Hutbun: Kemiskinan Faktor Utama Kerusakan Hutan
Padang Aro, (Antara) - Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat Tri Handoyo Gunardi mengatakan bahwa tingkat kemiskinan dalam masyarakat merupakan penyebab utama kerusakan hutan.
"Jika masyarakat banyak yang miskin terutama yang bermukim di sekitar hutan maka secara alami mereka akan merambah hutan untuk menopang hidup," kata dia di Padang Aro, Rabu.
Selain itu, imbuhnya, masih rendahnya kesadaran hukum masyarakat juga sebagai salah satu penyebab kerusakan hutan.
"Apalagi jika masyarakat miskin yang tinggal di sekitar hutan dipengaruhi oleh pihak lain yang ingin mengambil keuntungan ini akan menambah parah lagi," ujarnya.
Sebagai contoh, katanya, masyarakat miskin yang bermukim di sekitar hutan kemudian datang pihak ketiga dengan memberikan modal seperti cainsaw serta peralatan lainnya sudah pasti warga tersebut tergiur dan mau melakukan penebangan karena ada penghasilan dan modal yang memadai.
Selain itu, dengan terus bertambahnya area perkebunan sawit oleh masyarakat juga akan mempengaruhi kestabilan hutan.
"Jika perusahaan yang mengelola sawit maka sudah jelas Hak Guna Usahanya (HGU) dan jika melebihi bisa ditindak secara hukum akan tetapi jika masyarakat yang terus menambah area perkebunan maka mereka akan merambah hutan sebagai lahannya," terangnya.
Ia mengungkapkan, luas kawasan hutan di Solok Selatan 359.000 hektare dan hanya 122.000 yang merupakan Area Penggunaan Lain (APL).
Kawasan hutan tersebut dengan rincian Hutan Lindung (HL) 84 ribu hektar, Hutan Produksi (HP) 12 ribu hektar, Hutan Produksi Terbatas (HPT) 53 ribu hektar.
Hutan Konservasi yang juga merupakan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) 66ribu hektar, Hutan Produkis Konversi (HPK) 19 ribu hektar dan Areal Penggunaan Lainnya (APL) 122 ribu hektar.
Ia mengungkapkan, untuk mengawasi seluruh kawasan hutan yang ada pihaknya sangat kekurangan tenaga polisi hutan (Polhut).
Untuk mempermudah kerja Dishutbun yang kekurangan tenaga kata dia, maka dibentuk Pengamanan Hutan Berbasis Nagari (PHBN) yang tahun ini akan direkrut 35 orang.
"Mereka sebagai palang pintu utama dalam pengawasan hutan karena tinggal di dekat kawasan hutan dan jika ditemukan hal-hal yang merusak maka PHBN segera melapor ke wali nagari dan Dishutbun untuk di tindaklanjuti," katanya. (**/rik/jno)