Lubuk Nyarai dan kehidupan baru untuk hutan

id Ekowisata Nyarai, air terjun, arung jeram, destinasi, hutan rakyat Oleh Iggoy el Fitra

Lubuk Nyarai dan kehidupan baru untuk hutan

Pengunjung berada di tepian Lubuk Nyarai, hutan Gamaran, Nagari Salibutan, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. (ANTARA/Iggoy el Fitra/23)

Padang (ANTARA) - Jalan basah oleh sisa hujan dini hari. Jalan beraspal di Nagari Salibutan itu, dipagari secara alami oleh batang durian yang menjulang, mengantarkan sekelompok anak muda yang ingin berpetualang ke hutan Gamaran. Mereka berkumpul di posko untuk mengganti sepatu dan mengambil tongkat kayu sebagai alat bantu "trekking".

Tidak jauh dari situ, di balik bilik beratap jaring tanaman, seseorang menyiapkan bibit Jengkol dan Surian.

"Bibit jengkol dan surian ini akan kita bawa ke Nyarai untuk ditanam pengunjung sepanjang perjalanan. Ini adalah upaya kami untuk melestarikan lingkungan dan hutan Gamaran," kata Ritno Kurniawan, pelopor ekowisata Nyarai di Nagari Salibutan Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat.

Ritno mulai membuka destinasi wisata petualangan itu sejak tahun 2013.

Selain berwisata, kata RItno, ia juga mengajak pengunjung atau pun masyarakat untuk menjaga dan melindungi kawasan hutan Gamaran, yang dulunya di sana sangat masif terjadi aktivitas penebangan kayu ilegal.

"Sekarang kita coba bina dengan kegiatan konservasi ekowisata yakni mengallihkan mata pencaharian warga dari penebang kayu menjadi pemandu wisata," kata Ritno

Ia juga melakukan edukasi kepada pengunjung dan masyarakat sekaligus menanam di lokasi kawasan yang sudah dilakukan penebangan warga.

Menurutnya langkah ini efektif untuk konservasi kawasan ekowisata Nyarai agar lebih asri dan berkembang serta membuat hutan lestari agar masyarakat sejahtera.

Dalam kondisi sekarang, meskipun hujan deras di hulu sana, kata Ritno, tidak terjadi banjir bandang karena tutupan hutan masih bagus.

Ritno menjelaskan, warga dulunya merupakan para penebang kayu ilegal yang merambah hutan secara masif untuk kebutuhan ekonominya.

Tapi sejak dirintis menjadi objek wisata petualangan di tahun 2013, kata dia, lokasi hutan disulap menjadi objek wisata minat khusus, dan warga sekitar sudah banyak yang beralih profesi menjadi pemandu wisata trekking (berjalan kaki).

Selanjutnya Ritno mengatakan, Air Terjun Lubuk Nyarai berada di kawasan yang dulunya merupakan Hutan Lindung Bukit barisan I, namun kini berubah statusnya menjadi hutan nagari (desa), setelah mendapat izin dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.

Hutan Gamaran seluas 2.800 Hektar area itu, kata Ritno, kini dikelola oleh Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Nagari Salibutan dan Pokdarwis Nyarai.

Ritno menambahkan, meskipun masih ada yang melakukan aktivitas pembalakan liar namun jumlahnya sedikit. Warga kini menebang kayu untuk kebutuhan pribadi, bukan untuk cukong dan produk besar-besaran.

Sambil berpetualang ke Lubuk Nyarai, kata RItno,pengunjung bisa membawa bibit untuk ditanam di titik yang ditentukan di kawasan konservasi terbaik yang telah diakui oleh (EOCA) Eouropean Outdoor Conservation Ascociation itu.

Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Padang Pariaman, Muhammad Fadhly menambahkan, pengunjung boleh berdonasi Ro10 ribu per orang sambil menanam pohon melalui website resmi desa wisata Nyarai dengan alamat www.desawisatanyarai.com.

"Wisatawan nanti ditawarkan paket Pohon Asuh. Bibit tanaman diberikan dan setelah ditanam oleh wisatawan dipasang Barcode di pohon tersebut sebagai penanda bahwa pohon itu milik dari si penanam," kata Fadhly.

Fadhly menjelaskan, pemerintah daerah memfasilitasi semua kebutuhan pembangunan desa wisata Nyarai, mulai dari destinasi sampai sumber daya manusia (SDM) yakni dalam bentuk pelatihan.

Pemerintah daerah, kata Fadhly, kini sudah membangun kantor Pokdarwis, kelengkapan penjualan suvenir, mushalla, toilet, dan dua buah cottage yang bisa digunakan untuk wisatawan.

Pemda sekarang juga memprioritaskan pembangunan jalan akses ke ke kawasan ekowisata Nyarai termasuk pembangunan gerbang.

"Kita ingin menggaet banyak wisatawan mancanegara ke Nyarai, masih dengan promosi konsep konservasi alam. Dari jumlah kunjungan wisatawan ke Sumbar pada tahun 2022, hanya sedikit yang berkunjung ke Nyarai. Mereka singgah dari Mentawai," katanya.

Maka itu, kata Fadhly, pihaknya kini menargetkan minimal 25 persen wisatawan mancanegara yang melancong Mentawai, bisa singgah ke Nyarai.

Untuk mendukung itu, ke depan pemerintah daerah akan menfasilitasi untuk internasionalisasi semua informasi Ekowisata Nyarai baik dalam bentuk digitalisasi sosial media atau non digital.

Ekowisata Nyarai kini terpilih sebagai 75 desa wisata terbaik di Indonesia pada Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023 digelar Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Dengan terpilihnya Nyarai, kata Fadhly, akan memberi dampak positif pada percepatsn pengembangan desa wisata, di antaranya pembenahan dan evaluasi desa wisata agar menjadi lebih baik.

Jalan Menuju Air Terjun Nyarai

Riuh suara bersahutan dari kejauhan. Suara itu berasal dari sekelompok wisatawan lokal yang sedang berjalan di antara ladang sawit menuju kawasan ekowisata Nyarai di hutan Gamaran.

Suara tapak kaki mereka beradu dengan hentakan tongkat serta bunyi Tonggeret dan gemericik aliran sungai Batang Salibutan.

Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Ekowisata Nyarai menawarkan lima paket wisata minat khusus untuk menikmati kawasan Lubuk Nyarai dan sekitarnya.

Pelopor Ekowisata Nyarai, Ritno Kurniawan menunjukan bibit pohon yang akan ditanam wisatawan sepanjang perjalanan. (ANTARA/Iggoy el Fitra/23)

Ritno Kurniawan yang juga Ketua Pokdarwis mengatakan, untuk trekking saja, pengunjung dikenai tarif Rp30 ribu per orang dengan jumlah rombongan minimal lima orang. Biaya tersebut sudah termasuk biaya untuk menyewa pemandu yang berlisensi.

Ritno menjelaskan paket pertama yakni trekking sejauh 5,5 kilometer ke Air Terjun Nyarai, kedua paket kemping di empat titik kawasan ekowisata Nyarai.

"Ketiga adalah paket menembak ikan di Batang Salibutan, kemudian paket memancing ikan Gariang di Lubuk Larangan, terakhir paket melihat burung Kuau," kata Ritno.

Daya tarik ekowisata Nyarai Hutan Gamaran adalah Air Terjun Nyarai dengan Lubuknya yang alami. Secara geologi kolam di Nyarai terbentuk secara alami, dengan fenomena breksi yaitu pusaran air yang menggerus dinding kolam jutaan tahun lalu.

Selain air terjun Nyarai, kata Ritno, pengunjung bisa menikmati spot-spot lain sepanjang perjalanan. Perjalanan yang normalnya sekitar dua jam, bisa lebih lama jika ditambah dengan menikmati keindahan lubuk dan flora serta fauna di sana.

Pertama kali, pengunjung akan diberikan nuansa sungai berpasir di tepiannya dengan lubuknya yang hijau yang dinamai Lubuk Ngungun. Perjalanan ke titik ini masih landai melewati areal pesawahan.

Di Lubuk Ngungun, pengunjung bisa mandi-mandi dan berenang dengan cara meloncat dari atas batu yang besar.

Setelah titik ini, pengunjung bisa melanjutkan perjalanan menuju Lubuk Batu Tudung. Pengunjung musti sedikit berusaha pada tahap ini, karena jalan mulai curam dan berbatu. Kondisi hujan akan sedikit menyulitkan perjalanan.

Sepanjang jalan, kaki pengunjung tidak luput dari gigitan pacet, tanda bahwa mereka memasuki kawasan hutan atau gunung. Untuk mengurangi dampak ini, jangan sering-sering berhenti di perjalanan, apalagi pada kawasan tanah basah.

Seorang pemandu wisata, Sep Million Dollar Man (30) mengatakan, pacet atau bahasa setempatnya acek, merupakan hal biasa yang ditemui sepanjang perjalanan.

"Kami sudah menyediakan sepatu khusus trekking untuk mengurangi pacet masuk ke dalam sepatu," kata Sep yang hanya menggunakan sendal jepit.

Sep yang merupakan mantan pembalak liar itu sudah terbiasa keluar masuk hutan dengan sendal jepit, jadi tidak masalah baginya kalau harus digigit pacet.

"Saya sudah bergabung dengan pemandu Ekowisata Nyarai sejak tahun 2014. Dulunya saya membawa kayu dari hutan," kata Sep sambil menjinjing belasan nasi bungkus dalam karung di pundaknya.

Sep juga menyarankan agar membawa air minum dan tidak membuang botolnya di perjalanan, karena jika habis botol tersebut bisa diisi ulang.

Tidak lama kemudian, Sep menunjukan anak sungai kecil yang harus dilewati di perjalanan. Lebarnya sekitar dua meter, Sep lalu mengambil botol minumnya yang kosong dan mengisinya dengan air sungai.

"Hampir semua sungai di kawasan ini bisa diminum langsung, airnya segar dan dingin," kata Sep lalu meneguk minumannya.

Setelah Lubuk Ngungun, pengunjung akan menemui Lubuk Batu Tudung dan harus turun ke bawah karena berada cukup jauh dari jalan setapak. Tidak jauh dari Lubuk Batu Tudung, akan ditemui spot selanjutnya yakni Lubuk Batu Pacah, Batu Gantung, dan Lubuk Kasai.

Jika beruntung, pengunjung bisa menyaksikan sejumlah fauna sepanjang perjalanan, seperti burung Kuau Raja, burung Enggang, dan Surili Sumatera, seekor monyet merah yang biasa disebut Simpai oleh warga setempat.

Sekitar 700 meter sebelum sampai di Lubuk Nyarai, pengunjung harus melewati sungai yang cukup luas dan deras. Namun tidak dalam, sekitar 30 sentimeter tergantung kondisi sungai saat itu.

Untuk melewati sungai tersebut, pengunjung musti berhati-hati bukan saja karena arusnya yang cukup deras, tetapi batunya yang licin saat dipijak.

Sep menyarankan, agar pengunjung menginjak batu-batu kecil saja, jangan batu yang besar. Ia juga siap siaga membawa barang bawaan pengunjung agar tidak jatuh ke sungai, seperti tas yang berisi peralatan elektronik.

Sungai yang juga aliran air terjun Nyarai tersebut bisa menjadi tempat peristirahatan menjelang Lubuk Nyarai sekaligus makan siang. Di sungai itu, pengunjung bisa menjajal pengalaman menembak ikan Sikulari dan membawanya ke air terjun untuk dibakar bersama-sama.

Sekitar 10 menit kemudian, pengunjung sudah bisa tiba di air terjun Nyarai dengan lubuknya yang alami. Air terjun kecil meluncur di antara bebatuan besar ke kolam yang berwarna hijau. Secara geologi kolam di Nyarai terbentuk secara alami, dengan fenomena breksi yaitu pusaran air yang menggerus dinding kolam jutaan tahun lalu.

Jika ingin menikmati keseluruhan Nyarai, pengunjung harus melintasi batang kayu yang secara alami menjadi jembatan menuju batu besar setinggi tiga meter, tempat di mana wisatawan duduk dan bersantai.

Seorang pengunjung, Ardi Suryanto mengaku takjub dengan keindahan di sana sejak pertama kali datang ke Lubuk Nyarai.

"Entah sudah ke berapa kali saya ke sini, tapi Nyarai seperti Heaven alias surga yang jatuh ke bumi. Air terjun yang indah meskipun harus menempuh jarak 2,5 jam tetapi terbayarkan dengan lukisan alam yang begitu memukau," ujar Ardi.

Ardi berharap agar pemerintah daerah bisa mengupayakan pembuatan akses jalan untuk motor atau mobil, sehingga dapat memangkas waktu tempuh yang awalnya mencapai 2,5 jam menjadi 1 jam saja.

"Kalau bisa dibuatkan jalan buat motor atau mobil masuk sehingga wisatawan makin banyak datang tanpa mengeluh jauh. Juga perlu buat jembatan penyeberangan pas melintas ke air terjun karena tidak semua orang bisa memanjat batu besar yang ada di sana," kata Ardi.

Sesampainya di Nyarai, pengunjung dapat bersantai sambil bakar ikan Sikulari yang didapatkan di sungai. Selain itu, pengunjung juga bisa merasakan sensasi meloncat dari atas batu dan berenang di lubuknya yang hijau.

Sejak dibuka pada tahun 2013, kata Ritno, jumlah kunjungan terus naik hingga tahun 2014. Namun sejak 2018 menurun, diperparah pada masa pandemi.

"Setelah masa pandemi COVID-19 kembali naik 20 persen. Target kita memang bukan wisata massal, tapi minat khusus. Walau sedikit kunjungan tapi optimal pengelolaan, terutama pelayanan terhadap tamu," katanya.

Meskipun gaungnya terdengar ke seluruh nusantara dan dunia, Nyarai tetap seperti dulu. Tidak riuh dan hanya menyisakan suara air dan nyanyian burung Kuau. *