Lubuk Basung (ANTARA) - Sekitar puluhan ekor babi liar di Maua Hilia, Jorong Kayu Pasak Timur, Nagari Salareh Aia, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, Sumatera Barat ditemukan mati secara mendadak diduga akibat African Swine Fever (ASF) atau virus flu babi Afrika pada awal November 2021.
Salah seorang warga Maua Hilia, Peli (40) di Lubuk Basung, Sabtu, mengatakan puluhan babi liar itu ditemukan mati dibeberapa titik di kebunnya.
"Babi itu saya temukan dalam kondisi membusuk dibeberapa lokasi satu bulan lalu," katanya.
Ia mengatakan, babi itu ditemukan saat membersihkan kebun dan ia mencium bauk tidak sedap saat bekerja, sehingga mencoba mencari asal bauk itu dan menemukan tiga ekor bangkai babi.
Setelah itu, ia membersihkan di kebun lokasi yang lain dan kembali mencium bauk tidak sedap tersebut.
"Saya menemukan bangkai babi dibeberapa lokasi dengan jumlah 15 ekor," katanya.
Beberapa hari setelah itu, ia juga menemukan bangkai babi di lahan pertanian miliknya.
Atas temuan itu, tambahnya, ia merasa kaget ada babi yang mati dengan jumlah cukup banyak, sehingga ia mencoba untuk menanyakan kepada warga lain apakah ada warga yang berburu babi di daerah itu.
"Kalau ada orang yang berburu, maka babi yang mati hanya satu sampai dua ekor dan bangkai itu pasti terluka. Sementara bangkai babi yang saya temukan tidak ada yang terluka," katanya.
Sementara itu, Kepala Resor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Agam, Ade Putra menambahkan Tim KSDA Agam sedang mengumpulkan data mengingat kejadian sudah berlangsung satu bulan lalu dan akan berkoordinasi dengan instansi terkait lainnya.
"Kondisi bangkai babi sudah rusak dan kami sedang melakukan koordinasi dengan intansi terkait lainnya," katanya.
Sebelumnya di Kabupaten Pasaman Barat juga dilaporkan puluhan babi mati secara mendadak pada 2020.
Pada 2019, Kementerian Pertanian menyatakan Indonesia dalam siaga satu menghadapi virus flu babi ini, berbagai langkah dengan melibatkan para pihak telah dilakukan dalam upaya mencegah dan penanganannya.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Pertanian Agam, Farid Muslim menambahkan kematian babi secara mendadak belum bisa dipastikan apakah terpapar virus ASF, karena perlu uji labor terhadap sampel organ tubuh babi tersebut.
Pihaknya belum mendapatkan laporan kematian babi dari warga dan apabila memang nanti ditemukan babi mati mendadak perlu dilakukan pengambilan sampel organ tubuh babi tersebut untuk dilakukan uji labor di Balai Veteriner, sehingga dapat diketahui apakah terpapar ASF atau tidak.
"Kita belum dapat memastikan apakah babi terpapar ASF," katanya.
Tanda-tanda klinis ASF berupa kemerahan di bagian perut, dada, scrotum, diare berdarah, berkumpul bersama dan kemerahan pada telinga, demam (41 derajat celsius), konjungtivitis, anoreksia, ataksia, paresis, kejang, kadang-kadang muntah, diare atau sembelit.
Pendarahan kulit sianosis, babi menjadi tertekan, telentang, kesulitan bernapas, tidak mau makan.
ASF dapat menyebar melalui kontak langsung, serangga, pakaian, peralatan peternakan, kendaraan dan lainnya.
Untuk babi yang terkena penyakit ASF, isolasi hewan sakit dan peralatan serta dilakukan pengosongan kandang selama dua bulan.
Untuk babi yang mati karena penyakit ASF dimasukkan ke dalam kantong dan harus segera dikubur oleh petugas untuk mencegah penularan yang lebih luas. (*)