Belum kering tetesan air mata warga Malalak, Kabupaten Agam akibat bencana alam, Banjir Bandang (Galodo) bulan lalu. Juga belum berhenti suara raungan isak tangis dari keluarga almarhum Bribda Heri Mulyadi, salah seorang anggota Polda Sumbar yang meninggal terpanggang akibat bencana kebakaran di Jalan Juanda Kec. Padang Barat. Kini raungan isak tangis dan tetesan air mata itu kembali mengalir di Keluarga Zul Asfi Lubis MAg (30), akibat rumahnya di Kelurahan Bungo Pasang, Kecamatan Koto Tangah Blok U No 8 dilalap api, Selasa (25/11) sekitar pukul 15.00 WIB. Sekitar pukul 16.00 WIB, Ustadz Zul yang akarab disapa jemaahnya pulang dari dinas kerjanya di Rumah Sakit M Djamil bersama istrinya, Nurdaneli sebagai seorang guru honor. Ketika masih di Jalan Khatib Sulaiman, Zul sendiri melihat mobil pemadam kebakaran beriring-iringan dari arah Minang Plaza. Tak disangka, ternyata empat unit mobil pemadam kebakaran itu selesai memadamkan api yang baru saja melalap rumahnya. Ketika sampai di depan Minag Plaza, pria berdarah Batak ini mendapat telepon dari tetangganya, bahwa rumahnya baru saja terbakar satu jam yang lalu. Spontan, laju gas sepeda motornya pun ditekan semakin cepat karena ingin melihat kondisi rumahnya. Sampai di depan rumah, wajahnya pun berubah menjadi muram dan istrinya langsung memeluk dirinya sambil menangis karena melihat rumahnya sudah hitam tanpa atap. Puluhan warga pun datang berduyun-duyun menghampiri Zul sembari bersalaman mengucapkan sabar atas musibah yang baru menimpanya. Bapak dari dua anak ini pun kemudian duduk dengan sedikit diam di teras rumah tetangganya persis di depan rumahnya yang terbakar. Lima menit sekali, handphonnya selalu berdering menerima ucapan belasungkawa baik dari teman kantornya maupun teman kerja istrinya. Ketika kondisi psikologisnya sudah mulai stabil, wartawan ANTARA Sumbar mulai mendampinginya untuk meminta keterangan tentang bencana yang baru menimpa keluarganya. Sikapnya yang santai dan sabar, namun masih terlihat di matanya sedikit air mata berkaca-kaca yang terbendung oleh kelopak matanya. Pria jebolan IAIN Imam Bonjol ini menceritakan, ia sendiri tidak tahu penyebab rumahnya terbakar. Sebab sepengetahuannya, ketika mau berangkat kerja pukul 07.00 WIB, semua sumber api yang ada di dalam rumahnya sudah dimatikan. "Sumber api terakhir yang saya matikan api anti nyamuk di kamar dengan cara menginjak-injak," tuturnya. Ia hanya menerima laporan dari tetangganya, sekitar pukul 12.00 WIB petugas PLN memperbaiki kabel listrik. Setelah kabel selesai diperbaiki, listrik pun kembali dihidupkan. "Tidak lama petugas PLN selesai memperbaiki kabel listrik, api pun menyala dari atap (seng) rumah dan terus membesar," ujarnya menceritakan ulang laporan dari tetangganya. Semua musibah tentu ada sebab dan akibatnya, namun ia tidak menyalahkah siapa-siapa dibalik bencana tersebut. Baginya, semua kejadian itu cobaan dari Tuhan. "Saya tidak menyalahkan siapa-siapa soal kejadian ini, semua cobaan datangnya dari Tuhan," ujarnya. Diakuinya, dalam kejadian kebakaran tersebut, tidak ada barang di dalam rumahnya yang bisa diselamatkan. Semuanya lenyap selama 30 menit dalam kobaran api. "Harta kami sekarang tinggal pakaian yang melekat di badan ini. Semuanya hangus terbakar tanpa bisa diselamatkan," jujurnya. Sebelum rumahnya terbakar, Zul Asfi sendiri tidak punya pirasat buruk terkait bencana yang akan menimpa keluarganya. Hanya saja, pada malam itu ia sendiri tidak bisa tidur hingga pukul 04.30 WIB. Selain itu, rencanya ia sendiri akan berangkat ke Pasaman untuk mengantarkan orang sakit. Namun mendadak ia tidak jadi berangkat meski mobil sudah siap menunggunya. "Sekitar pukul 14.00 WIB (25/11), rencananya saya mau ke Pasaman mengantarkan orang sakit. Tetapi tidak tahu mendadak tidak jadi berangkat. Mungkin saja itu merupakan tanda-tanda kalau rumah mau terbakar dan saya tidak dizinkan pergi jauh-jauh," paparnya sambil memandang rumahnya yang masih dikerumuni tetangganya. (*)

Pewarta : Iswanto JA
Editor :
Copyright © ANTARA 2024