Kampanye digital dan ancaman jerat UU ITE di pilkada Sumbar

id berita padang, berita sumbar, pilgub

Kampanye digital dan ancaman jerat UU ITE di pilkada Sumbar

Anggota DPR RI Mulyadi (kiri) bersalaman dengan Bupati Agam Indra Catri (kanan) pada suatu acara di Gubernuran Sumbar. (Antara/Istimewa)

Padang (ANTARA) - 25 hari menjelang pendaftaran calon gubernur Sumatera Barat yang akan berlaga di Pilgub 2020 ke KPU setempat, dunia perpolitikan di Ranah Minang dikejutkan oleh kabar kurang menggembirakan.

Selasa, 11 Agustus 2020 Polda Sumatera Barat secara resmi menetapkan Bupati Agam Indra Catri bersama Sekda Agam Martias Wanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan ujaran kebencian menggunakan media sosial.

Padahal jauh hari sebelumnya pada Rabu 24 Juni 2020 pasangan Nasrul Abit-Indra Catri merupakan kontestan pertama yang mendeklarasikan diri sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Sumbar.

Nasrul yang merupakan Wakil Gubernur Sumbar periode 2016-2021 itu memilih berpasangan dengan Indra Catri yang menjabat Bupati Agam dua periode sejak 2010.

Pasangan ini didukung oleh Partai Gerindra yang mengantongi 14 kursi sehingga telah memenuhi syarat jumlah dukungan pencalonan.

Di Gerindra Nasrul yang juga pernah menjabat sebagai Bupati Pesisir Selatan dua periode itu, sebelumnya menjabat Ketua DPD Gerindra Sumbar yang berhasil mengantarkan jadi partai pemenang Pemilu 2019.

Kasus yang menjerat Indra Catri berawal dari laporan yang dibuat oleh Refli Irwandi (40) pada 4 Mei 2020 dengan nomor LP/191/V/2020/SPKT Sbr ke Polda Sumbar mengadukan dugaan peristiwa pencemaran nama baik Mulyadi melalui akun Facebook Mar Yanto yang diduga akun bodong.

Pelapor mengaku membuka aplikasi facebook lewat telepon pintar pada 23 April 2020 dan menemukan postingan foto Anggota DPR RI Mulyadi disertai tulisan yang kurang pantas di akun facebook bernama Mar Yanto.

Usai laporan tersebut Polda Sumbar bergerak cepat memeriksa 14 saksi mulai dari ajudan Bupati Agam, Bupati Agam dan Sekda setempat.

Pada 17 Juni 2020 Subdit V Cyber Ditreskrimsus Polda Sumbar telah menangkap tiga orang tersangka yaitu Eri Syofiar (58) PNS di Kabupaten Agam, Robi Putra (33) hononer di Kabupaten Agam dan Rozi Hendra (50) wiraswasta.

Dalam keterangannya Kepala Bidang Humas Polda Sumbar Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto menyampaikan tersangka Eri Syofiar berperan membuat akun facebook palsu dengan nama Mar Yanto," ujar dia.

Kemudian pelaku Rozi Hendra berperan sebagai aktor yang memposting materi di akun bernama Mar Yanto yang diduga berisi pencemaran nama baik.

Surat Permohonan Maaf

Pada 30 Juni 2020 tersangka Eri Syofiar melayangkan surat permintaan maaf di atas materai dan mengaku menyesal atas perbuatan yang menyeretnya ke ranah hukum.

Dalam surat tersebut Eri Syofiar mengatakan secara pribadi menyesali seluruh rangkaian peristiwa hukum yang terjadi.

"Seluruh postingan tersebut terjadi bukan atas kemauan saya pribadi melainkan atas perintah atasan saya yaitu Bapak Indra Catri yang menjabat selaku Bupati Agam,” tulisnya.

Ia mengaku menyesali perbuatan yang dilakukan dan mengungkapkan hanya menjalankan tugas dan melalui persetujuan Sekda Agam.

“Saya mohon maaf kepada Pak Mulyadi. Saya tidak ada kepentingan terhadap postingan itu. Saya menjalankan perintah atasan yaitu Bupati Indra Catri dan terlebih dahulu postingan melalui akun palsu Maryanto mendapat persetujuan dari Martias Wanto sebagai Sekda Agam,” katanya di surat tersebut.

Ia mengatakan motifnya dilakukan semata-mata bertujuan untuk menjatuhkan citra dan elektabilitas Ir. H. Mulyadi menjelang Pilgub Sumbar nanti yang mana akan menjadi lawan politik Bupati Agam saat ini, Indra Catri.

Menanggapi surat tersebut Bupati Agam Indra Catri yang namanya dituding sebagai pihak yang memberi perintah postingan menyatakan masih menahan diri menanggapi tuduhan Eri Syofiar.

“Saya tidak bisa melarang seseorang untuk melapor karena itu merupakan hak dia. Saat ini proses hukum masih berlangsung dan tentu ada konsekuensi hukum yang akan diambil terkait hal ini dan akan membicarakan dengan pengacara ,” kata Bupati Agam Indra Catri.

Menurut Indra ada banyak desakan kepadanya mulai dari ASN Pemkab Agam, masyarakat dan sanak saudara agar mengambil langkah hukum terkait persoalan ini.

“Mereka tentu tidak rela bupati dan sekda diperlakukan seperti ini,” ujar dia.

Ia amat menyesalkan dalam surat pernyataan dan surat permohonan maaf tersebut menuduhnya sebagai atasan yang memerintahkan dan menyutujui untuk melakukan perbuatan tersebut.

Menurutnya tuduhan yang ditujukan kepada pihaknya merupakan pernyataan yang tidak berdasar fakta hukum karena kasus ini sedang dalam proses penyidikan oleh Polda Sumbar.

Penetapan Tersangka

Namun pada Selasa 11 Agustus 2020 Polda Sumbar menetapkan Bupati Agam Indra Catri dan Sekda Agam Martias Wanto sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan ujaran kebencian tersebut

Kabid Humas Polda Sumbar Kombes Pol Stefanus Satake Bayu mengatakan setelah melakukan penyidikan dan pendalaman dari tiga tersangka awal, mengambil keterangan saksi ahli dan labfor forensik ditemukan tersangka baru yaitu Bupati Agam Indra Catri dan Sekda Agam Martias Wanto.

Ia mengatakan penetapan tersangka dilakukan setelah pihaknya melakukan penyidikan dan mengambil keterangan dari sejumlah ahli mulai dari ahli bahasa, ahli IT, kriminolog dan lainnya.

Dari hasil gelar perkara di Bareskrim Polri pada Jumat 7 Agustus 2020 keduanya dinyatakan sebagai tersangka.

Indra Catri ditetapkan sebagai tersangka tambahan berdasarkan surat tap/33/VII/Reg 2.5/2020/Ditreskrimsus tanggal 10 Agustus 2020.

Menanggapi penetapan statusnya Bupati Agam Indra Catri menghormati proses hukum yang sedang berjalan.

"Sikap saya dari dulu dalam menghadapi kasus ini sudah jelas. Kita menghormati proses hukum yang dilaksanakan oleh penegak hukum," ujarnya.

Ia mengajak semua pihak untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan dengan senantiasa menghormati asas praduga tak bersalah atau presumption of innocence.

Untuk menghadapi tuduhan terhadap Indra menyerahkan sepenuhnya kepada penasihat hukum yang telah ditunjuk.

Gerindra Sumbar Protes

Usai penetapan tersangka Partai Gerindra Sumatera Barat mengkritik Polda yang menetapkan status Bupati Agam, Indra Catri sebagai tersangka ujaran kebencian dan perbuatan tidak menyenangkan karena dilakukan menjelang Pilgub Sumbar yang akan digelar 9 Desember 2020.

Ketua DPD Partai Gerindra Sumatera Barat, Andre Rosiade sudah mengetahui penetapan status sebagai tersangka dan mengaku p keberatan, karena dapat mencederai proses demokrasi yang sedang berlangsung.

DPP Partai Gerindra pun berkirim surat kepada Kapolri c/q Kabareskrim menyatakan keberatan terhadap status tersangka yang ditetapkan kepada Indra Catri, karena sudah secara resmi mengusung Indra Catri sebagai bakal calon, berpasangan dengan Nasrul Abit.

Andre menilai penetapan status tersangka terhadap Indra Catri memberi kesan adanya permainan politik dan pihaknya menyoroti kasus ini karena berkaitan dengan anggota DPR RI dari Fraksi Demokrat, yang juga akan maju sebagai bakal calon Gubernur Sumbar.

"Kami minta institusi Polri tidak terlibat politik praktis dan netral serta menjaga pesta demokrasi ini, yang prosesnya sedang berlangsung," ujar dia.

Sedangkan Anggota DPR RI Mulyadi selaku korban mengatakan secara pribadi telah memaafkan Bupati Agam Indra Catri.

"Pak Indra Catri itu sahabat baik saya, tapi yang saya kejar adalah akun palsunya, bukan siapa-siapanya. Saya prinsipnya sederhana, siapapun yang berbuat khilaf yang berbuat tidak baik, akan saya memaafkan," kata Mulyadi.

Ia menambahkan seperti yang diajarkan agama Islam secara ikhlas memaafkan dan tidak ingin ikut campur dalam proses hukum yang sedang berjalan.

Ketua DPD Demokrat Sumbar yang juga Calon Gubernur tersebut tidak menyimpan rasa dendam namun karena semua sudah masuk proses hukum, jadi harus dihormati.

Sebelumnya Praktisi Hukum Bambang Widjojanto mengingatkan kandidat agar berhati-hati dalam pelaksanaan kampanye pilkada 2020 karena sedang berada di masa pandemi.

"Karena belum ada aturan soal kampanye saat ini, tentu saja kandidat akan kesulitan melaksanakan kampanye terbuka, solusinya adalah menggunakan media sosial," ujarnya.

Namun persoalannya adalah kesalahan penggunaan media sosial bisa dituntut dengan UU ITE dan UU ini potensial menjatuhkan siapa saja.

"Ada banyak orang tidak paham dengan UU ITE termasuk tim sukses jika tak mampu serta tidak piawai siap-siap terseret masalah hukum," katanya lagi.

Kampanye Digital

Sementara Praktisi Informasi Teknologi Sumbar Dola Indra mengemukakan salah satu alat kampanye paling cocok saat ini yaitu memanfaatkan dunia maya atau digital campaign.

Menurutnya 90 persen lebih orang Indonesia mengakses internet dengan telepon pintar dan Sumatera Barat menyumbang 2,3 persen pengguna internet di Indonesia.

Saat ini tercatat facebook menampilkan lebih dari 2,2 juta akun facebook dan instagram ada di Sumbar. Pengguna facebook cenderung berumur 30 tahun ke atas dan pengguna aktif instagram berusia 30 tahun ke bawah.

Akan tetapi dalam penggunaan kampanye digital tetap harus ada strategi yang disiapkan agar efektif dan tepat sasaran.

Pertama konten harus selalu diperbarui dan tidak hanya sekadar menyampaikan visi dan misi , atau program kerja dan janji politik.

Ia menyarankan mengisi konten sosial media tidak hanya soal calon namun juga tentang kehidupan humanis si calon.

Kemudian jika kandidat sedang bicara tentang kekinian tampil dengan kekinia apalagi kaku.

Selain itu manfaatkan beragam tools untuk menganalisis efektivitas kampanye digital di berbagai platform.