Ratusan wajib pajak di Sumbar ikuti Program Pengungkapan Sukarela

id program pengungkapan sukarela

Ratusan wajib pajak di Sumbar ikuti Program Pengungkapan Sukarela

Sosialisasi Program Pengungkapan Sukarela DJP Sumbar Jambi. (Antara/HO-DJP Sumbar-Jambi)

Padang (ANTARA) - Sebanyak 209 wajib pajak di Sumatera Barat telah mengikuti Program Pengungkapan Sukarela dengan dengan total harta bersih yang diungkap sebesar Rp248.556.178.054 dan PPh final sebesar Rp28.435.503.566.

Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Sumbar dan Jambi Marihot Pahala Siahaan di Padang, Jumat menyampaikan Program Pengungkapan Sukarela berlangsung sejak 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022.

"Program ini memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk secara sukarela mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi melalui pembayaran PPh berdasarkan pengungkapan harta sebelum penegakan hukum dilakukan," kata dia.

Menurut dia program ini bersumber dari basis data dari pertukaran data otomatis oleh DJP dari mitra di luar negeri maupun data yang disampaikan oleh instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lain (ILAP) sesuai ketentuan yang berlaku.

"Karena jika penegakan hukum dilakukan oleh DJP, maka akan langsung mengenakan sanksi dan menerbitkan surat ketetapan pajak atas pajak yang belum dibayarkan," ujarnya.

Ia memaparkan Program Pengungkapan Sukarela terdiri atas dua kebijakan yaitu Kebijakan I dan Kebijakan II.

Kebijakan I adalah pembayaran PPh final berdasarkan pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya dilaporkan oleh peserta program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). Basis pengungkapan yaitu harta per 31 Desember 2015 yang belum diungkap pada saat mengikuti Tax Amnesty (TA).

Kebijakan I dapat diikuti oleh wajib pajak peserta TA baik Wajib Pajak Badan ataupun Wajib Pajak Orang Pribadi. Sebagai gantinya, Wajib Pajak yang mengikuti Kebijakan I tidak akan dikenai sanksi Pasal 18 ayat (3) UU Pengampunan Pajak 200 persen dari PPh yang kurang dibayar.

Sedangkan Kebijakan II adalah pembayaran PPh final berdasarkan pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi tahun pajak 2020.

Basis pengungkapan harta perolehan tahun 2016 sampai 2020 yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020.

"Kebijakan II dapat diikuti oleh Wajib Pajak Orang Pribadi saja. Dengan mengikuti Kebijakan II, atas Wajib Pajak tersebut tidak akan diterbitkan ketetapan untuk kewajiban 2016-2020, kecuali ditemukan harta kurang diungkap," kata dia.

Selain itu, informasi yang bersumber dari SPPH yang disampaikan oleh Wajib Pajak yang mengikuti Kebijakan I dan Wajib Pajak yang mengikuti Kebijakan II tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan pidana terhadap WP.

Terkait Wajib Pajak yang belum mengungkapkan kewajiban perpajakan dengan benar dan tidak mengikuti Program Pengungkapan Sukarela akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan tarif yang lebih rendah dibandingkan dengan tarif yang akan dikenakan jika ketidakbenaran informasi saat pelaporan dan pembayaran pajak ditemukan oleh DJP.

Apabila Wajib Pajak memiliki aset, maka aset tersebut wajib dilaporkan pada SPT Tahunan setiap tahunnya. Apabila tidak mengikuti PPS, Wajib Pajak yang pernah mengikuti Program Tax Amnesty dan belum melaporkan hartanya secara lengkap akan dikenakan PPh final sebesar 25 persen untuk Wajib Pajak Badan

Kemudian 30 persen untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, dan 12,5 persen untuk Wajib Pajak tertentu dari harta bersih tambahan ditambah sanksi administrasi hingga 200 persen atas keterlambatan.

Tarif dan dan sanksi administrasi tersebut jelas lebih tinggi dibandingkan dengan tarif PPh final dalam PPS Kebijakan I yang hanya berkisar di tarif 11 persen, 8 persen, dan 6 persen.

Kemudian, Wajib Pajak Orang Pribadi yang belum melaporkan hartanya di tahun 2016 – 2020 akan dikenakan PPh final dengan tarif 30 persen.

Ia menambahkan Program Pengungkapan Sukarela adalah kesempatan bagi wajib pajak untuk mendapatkan tarif yang lebih rendah dibandingkan dengan tarif yang akan dikenakan jika ketidakbenaran informasi saat pelaporan dan pembayaran pajak ditemukan oleh pemerintah.

"Selain itu, melalui PPS Wajib Pajak juga terbebas dari sanksi administrasi maupun potensi tuntutan pidana perpajakan," kata dia.