Tradisi emas Olimpiade itu dilanjutkan pasangan Greysia/Apriyani
Jakarta, (ANTARA) - Bulu tangkis Indonesia sudah sepatutnya bersyukur dan berbangga hati memiliki ganda putri Greysia Polii/Apriyani Rahayu yang sudah berhasil menyumbangkan medali emas di Olimpiade Tokyo 2020.
Atas kerja keras pasangan tersebut, tim bulu tangkis Indonesia mampu melanjutkan tradisi emas dalam ajang Olimpiade.
Greysia/Apriyani meraih mahkota juara ajang paling bergengsi sejagad itu setelah menundukkan pasangan China Chen Qing Chen lewat kemenangan straight game 21-19, 21-15 di Lapangan 1 Musashino Forest Sport Plaza, Tokyo, Jepang pada Senin.
Greysia/Apriyani bukan hanya menjadi penyumbang medali emas pertama bagi Indonesia di Olimpiade Tokyo, tetapi juga mencetak sejarah baru bagi dunia bulu tangkis di tanah air sebagai ganda putri pertama yang meraih emas di Olimpiade.
Torehan emas Indonesia dalam ajang Olimpiade dipelopori sektor tunggal putra dan tunggal putri melalui Alan Budi Kusuma dan Susy Susanti di Olimpiade Barcelona 1992, ketika bulu tangkis pertama kali dipertandingkan secara resmi di Olimpiade.
Kemudian, medali emas menjadi milik ganda putra Ricky Subagja/Rexy Mainaky di Olimpiade Atlanta 1996, dan juga milik ganda putra Tony Gunawan/Candra Wijaya di Olimpiade Sidney 2000.
Pada Olimpiade Athena 2004, sektor tunggal putra kembali mengulang kejayaan medali emas melalui Taufik Hidayat.
Empat tahun kemudian, di Olimpiade Beijing 2008, medali emas lagi-lagi direbut ganda putra lewat Hendra Setiawan/Markis Kido.
Di Olimpiade Rio de Janeiro 2016, medali emas diraih ganda campuran Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir.
Dan di Olimpiade Tokyo 2020, giliran ganda putri yang merebut medali emas lewat penampilan Greysia Polii/Apriyani Rahayu.
Perjalanan Greysia Polii
Lahir di Jakarta pada 11 Agustus 1987, Greysia merupakan anak dari pasangan berdarah Minahasa, Willy Polii dan Evie Pakasi. Perempuan yang akrab disapa Greys itu merupakan anak ketiga dari lima bersaudara.
Ia tinggal di Jakarta hingga ayahnya meninggal dunia saat ia berusia dua tahun. Greys kemudian pindah ke Manado dan menghabiskan masa kecilnya.
Di sana, ia mulai tertarik untuk bermain bulu tangkis akibat pengaruh dari sang kakak, Deyana Lomban, yang juga mantan atlet ganda putri bulu tangkis Indonesia.
Bakat bulu tangkis Greysia mulai terlihat ketika ia berusia enam tahun. Pada 1995, Greys beserta dan ibunya pindah ke Jakarta untuk mendapatkan pelatihan dan kesempatan bermain bulu tangkis yang lebih baik. Greysia pun bergabung dengan klub bulu tangkis PB Jaya Raya Jakarta.
Seiring dengan bakatnya yang terus berkembang, Greysia akhirnya bergabung dengan tim nasional Indonesia pada 2003 sebagai pemain ganda putri, dan memulai debutnya bersama Jo Novita di Piala Uber 2004.
Pada 2008, karena usia Jo yang tak lagi muda, Greysia berganti pasangan dengan Nitya Krishinda Maheswari. Sayangnya, pasangan tersebut belum menunjukkan prestasi.
Greys lagi-lagi berganti pasangan dengan Meiliana Jauhari, dan lewat berbagai gelar juara, mereka masuk dalam peringkat 10 besar dunia.
Mereka kemudian dipercaya sebagai wakil Indonesia dalam perhelatan Olimpiade London 2012 dan bergabung di grup C bersama Korea Selatan, Australia dan Afrika Selatan.
Namun nasib buruk menimpa tim Garuda yang terpaksa didiskualifikasi bersama dengan tiga wakil dari negara lain karena dugaan pengaturan pertandingan.
Wasit menduga pemeringkat pertama grup A Jung Kyung-eun/Kim Ha-na asal Korea Selatan sengaja bermain ogah-ogahan dan cenderung mengalah saat menghadapi runner-up asal China Wang Xiaoli/Yu Yang pada laga terakhir penyisihan grup.
Menurut pengakuan pelatih kepala tim Korea Selatan Sung Han-Kook, hal tersebut sengaja dilakukan karena mereka tidak ingin bertemu dengan sesama wakil Korea Selatan, yaitu Ha Jung-eun/Kim Min-jung, pada babak selanjutnya.
Ha/Kim saat itu juga tengah bertanding melawan Greysia/Meiliana, dan memetik kemenangan rubber game. Namun keduanya diduga ikut terlibat dalam skandal tersebut.
Atas kejadian itu, Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) mendiskualifikasi keempat ganda putri tersebut dari ajang Olimpiade London 2012.
“Bagi saya, Olimpiade London mengajarkan saya untuk tidak pernah menyerah pada impian Anda, dan saya berusaha mempraktekan itu setiap hari,” kata Greysia dikutip dari laman BWF.
Berangkat dari peristiwa itu pula, BWF akhirnya mengubah aturan main. Jika sebelumnya lawan sudah bisa diketahui sejak penyisihan terakhir grup, maka kini para pemenang dan runner-up dari tiap-tiap grup akan diundi, sehingga tidak dapat diketahui siapa yang akan mereka hadapi pada babak selanjutnya.
Pada Mei 2013, Greysia kembali dipasangkan dengan Nitya Krishinda Maheswari. Berbeda dengan percobaan pertama, kali ini mereka tampil lebih baik dan mencatat sejumlah prestasi.
Pasangan itu bahkan meraih medali emas di nomor ganda putri perorangan dalam ajang Asian Games 2014 yang diselenggarakan di Incheon, Korea Selatan.
Greysia/Nitya pun mendapat kepercayaan untuk mewakili Indonesia di Olimpiade Rio de Janeiro 2016.
Mereka keluar sebagai juara grup C setelah meraih kemenangan penuh atas tim Malaysia, Inggris dan Hong Kong. Sayang, mereka kemudian dijegal pasangan China Tang Yuanting/Yu Yang pada laga perempat final. Mereka terpaksa pulang dengan tangan hampa.
Pertemuan dengan Apriyani
Usai Olimpiade Rio, masalah lain menimpa Greysia pada 2017. Pasangan mainnya, Nitya, mengalami cedera serius pada bagian bahu sehingga terpaksa gantung raket.
Mengetahui kejadian tersebut, Greys merasa ‘down’ dan ingin pensiun. Akan tetapi, keluarga dan juga sang pelatih, Eng Hian, memintanya agar terus bermain dan membimbing para pemain muda. Ia pun menuruti permintaan itu dan terus bersabar.
Kesabaran Greysia membuahkan hasil yang baik. Pada awal 2017, ia bertemu dengan Apriyani Rahayu yang saat itu baru mulai bermain di level senior dan berlatih di Pelatnas PBSI di Cipayung, Jakarta Timur.
Apriyani, bungsu dari empat bersaudara dan satu-satunya anak perempuan dari pasangan Amiruddin Pora dan Siti Jauhar, mulai mendalami dunia bulu tangkis saat bergabung dengan klub Pelita Bakrie Jakarta pada 2011.
Namun setelah tiga tahun, perempuan kelahiran Konawe, Sulawesi Tenggara, 29 April 1998 yang akrab disapa Apri itu hijrah ke klub Jaya Raya Jakarta pada 2015.
Ia mengalami peristiwa pahit pada tahun yang sama. Saat bertanding di Kejuaraan Dunia Junior 2015 yang digelar di Lima, Peru, Apri sempat dipanggil keluar lapangan dan ia mendapat kabar duka bahwa sang ibu meninggal dunia.
Mendengar kabar tersebut, Apriyani mencoba menahan dukanya untuk sementara dan melanjutkan pertandingan. Bahkan ia sukses menggondol medali perunggu di nomor perorangan ganda campuran, berpasangan dengan Fachriza Abimanyu.
Di level junior, Apri mencatat sejumlah prestasi, baik sebagai pemain ganda putri maupun ganda campuran. Ia pun kerap bergonta ganti pasangan, mulai dari Rosyita Eka Putri dan Jauza Fadhila Sugiarto di nomor ganda putri, serta Fachriza Abimanyu, Rinov Rivaldy, Agripinna Prima Rahmanto Putra dan Panji Akbar Sudrajat di nomor ganda putra.
Memasuki 2017, ia bergabung dengan tim senior bulu tangkis Indonesia sebagai spesialis ganda putri dan langsung dipasangkan dengan Greysia Polii.
Greysia/Apriyani memulai debut mereka di kejuaraan beregu Piala Sudirman 2017, kemudian menyabet gelar juara pertama mereka di ajang Thailand Open 2017 dan disusul French Open 2017.
Dari situ, penampilan mereka kian kompak dan berbagai gelar juara berhasil diraih, di antaranya India Open 2018, Thailand Open 2018, SEA Games 2019, India Open 2019, Indonesia Masters 2020, Spain Masters 2020 dan Thailand Open 2020.
“Di usia saya yang sudah tidak lagi muda, tiba-tiba saja Apriyani muncul. Semuanya berjalan begitu cepat. Kami memenangkan banyak kejuaraan. Saya bersyukur sekali. Saya sudah menunggu kehadirannya begitu lama,” ujar Greysia.
Medali emas Olimpiade
Benar saja, Greysia/Apriyani yang menempati peringkat keenam dunia itu lolos ke Olimpiade Tokyo 2020. Namun mereka harus mendaki jalan terjal dan berliku untuk bisa sampai ke laga puncak.
Satu demi satu lawan harus mereka singkirkan, mulai dari penyisihan grup. Di grup A, mereka mengalahkan pasangan Malaysia Chow Mei Kuan/Lee Meng Yean (21-14, 21-17), Chloe Birch/Lauren Smith asal Inggris (21-11, 21-13) dan wakil tuan rumah sekaligus ganda putri nomor satu dunia Yuki Fukushima/Sayaka Hirota (24-22, 13-21, 21-8).
Greysia/Apriyani lolos ke perempat final sebagai juara grup, dan sesuai hasil undian, mereka bertemu dengan pemeringkat ketujuh dunia asal China Du Yue/Li Yin Hui.
Dengan penuh percaya diri, mereka melewati tantangan itu dan memetik kemenangan 21-15, 20-22, 21-17.
Selanjutnya di semifinal, mereka membungkam unggulan keempat asal negeri ginseng Lee Sohee/Shin Seungchan dengan keunggulan 21-19, 21-17.
Saat itu, Greysia/Apriyani sudah mencetak sejarah sebagai ganda putri pertama yang lolos hingga ke babak final Olimpiade. Tinggal selangkah lagi untuk menciptakan sejarah baru sebagai peraih medali emas Olimpiade pertama dari sektor ganda putri.
Impian itu terwujud setelah mereka menumbangkan pasangan rangking dua dunia asal China Chen Qing Chen/Jia Yi Fan di partai final.
Greysia/Apriyani merebut gelar juara Olimpiade, dan medali emas kini sudah aman dalam genggaman mereka.
“Saya berpasangan dengan Kak Greys empat tahun lalu. Perjalanan panjang, di mana saya belajar untuk mendewasakan diri, dan hari ini kami mendapatkan semuanya. Ini berkah dari Allah dan doa dari keluarga serta masyarakat Indonesia. Medali ini untuk orang tua saya dan juga kakak saya semua,” ungkap Apriyani.
Berulang kali Greysia/Apriyani mengucap syukur atas kemenangan tersebut dan meluapkannya lewat tawa lepas, senyum lebar serta air mata bahagia mereka.
Bahkan, ayah Apriyani, Amiruddin Pora, mengaku bangga dengan prestasi anak bungsunya itu. Ia menceritakan bahwa Apri sempat pulang ke rumah, di Konawe, seminggu sebelum bertolak ke Jepang untuk menemuinya dan berziarah ke makam sang ibu.
“Dari awal, saya sudah yakin pasangan Greysia Polii/Apriyani Rahayu akan menang telak, makanya saya tidak khawatir atau deg-degan. Mereka sudah biasa bertanding, jadi tidak ada bedanya dengan Olimpiade. Melihat mereka menang, langsung riuh seisi rumah, senang sekali rasanya,” ucap Amiruddin.
Kini lengkap sudah koleksi medali emas Olimpiade tim bulu tangkis Indonesia dari semua sektor. Mari berharap agar tradisi emas ini terus berlanjut sampai Olimpiade-Olimpiade berikutnya.
Atas kerja keras pasangan tersebut, tim bulu tangkis Indonesia mampu melanjutkan tradisi emas dalam ajang Olimpiade.
Greysia/Apriyani meraih mahkota juara ajang paling bergengsi sejagad itu setelah menundukkan pasangan China Chen Qing Chen lewat kemenangan straight game 21-19, 21-15 di Lapangan 1 Musashino Forest Sport Plaza, Tokyo, Jepang pada Senin.
Greysia/Apriyani bukan hanya menjadi penyumbang medali emas pertama bagi Indonesia di Olimpiade Tokyo, tetapi juga mencetak sejarah baru bagi dunia bulu tangkis di tanah air sebagai ganda putri pertama yang meraih emas di Olimpiade.
Torehan emas Indonesia dalam ajang Olimpiade dipelopori sektor tunggal putra dan tunggal putri melalui Alan Budi Kusuma dan Susy Susanti di Olimpiade Barcelona 1992, ketika bulu tangkis pertama kali dipertandingkan secara resmi di Olimpiade.
Kemudian, medali emas menjadi milik ganda putra Ricky Subagja/Rexy Mainaky di Olimpiade Atlanta 1996, dan juga milik ganda putra Tony Gunawan/Candra Wijaya di Olimpiade Sidney 2000.
Pada Olimpiade Athena 2004, sektor tunggal putra kembali mengulang kejayaan medali emas melalui Taufik Hidayat.
Empat tahun kemudian, di Olimpiade Beijing 2008, medali emas lagi-lagi direbut ganda putra lewat Hendra Setiawan/Markis Kido.
Di Olimpiade Rio de Janeiro 2016, medali emas diraih ganda campuran Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir.
Dan di Olimpiade Tokyo 2020, giliran ganda putri yang merebut medali emas lewat penampilan Greysia Polii/Apriyani Rahayu.
Perjalanan Greysia Polii
Lahir di Jakarta pada 11 Agustus 1987, Greysia merupakan anak dari pasangan berdarah Minahasa, Willy Polii dan Evie Pakasi. Perempuan yang akrab disapa Greys itu merupakan anak ketiga dari lima bersaudara.
Ia tinggal di Jakarta hingga ayahnya meninggal dunia saat ia berusia dua tahun. Greys kemudian pindah ke Manado dan menghabiskan masa kecilnya.
Di sana, ia mulai tertarik untuk bermain bulu tangkis akibat pengaruh dari sang kakak, Deyana Lomban, yang juga mantan atlet ganda putri bulu tangkis Indonesia.
Bakat bulu tangkis Greysia mulai terlihat ketika ia berusia enam tahun. Pada 1995, Greys beserta dan ibunya pindah ke Jakarta untuk mendapatkan pelatihan dan kesempatan bermain bulu tangkis yang lebih baik. Greysia pun bergabung dengan klub bulu tangkis PB Jaya Raya Jakarta.
Seiring dengan bakatnya yang terus berkembang, Greysia akhirnya bergabung dengan tim nasional Indonesia pada 2003 sebagai pemain ganda putri, dan memulai debutnya bersama Jo Novita di Piala Uber 2004.
Pada 2008, karena usia Jo yang tak lagi muda, Greysia berganti pasangan dengan Nitya Krishinda Maheswari. Sayangnya, pasangan tersebut belum menunjukkan prestasi.
Greys lagi-lagi berganti pasangan dengan Meiliana Jauhari, dan lewat berbagai gelar juara, mereka masuk dalam peringkat 10 besar dunia.
Mereka kemudian dipercaya sebagai wakil Indonesia dalam perhelatan Olimpiade London 2012 dan bergabung di grup C bersama Korea Selatan, Australia dan Afrika Selatan.
Namun nasib buruk menimpa tim Garuda yang terpaksa didiskualifikasi bersama dengan tiga wakil dari negara lain karena dugaan pengaturan pertandingan.
Wasit menduga pemeringkat pertama grup A Jung Kyung-eun/Kim Ha-na asal Korea Selatan sengaja bermain ogah-ogahan dan cenderung mengalah saat menghadapi runner-up asal China Wang Xiaoli/Yu Yang pada laga terakhir penyisihan grup.
Menurut pengakuan pelatih kepala tim Korea Selatan Sung Han-Kook, hal tersebut sengaja dilakukan karena mereka tidak ingin bertemu dengan sesama wakil Korea Selatan, yaitu Ha Jung-eun/Kim Min-jung, pada babak selanjutnya.
Ha/Kim saat itu juga tengah bertanding melawan Greysia/Meiliana, dan memetik kemenangan rubber game. Namun keduanya diduga ikut terlibat dalam skandal tersebut.
Atas kejadian itu, Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) mendiskualifikasi keempat ganda putri tersebut dari ajang Olimpiade London 2012.
“Bagi saya, Olimpiade London mengajarkan saya untuk tidak pernah menyerah pada impian Anda, dan saya berusaha mempraktekan itu setiap hari,” kata Greysia dikutip dari laman BWF.
Berangkat dari peristiwa itu pula, BWF akhirnya mengubah aturan main. Jika sebelumnya lawan sudah bisa diketahui sejak penyisihan terakhir grup, maka kini para pemenang dan runner-up dari tiap-tiap grup akan diundi, sehingga tidak dapat diketahui siapa yang akan mereka hadapi pada babak selanjutnya.
Pada Mei 2013, Greysia kembali dipasangkan dengan Nitya Krishinda Maheswari. Berbeda dengan percobaan pertama, kali ini mereka tampil lebih baik dan mencatat sejumlah prestasi.
Pasangan itu bahkan meraih medali emas di nomor ganda putri perorangan dalam ajang Asian Games 2014 yang diselenggarakan di Incheon, Korea Selatan.
Greysia/Nitya pun mendapat kepercayaan untuk mewakili Indonesia di Olimpiade Rio de Janeiro 2016.
Mereka keluar sebagai juara grup C setelah meraih kemenangan penuh atas tim Malaysia, Inggris dan Hong Kong. Sayang, mereka kemudian dijegal pasangan China Tang Yuanting/Yu Yang pada laga perempat final. Mereka terpaksa pulang dengan tangan hampa.
Pertemuan dengan Apriyani
Usai Olimpiade Rio, masalah lain menimpa Greysia pada 2017. Pasangan mainnya, Nitya, mengalami cedera serius pada bagian bahu sehingga terpaksa gantung raket.
Mengetahui kejadian tersebut, Greys merasa ‘down’ dan ingin pensiun. Akan tetapi, keluarga dan juga sang pelatih, Eng Hian, memintanya agar terus bermain dan membimbing para pemain muda. Ia pun menuruti permintaan itu dan terus bersabar.
Kesabaran Greysia membuahkan hasil yang baik. Pada awal 2017, ia bertemu dengan Apriyani Rahayu yang saat itu baru mulai bermain di level senior dan berlatih di Pelatnas PBSI di Cipayung, Jakarta Timur.
Apriyani, bungsu dari empat bersaudara dan satu-satunya anak perempuan dari pasangan Amiruddin Pora dan Siti Jauhar, mulai mendalami dunia bulu tangkis saat bergabung dengan klub Pelita Bakrie Jakarta pada 2011.
Namun setelah tiga tahun, perempuan kelahiran Konawe, Sulawesi Tenggara, 29 April 1998 yang akrab disapa Apri itu hijrah ke klub Jaya Raya Jakarta pada 2015.
Ia mengalami peristiwa pahit pada tahun yang sama. Saat bertanding di Kejuaraan Dunia Junior 2015 yang digelar di Lima, Peru, Apri sempat dipanggil keluar lapangan dan ia mendapat kabar duka bahwa sang ibu meninggal dunia.
Mendengar kabar tersebut, Apriyani mencoba menahan dukanya untuk sementara dan melanjutkan pertandingan. Bahkan ia sukses menggondol medali perunggu di nomor perorangan ganda campuran, berpasangan dengan Fachriza Abimanyu.
Di level junior, Apri mencatat sejumlah prestasi, baik sebagai pemain ganda putri maupun ganda campuran. Ia pun kerap bergonta ganti pasangan, mulai dari Rosyita Eka Putri dan Jauza Fadhila Sugiarto di nomor ganda putri, serta Fachriza Abimanyu, Rinov Rivaldy, Agripinna Prima Rahmanto Putra dan Panji Akbar Sudrajat di nomor ganda putra.
Memasuki 2017, ia bergabung dengan tim senior bulu tangkis Indonesia sebagai spesialis ganda putri dan langsung dipasangkan dengan Greysia Polii.
Greysia/Apriyani memulai debut mereka di kejuaraan beregu Piala Sudirman 2017, kemudian menyabet gelar juara pertama mereka di ajang Thailand Open 2017 dan disusul French Open 2017.
Dari situ, penampilan mereka kian kompak dan berbagai gelar juara berhasil diraih, di antaranya India Open 2018, Thailand Open 2018, SEA Games 2019, India Open 2019, Indonesia Masters 2020, Spain Masters 2020 dan Thailand Open 2020.
“Di usia saya yang sudah tidak lagi muda, tiba-tiba saja Apriyani muncul. Semuanya berjalan begitu cepat. Kami memenangkan banyak kejuaraan. Saya bersyukur sekali. Saya sudah menunggu kehadirannya begitu lama,” ujar Greysia.
Medali emas Olimpiade
Benar saja, Greysia/Apriyani yang menempati peringkat keenam dunia itu lolos ke Olimpiade Tokyo 2020. Namun mereka harus mendaki jalan terjal dan berliku untuk bisa sampai ke laga puncak.
Satu demi satu lawan harus mereka singkirkan, mulai dari penyisihan grup. Di grup A, mereka mengalahkan pasangan Malaysia Chow Mei Kuan/Lee Meng Yean (21-14, 21-17), Chloe Birch/Lauren Smith asal Inggris (21-11, 21-13) dan wakil tuan rumah sekaligus ganda putri nomor satu dunia Yuki Fukushima/Sayaka Hirota (24-22, 13-21, 21-8).
Greysia/Apriyani lolos ke perempat final sebagai juara grup, dan sesuai hasil undian, mereka bertemu dengan pemeringkat ketujuh dunia asal China Du Yue/Li Yin Hui.
Dengan penuh percaya diri, mereka melewati tantangan itu dan memetik kemenangan 21-15, 20-22, 21-17.
Selanjutnya di semifinal, mereka membungkam unggulan keempat asal negeri ginseng Lee Sohee/Shin Seungchan dengan keunggulan 21-19, 21-17.
Saat itu, Greysia/Apriyani sudah mencetak sejarah sebagai ganda putri pertama yang lolos hingga ke babak final Olimpiade. Tinggal selangkah lagi untuk menciptakan sejarah baru sebagai peraih medali emas Olimpiade pertama dari sektor ganda putri.
Impian itu terwujud setelah mereka menumbangkan pasangan rangking dua dunia asal China Chen Qing Chen/Jia Yi Fan di partai final.
Greysia/Apriyani merebut gelar juara Olimpiade, dan medali emas kini sudah aman dalam genggaman mereka.
“Saya berpasangan dengan Kak Greys empat tahun lalu. Perjalanan panjang, di mana saya belajar untuk mendewasakan diri, dan hari ini kami mendapatkan semuanya. Ini berkah dari Allah dan doa dari keluarga serta masyarakat Indonesia. Medali ini untuk orang tua saya dan juga kakak saya semua,” ungkap Apriyani.
Berulang kali Greysia/Apriyani mengucap syukur atas kemenangan tersebut dan meluapkannya lewat tawa lepas, senyum lebar serta air mata bahagia mereka.
Bahkan, ayah Apriyani, Amiruddin Pora, mengaku bangga dengan prestasi anak bungsunya itu. Ia menceritakan bahwa Apri sempat pulang ke rumah, di Konawe, seminggu sebelum bertolak ke Jepang untuk menemuinya dan berziarah ke makam sang ibu.
“Dari awal, saya sudah yakin pasangan Greysia Polii/Apriyani Rahayu akan menang telak, makanya saya tidak khawatir atau deg-degan. Mereka sudah biasa bertanding, jadi tidak ada bedanya dengan Olimpiade. Melihat mereka menang, langsung riuh seisi rumah, senang sekali rasanya,” ucap Amiruddin.
Kini lengkap sudah koleksi medali emas Olimpiade tim bulu tangkis Indonesia dari semua sektor. Mari berharap agar tradisi emas ini terus berlanjut sampai Olimpiade-Olimpiade berikutnya.