Kejati Sumbar eksekusi sepuluh narapidana korupsi tol Padang-Sicincin

id Kejati,Kejaksaan,Padang,Sumbar,Korupsi,Tol,Padang-sicincin

Kejati Sumbar eksekusi sepuluh narapidana korupsi tol Padang-Sicincin

Kepala Kejati Sumbar Asnawi didampingi Aspidsus Hadiman. (ANTARA/FathulAbdi)

Padang (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat (Sumbar) telah mengeksekusi sepuluh dari tiga belas narapidana dalam perkara korupsi pengadaan lahan tol Padang-Sicincin yang telah berkekuatan hukum atas putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) RI.

"Total narapidana yang sudah dieksekusi Kejaksaan sampai sekarang adalah sepuluh orang, eksekusi dilakukan secara bertahap," kata Kepala Kejati Sumbar Asnawi didampingi Asisten Pidana Khusus Hadiman di Padang, Senin.

Ia mengatakan sepuluh narapidana itu kini telah dijebloskan ke penjara untuk menjalani masa hukuman masing-masing.

"Selanjutnya tersisa tiga terpidana lagi untuk dieksekusi, kami masih menunggu salinan putusan turun dari Mahkamah Agung RI bagi mereka," jelasnya.

Sementara Asisten Pidana Khusus Hadiman menceritakan eksekusi terhadap sepuluh narapidana itu dilakukan dalam tiga tahap pada waktu yang berbeda-beda.

Eksekusi awal dilakukan terhadap Jumadi dan Upik Suryati yang berlatar belakang sebagai pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumbar pada 17 Juli.

Setelahnya pihak Kejaksaan kembali mengeksekusi terpidana atas nama Ricki Novaldi yang berlatar belakang sebagai Ketua Satgas B dalam proyek pengadaan lahan tol.

"Eksekusi terakhir dilakukan pada 8 Agustus ke tujuh terpidana, mereka datang setelah kami layangkan surat panggilan kedua," jelasnya.

Ia menyebutkan tujuh terpidana itu adalah Raymon Fernandes, Sadri Yuliansyah, Kaidir, Syamsul Bahri alias Latuih, Nazaruddin, Buyuang Kenek, dan Amir Hosen. Mereka divonis bersalah oleh MA dan dijatuhi hukuman selama enam tahun.

Para terpidana terjerat dalam perkara korupsi proyek pembangunan tol Padang-Sicincin 2020, ketika negara menyiapkan uang sebagai ganti rugi bagi lahan yang terdampak pembangunan.

Salah satu lahan yang terdampak adalah taman Keanekaragaman Hayati (KEHATI) di Parik Malintang, Kabupaten Padang Pariaman, dimana uang ganti rugi diterima oleh orang per orang.

Setelah diusut lebih lanjut oleh Kejaksaan ternyata taman KEHATI statusnya masuk dalam aset daerah dan tercatat pada bidang aset Badan Pengelolaan Keuangan daerah Padangpariaman, sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp27,460 miliar.

Kerugian muncul karena uang ganti rugi lahan tol yang telah digelontorkan oleh negara diklaim secara melawan hukum oleh orang yang tidak berhak sebagai penerima ganti rugi.

Awalnya seluruh terdakwa dinyatakan bebas oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Padang, tidak terima dengan putusan itu Jaksa kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI.

Mahkamah Agung RI kemudian menerima kasasi dari Jaksa dan memvonis seluruh terpidana bersalah, serta menjatuhkan hukuman penjara yang bervariasi.