Jakarta, (ANTARA) - Eks pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto mengkritik pengembalian penyidik KPK Kompol Rossa Purbo Bekti ke Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
"Kilah, dalih, dan saling berbantahan tak elok dan cendrung "konyol" kembali dipertontonkan di muka publik atas "gonjang ganjing" pemulangan penyidik KPK. Tetapi yang jelas, sobat Rossa, eksistensi salah seorang penyidik KPK tengah dikorbankan. Tak jelas, apakah Rosa ditarik atau dipulangkan? Siapa inisiatornya dan apa alasannya?," ucap Bambang melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu.
Ia pun mempertanyakan pengembalian Rossa tersebut karena masa kerjanya sebagai penyidik KPK baru selesai pada September 2020.
"Jika masa kerja tugas Rossa sebagai penyidik KPK baru selesai di September 2020 dan Rossa kini tengah melakukan penyidikan skandal kasus korupsi (kader PDIP) Harun Masiku yang mendapatkan perhatian serius dari publik tetapi mengapa Rossa justru harus dipulangkan. Bukankah, ada begitu banyak penyidik yang dimiliki Polri dan KPK sangat terbatas jumlahnya penyidiknya," kata Bambang.
Menurut dia, jika permasalahan pengembalian Rossa tersebut tidak segera diselesaikan maka yang dikorbankan adalah upaya pemberantasan korupsi.
"Jika silang sengkarut ini tak segera diselesaikan dan Rossa terus dihambat untuk menjalankan fungsinya sebagai penyidik KPK maka yang tengah dikorbankan adalah upaya pemberantasan korupsi dan dipastikan Harun Masiku akan "terpingkal-pingkal" dan "cekakakan" karena tak bisa segera ditangkap. Apakah ini kesengajaan?," kata Bambang.
Lebih lanjut, ia pun mempertanyakan peran dari Dewan Pengawas KPK perihal polemik tersebut.
"Pada situasi ini, apa peran dari Dewan Pengawas KPK? Bukankah Pasal 37B UU KPK menyatakan Dewas bertugas "mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK". Apakah ada indikasi kuat kebohongan yang diduga dilakukan Ketua KPK dalam sengkarut ini. Semoga Dewas hadir untuk atas ini tidak bersemayam dalam sunyi atas "hiruk-pikuk" ini," tuturnya.
Bambang pun juga mempertanyakan pimpinan KPK saat ini yang berjanji untuk untuk senantiasa jujur dan obyektif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.
"Karena jika sinyalemen di atas kian tak terbantahkan, bukanlah ada pelanggaran atas sumpah dan janji yang diucapkan oleh setiap pimpinan KPK yang berjanji untuk senantiasa jujur dan obyektif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Selain itu, bukankah tindakan itu juga dapat dikualifikasi sebagai "perbuatan tercela" yang dilarang dilakukan oleh pimpinan KPK sesuai Pasal 29 huruf f UU KPK," ujarnya. (*)