Menangis dan merengek kesakitan hanya itu yang dirasakan, Wafiatul Ahda (5), bocah yang diduga penderita gizi buruk di Jorong Simpang Nagari Parit Kecamatan Koto Balingka Kabupaten Pasaman Barat (Pasbar). Kondisi tubuh yang nyaris tinggal tulang membuat bocah ini tidak bisa berbuat apa-apa. Jangankan berbicara, berjalan saja Wafiatul Ahda tidak bisa. Dengan wajah memerah dan merengek kesakitan, Wafiatul Ahda digendong ibunya, Misbah (40) ketika antara-sumbar.com menyembangi keluarga ini akhir pekan lalu. Sementara anak-anak seusianya asik bermain di sekitar rumahnya yang berdinding dan beralaskan papan. Anak seusianya yang harusnya bisa bermain dengan teman-teman sebayanya hanya bisa digendong ibunya dan tidak bisa berbuat apa-apa. "Biginilah kondisi anak saya sejak tahun 2004 atau satu tahun usinya. Kondisi badannya semakin hari semakin lemah dan tidak bisa beraktivitas. Jangankan bicara untuk berjalan saja tidak bisa. Saat ini berat anak saya hanya sekitar 7 kilogram,"ungkap Misbah didampingi suaminya, Maswan (45). Kondisi anaknya yang semakin hari semakin parah dan tinggal kulit pembalut tulang saja membuat Misbah dan Maswan pasrah. Sejak kondisi anaknya yang semakin kurus, kata Misbah dirinya bersama suaminya sudah membawa Wafiatul Ahda beberapa kali ke bidan desa. "Saat itu bidan desa menyatakan anak kami mengalami gizi buruk dan disarankan berobat ke RSUD Jambak Simpangempat. Namun, jangankan untuk berobat, bisa makan saja kami sudah bersyukur,"kata Misbah. Melihat kondisi anaknya yang ke-6 dari 6 bersaudara ini semakin parah, maka Misbah dan Maswan membawa anaknya ke dukun kampung. Beberapa kali berobat dan entah berapa banyak dukun kampung yang ditemui namun kondisi Wafiatul Ahda tidak kunjung membaik. Dengan penghasilan suaminya Maswan yang pas-pasan dan terkadang dalam satu hari itu tidak ada membuat Misbah pasrah dan berharap ada bantuan dari pemerintah untuk biaya anaknya ke rumah sakit. Maswan hanya bekerja di kebun orang dan selalu berpindah-pindah dan rata-rata satu hari berpenghasilan Rp40 ribu. "Saya hanya bekerja di kebun orang menderes sawit dan kadang-kadang karet. Itupun tidak setiap hari sedangkan istri saya tidak bekerja. Dari mana biaya untuk membawa anak saya pergi berobat,"kata Maswan. Saat ini, kondisi Wafiatul Ahda sangat memprihatinkan. Selain tubuh yang hanya dibalut kulit dan tidak bisa berjalan. Bocah itu juga tidak bisa makan karena setiap kali mencoba makan dan minum tidak berselang lama akan muntah kembali. "Setiap kali makan, maka akan dimuntahkan kembali. Anak kami hanya bisa menangis dan merengek kesakitan. Namun, kami tidak tau apa yang terasa olehnya. Untuk itu kami berharap ada bantuan dari pemerintah sehingga anak kami bisa sembuh. Sejauh ini pemerintah daerah Pasbar belum ada melihat keluarga saya,"katanya. Menurutnya, meskipun tempat tinggalnya jauh dari Kota Simpangempat dan memakan waktu 2 jam perjalanan tidak ada alasan pemerintah untuk tidak memperdulikan masyarakatnya. Jika kondisi keuangannya baik maka keluarganya tidak akan berharap akan adanya bantuan. Namun, kondisi berkata lain dan keluarga Misbah dan Miswan sangat butuh dukungan pemerintah. Selain memikirkan biaya berobat Wafiatul Ahda, anaknya yang sulung terpaksa berhenti sekolah tsanawiyah karena tidak ada biaya sedangkan adik-adinya tidak sekolah kerena ketiadaan biaya dan harus menjaga adiknya di rumah. "Bagaimana lagi, kami terpaksa banting tulang mencari biaya untuk makan dan anak-anak kami terpaksa berhenti sekolah karena biaya tidak ada. Mudah-mudahan ini menjadi perhatian serius oleh pemerintah,"katanya berharap. (*)


Pewarta : Altas Maulana
Editor :
Copyright © ANTARA 2024