Padang Aro (ANTARA) - Etape II Tour de PDRI mengingatkan pada perjuangan "menyambung nyawa" Negara Indonesia dari agresi militer Belanda II yang dikomandoi dari Bidar Alam, pelosok Ranah Minang, daerah rimba yang dibentengi angkernya Bukit Barisan, yang saat ini masuk Kecamatan Sangir Jujuan, Kabupaten Solok Selatan.
Sebanyak 60 orang peserta permanen Tour de PDRI menginap di lokasi tempat Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), Syafruddin Prawiranegara menjalankan pemerintahan, mempertahankan denyut jantung bangsa agar tetap diakui dunia bahwa Indonesia masih ada.
Embrio PDRI lahir di Bukittinggi pada 19 Desember 1948 setelah Syafrudin Prawiranegara menerima mandat dari Presiden Soekarno yang menyatakan pada Minggu 19 Desember 1948 jam 6 pagi Belanda telah memulai serangannya atas Ibu Kota Yogyakarta. Jika dalam keadaan pemerintah tidak dapat menjalankan kewajibannya lagi, Presiden memberikan kuasa kepada Syafrudin Prawiranegara yang saat itu menjabat sebagai Mentri Kemakmuran RI untuk membentuk pemerintahan darurat di Sumatera.
Embrio PDRI di Bukittinggi tidak sempat dilahirkan karena Belanda melakukan serangan besar-besaran ke tempat-tempat strategis di kota itu. Pejuang kemudian beralih ke Halaban Kabupaten Limapuluh Kota. Di sanalah akhirnya pada 22 Desember 1948 PDRI dilahirkan melalui musyawarah bersama.
Namun karena Belanda terus melakukan aksi brutal untuk mencari pejuang PDRI, maka pusat pemerintahan dialihkan kembali. Awalnya Kampar dipilih sebagai pusat pemerintahan selanjutnya. Tetapi karena Pekanbaru ternyata telah dikuasai Belanda, maka dialihkan lagi jauh ke pelosok, di tengah-tengah ganasnya rimba Sumatera.
Pada 7 Januari 1949, rombongan Syafrudin Prawiranegara sampai di Abai Sangir, Solok Selatan. Pada 24 Januari 1949, rombongan kembali melanjutkan perjalanan ke tempat bernama Bidar Alam.
Lembabnya Desember 1949 di Bidar Alam, di bawah guyuran gerimis dan hujan yang dulu dirasakan rombongan pejuang PDRI, masih sama dengan lembabnya Desember di Bidar Alam saat ini. Hujan mengguyur semalam menjelang etape II dihelat. Para pebalap merasakan gigilnya. Merasakan betapa pedihnya perjuangan.
Tour de PDRI etape II dilepas oleh Wakil Bupati Solok Selatan Yulian Efi, bersama Kepala Kesbangpol Sumbar Jefrinal Arifin di RTH Padang Aro dan finish di Bidar Alam, Selasa (14/12).
Sebanyak 60 orang pebalap dari TNI/Polri ditambah sejumlah pebalap dari komunitas dan VIP melaju melintasi jalan sepanjang 24,23 kilometer yang dulu mungkin pernah menjadi saksi bisu perjuangan. Melewati bekas stasiun radio PDRI yang menyuarakan pada dunia, bahwa Indonesia masih ada.
Peristiwa PDRI itu menjadi dasar bagi penetapan Hari Bela Negara (HBN) yang tahun 2021 diakui sebagai peringatan ke-73. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat merancang sejumlah kegiatan untuk memeriahkan sekaligus sebagai lonceng pengingat perjuangan bangsa bagi generasi selanjutnya.
Tour de PDRI merupakan salah satu dari rangkaian kegiatan yang digelar. Pebalap akan melewati tujuh kabupaten dan kota yang mendukung perjuangan PDRI mulai dari Bidar Alam di Solok Selatan, Pulau Punjung Dharmasraya, Sumpur Kudus, perbatasan Sijunjung dan Tanah Datar, Bukittinggi, Payakumbuh dan grand finish di Koto Tinggi, Limapuluh Kota.
Pada etape I pebalap juga bisa menikmati keindahan alam di Kota Padang sebagai pembukaan Tour de PDRI.
Selain itu juga ditampilkan seni budaya setempat, kegiatan olahraga, seminar nasional dan pameran UMKM yang digelar pada beberapa tempat berbeda.
Gubernur Sumbar Mahyeldi mengatakan peringatan HBN 2021 memadukan faktor historis perjuangan bangsa, pendidikan, budaya, olahraga dan ekonomi. Ke depan, rangkaian kegiatan akan dibuat lebih meriah sehingga gebyarnya bisa terasa secara nasional.Pengembangan wisata sejarah
Peristiwa PDRI yang menjadi dasar HBN merupakan peristiwa besar yang terjadi hanya di Sumatera Barat, meskipun didukung oleh banyak pejuang dari perovinsi sekitar. Hal itu merupakan sebuah aset besar yang bisa dikembangkan menjadi wisata sejarah.
Kawasan-kawasan yang pernah menjadi saksi perjungan PDRI, bisa diurut menjadi sebuah rangkaian perjalanan wisata. Masih cukup banyak peninggalan yang bisa dilihat oleh generasi selanjutnya.
Daerah-daerah itupun menyimpan banyak kekayaan budaya, kuliner dan destinasi wisata lain yang juga dapat dinikmati oleh wisatawan yang datang untuk berkunjung.
"Modal inilah yang akan coba terus kita kembangkan menjadi salah satu wisata unggulan di Sumbar, yang tidak dimiliki oleh daerah manapun di dunia," kata Kepala Dinas Pariwisata Sumbar, Novrial.
Ke depan, secara bertahap pelaksanaan kegiatan akan dievaluasi untuk disempurnakan sehingga layak untuk "dijual" kepada wisatawan.
Monumen Nasional PDRI
Monumen Nasional PDRI dibangun di Koto Tinggi Kabupaten Limapuluh Kota yang merupakan salah satu basis perjuangan PDRI selain Bidar Alam, Solok Selatan.
Peletakan batu pertama monumen itu telah dilakukan pada 2012 sementara pembangunan fisik dimulai setahun setelahnya dimulai dengan pematangan lahan, membuat pondasi auditorium, lantai museum dan turap. Pembangunan tahap II dilanjutkan pada 2014 dan 2015 oleh pemkab Limapuluh Kota. Namun karena keterbatasan anggaran maka progres pembangunan sangat lambat.
Nafas baru untuk pembangunan itu kemudian datang dari Mentri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD yang menyebutkan pemerintah telah merampungkan daraft Instruksi Presiden tentang Pembangunan Monumen Nasional Bela Negara atau Monumen PDRI pada Maret 2021.
Disebutkan draft itu telah disetujui oleh seluruh kementerian dan lembaga yang terlibat yakni Kementerian Pertahanan, Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan Ristekdikti, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PU, Kementerian Keuangan dan Bappenas.
Dengan adanya Inpres sebagai payung hukum maka diharapkan pemerintah pusat dan daerah dapat berkoordinasi melanjutkan pembangunan Monumen Nasional PDRI tersebut.
Monumen PDRI sebagai pusat ekonomi baru
Lokasi pembangunan Monumen PDRI terletak diperbatasan Kabupaten Limapuluh Kota dan Pasaman sehingga memiliki nilai strategis sebagai pusat ekonomi baru. Selama ini dua daerah berdekatan itu hanya terhubung jalan kecil yang tidak represtatif untuk dilalui kendaraan.
Jika monumen terbangun dua daerah dan Pemprov Sumbar berkomitmen membangun akses jalan yang lebih representatif sehingga akan memacu perekonomian dua daerah, termasuk Kota Payakumbuh juga sejalur.
Akses jalan itu akan mempermudah masyarakat Pasaman menuju Pekanbaru via Limapuluh Kota dan masyarakat Payakumbuh Limapuluh Kota yang hendak ke Medan via Pasaman.*