja Indonesia yang menjadi korban kapal tenggelam di Selat Malaka, tepatnya di perairan Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, hingga Kamis bertambah menjadi 11 orang yang meninggal dunia.

       Terakhir, sesosok jasad diduga TKI kembali ditemukan terapung di perairan itu, kata Kepala Subbidang Pelayanan Medis Kedokteran Kepolisian RS Bhayangkara Polda Riau Kompol Supriyanto di Pekanbaru, Kamis.

       Dengan ditemukan sesosok jasad itu, kata dia, korban kapal tenggelam yang ditemukan sejak akhir November 2018 hingga sekarang menjadi 11 jenazah.

       Tim Disaster Victim Identification Polda Riau mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi sebagian besar dari jasad tersebut karena kondisinya sebagian membusuk dan sidik jari juga tidak bisa diambil.

       "Tiga teridentifikasi dan sudah dibawa pulang, sisanya masih diidentifikasi," katanya.

        Menurut dia, salah satu jenazah sudah dimakamkan oleh Dinas Sosial Dumai, yaitu yang pertama kali ditemukan pada tanggal 24 November 2018. Identitasnya juga tidak diketahui hingga kini.

        Tujuh jenazah yang terdiri atas lima laki-laki dan dua perempuan kini masih berada di RS Bhayangkara dan dalam proses identifikasi.

        Jenazah perempuan yang diterima RS Bhayangkara pada tanggal 30 November akhirnya teridentifikasi dengan nama Mimi Dewi warga Provinsi Sumatera Barat (Sumbar).

        Jenazah lainnya yang sudah diidentifikasi atas nama Ujang Chaniago (48) asal Sumbar dan telah dibawa pulang keluarganya.

        Jenazah yang berhasil diidentifikasi bernama Marian Suhadi, warga Provinsi Sumatera Utara dan sudah dijemput oleh keluarganya.

        Ada satu jasad perempuan yang diterima RS Bhayangkara pada tanggal 1 Desember lalu dan di tubuhnya ditemukan KTP dengan nama Maya asal Mojokerto, Jawa Timur.

        Namun, setelah ditelusuri oleh polisi, tidak ditemukan keluarganya di Mojokerto sehingga KTP itu belum dipastikan milik yang bersangkutan.

        Polisi menduga mereka adalah satu rombongan dalam satu kapal yang tenggelam di Selat Malaka. Informasi sementrara yang diterima kepolisian, ada dua orang korban yang selamat bernama Jamal dan Hamid. 
   "Jamal dan Hamid sudah kami cari, hingga ke rumah masing-masing sebanyak dua kali. Namun, petugas belum menemukannya, kami selidiki kebenaran informasi tersebut. Apakah Jamal dan Hamid ini bagian dari para korban yang meninggal atau bukan?" kata Kabid Humas Polda Riau Kombes Sunarto.
    
Keluarga Korban
   Sebelumnya, keluarga salah seorang korban mengungkapkan ada 19 TKI yang tidak punya dokumen atau ilegal berada di atas kapal yang diduga tenggelam di perairan Selat Malaka, akhir November lalu.

        "Dia (Mimi) cerita ada 19 orang di kapal itu, perempuan hanya dua orang, yakni dirinya dan anaknya. Kapal itu rencana berangkat pukul 24.00. Tidak lama kami bercakap-cakap karena dia takut ketahuan kalau menelepon dan minta jangan dihubungi dahulu," kata Anto (45), abang ipar dari korban bernama Mimi Dewi.

        Anto menjelaskan bahwa Mimi adalah seorang janda beranak satu asal Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat.

        Anto terakhir berkomunikasi lewat telepon seluler dengan Mimi pada tanggal 21 November. Dalam komunikasi itu, Mimi menjelaskan bahwa para TKI berangkat dari sebuah pelabuhan di Malaka, Malaysia, dari jalur tidak resmi dengan sebuah kapal menuju Indonesia.

        "Dia (Mimi) berangkat pada tanggal 21 November lalu bersama anaknya lewat jalur tidak resmi. Itu terpaksa karena semua dokumen dan paspornya rusak akibat banjir. Kalau dia ada dokumen, tidak akan saya bolehkan adik saya itu berangkat dari sana," kata Anto ketika dihubungi Antara.

        Anto mengatakan bahwa Mimi selama 5 tahun terakhir bekerja sebagai pelayan kedai, dan tinggal tidak jauh dari rumahnya di Kajang, sekitar 20 kilometer dari Kota Kuala Lumpur, Malaysia.

        Mimi punya satu orang putri berusia 6 tahun bernama Maiza, yang akrab disapa Kecik-kecik karena badannya yang mungil.

        Anto mengaku tidak tahu pasti bagaimana Mimi bisa berangkat dengan kapal itu. Yang dia tahu bahwa jalur itu bukan lewat pelabuhan resmi.

        Biaya untuk bisa menyeberang bervariasi, berkisar 700 ringgit Malaysia (RM) hingga 900 RM, atau berkisar Rp2,4 juta hingga Rp3,1 juta per orang tergantung pada negosiasi dengan orang yang mengurus keberangkatan.

        Rute yang biasa dilalui adalah dari Malaka menyeberangi Selat Malaka dan masuk ke Indonesia melalui Pulau Rupat di Kabupaten Bengkalis, Riau.

        Namun, hingga kini nasib Maiza belum bisa diketahui. Hal ini membuat Anto dan keluarganya di Malaysia gusar. Sudah seminggu terakhir dia bolak-balik ke Malaka untuk mencari informasi tetapi nihil.

        "Informasi kapalnya karam atau ditangkap? Tidak ada sama sekali. Ini aneh sekali karena kalau kapalnya karam pastilah puing-puing atau barang-barang ditemukan juga di laut. Akan tetapi, yang ada mayat-mayat saja," katanya. (*)

Pewarta :  F.B. Anggoro
Editor : Joko Nugroho
Copyright © ANTARA 2024