Menghapus budaya perundungan di kalangan pelajar

id Perundungan ,Pelajar ,Polres Sukabumi ,Polres Sukabumi Kota ,Pemkot Sukabumi ,Pemkab Sukabumi

Menghapus budaya perundungan di kalangan pelajar

Kapolres Sukabumi AKBP Maruly Pardede saat meminta keterangan dari oknum kakak kelas yang menganiaya adik kelasnya di dalam lingkungan sekolah di salah satu SMA di wilayah Kecamatan Warungkiara, Kabupaten Sukabumi, Jabar. ANTARA/Dok/Aditya Rohman

Sukabumi, Jabar (ANTARA) - Kasus perundungan di lingkungan maupun luar sekolah--dengan korban maupun pelakunya merupakan pelajar--masih saja sering terjadi. Padahal berbagai upaya telah dilakukan, agar perundungan atau bullying benar-benar bisa berhenti.

Ironisnya, banyak berita yang menayangkan bahwa pelaku perundungan itu masih di bawah umur. Ancaman berat bagi pelaku perundungan itu seakan tidak membuat takut ataupun dijadikan peringatan oleh oknum-oknum pelajar.

Belum lama ini, misalnya, terjadi kasus perundungan terhadap anak yang masih duduk di bangku kelas III di salah satu SD swasta di Kota Sukabumi. Dampak dari perundungan itu, korban mengalami luka memar hingga patah tulang.

Parahnya lagi, kasus perundungan itu terjadi di dalam lingkungan sekolah, bahkan diduga ada oknum sekolah yang melakukan intimidasi terhadap korban agar tidak mengadu kepada orang tua.

Contoh lainnya, kasus penganiayaan kakak kelas terhadap adik kelasnya di salah satu SMA di Kecamatan Warungkiara, Kabupaten Sukabumi. Pelaku nekat menganiaya korban dengan cara membacok menggunakan celurit di dalam lingkungan sekolah.

Pelaku beralasan sakit hati karena kerap diledek oleh korban yang merupakan adik kelasnya itu.

Perundungan itu merupakan salah satu dari beberapa kasus serupa yang ditangani pihak kepolisian Polres Sukabumi Kota dan Polres Sukabumi. Diduga perundungan di kalangan pelajar masih sering terjadi, namun korban tidak melapor atau mengadu kepada orang tua dan juga ada yang berakhir damai.

Seakan-akan perundungan ini sudah menjadi budaya dan warisan turun-temurun di kalangan pelajar walaupun hanya sebagian kecil oknum pelajar yang melakukan aksi kekerasan seperti itu.

Perundungan di kalangan oknum pelajar ini bisa dikatakan budaya dan warisan karena biasanya korbannya adalah adik kelas dan pelakunya kakak kelas yang sebelumnya juga pernah menjadi korban atau ada unsur balas dendam yang dilampiaskan kepada junior.

Tidak hanya kakak kelas terhadap adik kelas, kejadian perundungan pun bisa sebaliknya ataupun sesama rekan satu tingkat. Belum lagi perundungan di luar sekolah di mana oknum pelajar menganiaya pelajar dari beda sekolah.

Tentu, budaya dan warisan buruk ini harus dihapuskan agar tidak ada lagi pelaku atau korban berikutnya ataupun korban menjadi pelaku, sebab perundungan tidak dibenarkan sama sekali dengan alasan apa pun.

Mencegah perundungan

Perundungan tidak hanya identik dengan kekerasan fisik, tetapi juga kekerasan terhadap psikologi korban. Bahkan ada jenis perundungan yang dianggap biasa atau candaan, misalnya, body shaming atau celaan fisik. Biasanya korbannya memiliki fisik yang berbeda, misalnya, bobot tubuh yang berlebih maupun kekurangan fisik lainnya, wajah yang dianggap tidak menarik, bahkan terhadap penyandang disabilitas.

Kasus perundungan ini kerap terjadi di lingkungan sekolah, namun tetap saja akan berdampak kepada korbannya apalagi dilakukan berulang-ulang yang menyebabkan korban merasa tidak berguna, minder, malu, dan terganggu psikologinya atau kejiwaannya.

Akibat buruk yang bisa saja terjadi, korban melakukan balas dendam dengan cara di luar akal sehat seperti kasus penganiayaan yang dilakukan oleh pelajar di salah SMA di Kecamatan Warungkiara.

Kemudian enggan sekolah, bahkan yang paling parah korban memilih mengakhiri hidupnya karena tidak kuat menahan celaan.

Jenis perundungan berupa kekerasan psikologi contohnya adalah memberikan ancaman-ancaman kepada korban sehingga mereka merasa takut, khawatir yang berlebih, hingga dampak negatif lainnya.

Meskipun tidak mengalami kekerasan fisik, perundungan seperti ini pun tetap berbahaya dan tidak dibenarkan. Masih banyak lagi jenis perundungan lainnya seperti dikucilkan, dimusuhi, intimidasi dan lainnya.

Maka dari itu, Pemerintah Kota/Kabupaten Sukabumi bersama dengan Polres Sukabumi/Polres Sukabumi Kota, Dinas Pendidikan, Komisi Perlindungan Anak, orang tua, serta pihak sekolah harus duduk bersama mencari solusi tepat dan efektif agar kasus perundungan tidak terjadi kembali di kalangan pelajar.

Berbagai upaya dilakukan untuk mencegah terjadinya perundungan dilakukan pemerintah daerah, kepolisian, maupun pihak sekolah di Kota dan Kabupaten Sukabumi.

Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Sukabumi adalah dengan membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) yang tugasnya memantau serta menangani kasus kekerasan di lingkungan sekolah .

Anggota TPPK tersebut merupakan tenaga pendidik yang direkrut dari 60 SD dan telah diberikan pelatihan mengenai penanganan kasus tindak kekerasan. Tim tersebut melakukan pengawasan terhadap para pelajar dan memberikan teguran kepada pelajar yang berpotensi melakukan perundungan.

Langkah ini dilakukan untuk meminimalkan potensi-potensi perundungan di lingkungan sekolah.

Kemudian, program Police Goes to School yang rutin dilakukan para pejabat kepolisian di lingkungan Polres Sukabumi Kota mulai dari kapolres hingga kapolsek dengan cara menjadi pembina upacara setiap hari Senin.

Para pelajar ini diedukasi dan wawasan tentang kamtibmas, salah satunya mencegah terjadinya kasus kekerasan atau perundungan di kalangan pelajar. Selain itu, dikenalkan produk hukum yang bisa menjerat pelaku perundungan.

Sama halnya yang dilakukan Polres Sukabumi. Melalui program Polisi Sahabat Pelajar, yang merupakan cara humanis, penegak hukum ini mengingatkan para pelajar agar hanya fokus ke belajar dan tidak melakukan kegiatan yang bisa merugikan diri sendiri ataupun orang lain serta berpotensi terjerat hukum.

Namun yang utama untuk mencegah terjadinya perundungan adalah peran sekolah dan orang tua. Sekolah harus memberikan perhatian lebih, tidak hanya dalam hal kegiatan belajar mengajar (KBM) tetapi juga memantau perilaku anak didik selama di sekolah, termasuk mengajak bicara dan membina anak-anak yang berpotensi menimbulkan masalah.

Selanjutnya, orang tua karena mereka merupakan garda terdepan dalam mencegah anaknya menjadi pelaku atau korban perundungan, misalnya, mengajak berdiskusi ataupun berkomunikasi layaknya teman sehingga anak menjadi terbuka kepada orang tuanya.

Orang tuan harus berperan mencegah anaknya menjadi korban atau pelaku perundungan, antara lain, dengan memberikan pengetahuan tentang jenis perundungan, ancaman hukuman, serta menanamkan pada diri anak untuk selalu memiliki rasa hormat dan sayang kepada orang lain.