KPK Kembali Periksa Toto Hutagalung

id KPK Kembali Periksa Toto Hutagalung

KPK Kembali Periksa Toto Hutagalung

Jakarta, (Antara) - Komisi Pemberantasan Korupsi kembali memeriksa tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah terkait dana bantuan sosial di Pemerintah Kota Bandung, Toto Hutagalung. "Dia (Toto) diperiksa sebagai saksi untuk ST (Setyabudi Tejocahyono)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi, Priharsa Nugraha di Jakarta, Senin. Setyabudi yang pernah menjadi Ketua Pengadilan Negeri Tanjung Pinang dan hakim di Semarang itu memutuskan para terdakwa wajib membayar uang pengganti sejumlah Rp9,4 miliar, dari total anggaran yang disalahgunakan mencapai Rp66,5 miliar. KPK menangkap hakim Setyabudi di kantornya di PN Bandung pada Jumat (23/3) pukul 14.15 WIB, sesaat setelah menerima uang senilai Rp150 juta dari Asep yang dibungkus koran dan masih ada uang Rp350 juta di dalam mobil Asep. Pada hari itu KPK juga menangkap Herry Nurhayat bersama bendahara Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah kota Bandung Pupung. Dalam perkara korupsi bansos kota Bandung 2011, tujuh terdakwa dalam kasus itu adalah pegawai negeri sipil pemerintah kota Bandung divonis rata-rata satu tahun penjara dan denda senilai Rp50 juta subsider satu bulan penjara oleh hakim Setyabudi. Sementara itu, dalam kasus ini KPK telah menetapkan menetapkan empat orang tersangka yaitu hakim Setyabudi Tejocahyono, HN (Herry Nurhayat) yang menjabat sebagai Pelaksana tugas Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Kadispenda) Kota Bandung, AT (Asep Triana) yaitu perantara pemberian suap dan TH (Toto Hutagalung) yang diduga terkait dengan Wali Kota Bandung Dada Rosada. Toto sendiri telah resmi menjadi tahanan di rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi sejak Senin (8/4). Dia disangkakan melanggar pasal 6 ayat 1, atau pasal 5 ayat 1 atau Pasal 11 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001. Pasal 6 ayat 1 mengenai orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk memengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara 3-15 tahun dan pidana denda Rp150-750 juta. Pasal 5 ayat 1 adalah tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri dengan maksud supaya pegawai negeri tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman hukuman penjara 1-5 tahun dan denda Rp50-250 juta. (*/sun)