Bukittinggi (ANTARA) - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan momen penting dalam perjalanan demokrasi di Indonesia. Setelah euforia Pilkada berakhir, masyarakat sering dihadapkan pada persoalan sosial seperti munculnya pertikaian, dan permusuhan.
Tidak jarang ditemukan ada warga yang awalnya berhubungan baik, tapi usai pilkada tidak bertegur sapa karena beda pilihan. Tentu hal ini menjadi tantangan dalam menjaga keharmonisan sosial akibat polarisasi yang terjadi selama masa kampanye.
Maka dari itu dalam perspektif komunikasi, tentunya perlu dipertanyakan sikap apa yang harus diterapkan, baik masyarakat, tim sukses, kandidat dan pemerintah agar kehidupan bisa kembali harmonis?
Membangun Komunikasi Rekonsiliatif
Usai Pilkada, komunikasi rekonsiliatif tentu menjadi salah satu kunci untuk mengatasi perpecahan di masyarakat.
Dalam hal ini saya berpandangan, bahwa para kandidat baik yang menang ataupun yang kalah perlu menunjukkan dan menjujung tinggi sportivitas. Selain itu para kandidat juga perlu bersikap terbuka untuk bekerja sama demi kepentingan bersama.
Hal ini dapat dilakukan dengan pernyataan publik yang mengedepankan perdamaian dan menyatukan kembali elemen masyarakat yang berbeda pilihan.
Tentunya dalam menerapkan komunikasi rekonsiliatif, perlu juga melibatkan media sebagai saluran untuk menyampaikan pesan-pesan perdamaian.
Dalam hal ini saya berpandangan bahwa media memiliki tanggung jawab moral untuk tidak memperpanjang narasi konflik, melainkan memperkuat pesan kebersamaan dan memberikan edukasi pada masyarakat akan arti penting persatuan dan kesatuan.
Mengembangkan Empati dalam Komunikasi
Sikap empati merupakan dasar komunikasi yang efektif, terutama dalam masyarakat yang telah mengalami polarisasi.
Pemimpin terpilih harus memahami perasaan dan kebutuhan semua kelompok masyarakat, termasuk yang tidak memilihnya. Dengan menunjukkan empati, pemimpin dapat membangun kepercayaan dan menciptakan suasana yang kondusif untuk pembangunan. Empati juga penting dalam komunikasi antarwarga.
Masyarakat perlu berusaha memahami sudut pandang satu sama lain dan menghindari sikap saling menyalahkan akibat perbedaan pilihan politik.
Menjaga Etika dalam Komunikasi Publik
Etika komunikasi sangat relevan dalam konteks pasca-Pilkada. Dimana setiap individu, termasuk tokoh masyarakat dan pengguna media sosial, perlu menjaga tutur kata yang sopan dan tidak provokatif.
Penyebaran informasi yang bersifat fitnah atau hoaks harus dihentikan agar tidak memperburuk situasi dan keadaan pasca pilkada.
Dalam hal ini kandidat yang kalah, sangat perlu menunjukkan kedewasaan politik dengan memberikan pernyataan yang tidak memicu kontroversi.
Sebaliknya, kandidat yang menang harus menghindari komunikasi yang terkesan arogan dan mengecilkan kandidat yang kalah.
Menggunakan Media Sosial Secara Bijak
Setelah proses pilkada usai, bukan berarti pembicaraan pilkada juga akan berhenti. Justru akan semakin hangat dibicarakan, baik proses maupun hasilnya.
Dalam hal ini media sosial sering menjadi ruang di mana konflik pasca-Pilkada terus berlanjut. Dalam perspektif komunikasi, penting untuk mendorong masyarakat menggunakan media sosial secara bijak.
Penyebaran pesan-pesan positif dan edukatif dapat membantu meredakan ketegangan.
Salah satu bentuk alternatif dalam menjaga persatuan usai pilkada yaitu melalui media sosial.
Kampanye digital bisa menjadi strategi efektif untuk mempromosikan persatuan seperti, melalui tagar, video pendek, atau infografik. Selain itu, pihak terkait juga dapat melakukan literasi digital untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya berpikir kritis terhadap konten yang mereka temui di media sosial
Mengutamakan Dialog dalam Mengatasi Konflik
Terkadang konflik usai pilkada sering terjadi, khususnya terhadao hasil pilkada setelah di umumnya. Maka salah satu solusi untuk mengatasi konflik tersebut perlu adanya dialog.
Dialog harus menjadi pilihan utama untuk menyelesaikannya. Dialog memungkinkan semua pihak untuk menyampaikan pandangan mereka secara terbuka dan mencari solusi yang saling menguntungkan.
Dalam dialog, penting untuk menghadirkan mediator yang netral dan memahami prinsip-prinsip komunikasi efektif, seperti mendengarkan secara aktif dan menghindari asumsi negatif.
Membangun Narasi Bersama
Narasi bersama merupakan salah satu cara untuk mengatasi perbedaan yang muncul pasca-Pilkada. Narasi ini harus mengedepankan visi dan misi bersama sebagai warga negara yang ingin menciptakan masyarakat yang lebih baik.
Dalam hal ini Pemimpin, tokoh agama, dan tokoh masyarakat dapat berperan penting dalam membangun narasi ini melalui ceramah, diskusi publik, dan program-program komunitas.
Narasi yang inklusif akan membantu masyarakat melihat tujuan bersama di atas kepentingan politik sesaat.
Penutup
Pasca-Pilkada, komunikasi berperan sentral dalam membangun kembali persatuan masyarakat.
Dengan mengutamakan komunikasi rekonsiliatif, empati, etika, dan dialog, masyarakat dapat mengatasi polarisasi dan bergerak bersama menuju tujuan bersama.
Pemimpin terpilih, media, dan masyarakat harus bekerja sama untuk menciptakan ruang komunikasi yang harmonis dan konstruktif demi memperkuat demokrasi dan pembangunan bangsa.
Sikap-sikap ini tidak hanya relevan dalam konteks Pilkada, tetapi juga dapat diterapkan dalam berbagai situasi konflik sosial lainnya.
Dengan komunikasi yang baik, tantangan perbedaan dapat diubah menjadi peluang untuk mempererat persatuan.
Penulis: Tomi Hendra, M.Sos - Dosen Komunikasi UIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi